Kasus Ustaz Abdul Somad (UAS) yang ditolak imigrasi untuk masuk ke Singapura di Pelabuhan Feri Tanah Merah beberapa hari lalu terus menuai kontroversi di negeri ini.  Masing-masing  kelompok mempunyai pendapat dengan versi masing-masing yang tentunya benar menurut opini kelompok atau individu tersebut.Â
Lalu bagaimana masyarakat awam dan orang kebanyakan seperti kita menanggapinya? Apakah ada pelajaran atau hikmah yang dapat dipetik dalam insiden ini.?
Alasan pihak Singapura pun kemudian terungkap, pihak MHA (Ministry of Home Affairs) atau Kementerian Dalam Negeri Singapura mengemukakan bahwa alasan utama ditolaknya UAS adalah karena beliau termasuk tokoh yang sering mengutarakan hal yang kurang berkenan tentang agama lain dan diperkirakan bisa membahayakan keharmonian antar agama dan ras yang ada di Singapura.Â
Sebagaimana diketahui bahwa Singapura adalah masyarakat yang majemuk dan selama ini telah berhasil membangun perekonomian mereka berdasarkan kemajemukan tersebut.
Sebelum membahas hal-hal tadi ada baiknya kita sedikit melihat ke belakang bahwa ditolaknya UAS di Singapura bukanlah kejadian pertama. Sebelum di Singapura, UAS juga pernah ditolak masuk ke Timor Leste, Hong Kong, Inggris, Jerman dan Belanda. Â
Walau secara rinci mungkin sedikit berbeda dan ada variasi, namun secara umum negara-negara tersebut memiliki pandangan yang sama atas kecenderungan pandangan UAS yang dianggap bisa membahayakan keseimbangan dan keharmonisan di negara mereka.
Insiden UAS ini tidak selesai begitu saja. Sontak berbagai tanggapan dan reaksi muncul di tanah air. Tanggapan dan reaksi ini tentunya juga berbeda-beda sesuai pandangan dan identitas serta ke kelompok mana kita lebih berpihak. Â
Sementara pemerintah sendiri cenderung menanggapi hal ini dengan lebih santai dengan mengatakan bahwa menolak warga negara asing untuk masuk ke wilayah Singapura adalah menjadi hak eksklusif pemerintah Singapura, sebagaimana Indonesia juga pernah menolak ratusan orang untuk masuk ke Indonesia.
Secara umum ada tiga pendapat besar di kalangan warga Indonesia menanggapi kasus UAS di Singapura ini, yaitu mereka yang menyatakan diri sebagai pendukung UAS akan langsung mengecam Singapura, sedangkan mereka yang selama ini kurang suka dengan UAS biasanya langsung akan mendukung Singapura dan bahkan senang dengan kejadian ini, sementara kelompok terakhir adalah kelompok yang netral dan hanya melihat persoalan ini dengan kacamata yang lebih luas.
Kelompok yang mendukung UAS langsung menyuarakan kecaman ke Singapura dengan segala embel-embel yang sebenarnya juga membahayakan hubungan baik antara Indonesia dan Singapura  bahkan hubungan antara ras dan agama di Indonesia sendiri. Â
Secara emosional, kelompok ini biasanya langsung membawa-bawa agama misalnya saja dengan menyatakan bahwa penolakan Singapura atas UAS ini membuat umat Islam tersinggung, marah dan merasa dihina karena UAS adalah seorang ulama besar dan bahkan sosok yang sangat dihormati di Indonesia dan dunia Islam pada umumnya.
Bahkan ada beberapa kelompok massa yang sudah mengadakan demo di perwakilan Singapura di Indonesia. Di Medan misalnya, suatu kelompok mengadakan demo menuntut pemerintah Singapura minta maaf dengan membawa spanduk berisi kata-kata yang provokatif menunjukkan kebencian dan mengungkit masa lalu Singapura.Â
Narasi seperti Singapura yang dulunya tanah Melayu yang dirampas Cina pun muncul di demo di depan Konjen Singapura di Medan.
Selain itu, di depan Kedubes Singapura di Jakarta, kelompok pendukung UAS juga melakukan demo dan tetap melakukan orasi dan mengusung spanduk walau di bawah guyuran hujan lebat.Â
Mereka mengajukan berbagai protes dan tuntutan seperti menuntut pemerintah Singapura untuk minta maaf, dan mengatakan bahwa perbuatan pemerintah Singapura telah mencederai bangsa Indonesia karena menuduh UAS sebagai radikal dan teroris, serta bahkan meminta Indonesia untuk mengusir Dubes Singapura.
Selain tuntutan tersebut, banyak juga sosok selebriti dan politikus di negeri ini yang mengemukakan pendapat dan himbauan untuk memboikot Singapura dengan tidak jalan-jalan ke Singapura atau tidak membeli produk Singapura. Rasanya ini juga bukan ajakan yang bijak. Â
Memboikot Singapura misalnya bisa saja membuat kita kekurangan BBM, ratusan ribu TKI kehilangan pekerjaan dan juga hilangnya Singapura sebagai investor utama di Indonesia
Selain kelompok pendukung UAS yang melakukan demo di atas, organisasi Islam yang besar seperti Muhammadiyah dan bahkan juga Dewan Masjid Indonesia secara terang-terangan mengecam atau menyesalkan insiden penolakan Singapura atas kunjungan UAS tersebut. Â
Bahkan ada yang mengaitkan dengan kredibilitas bangsa Indonesia di mata dunia internasional.
Selanjutnya adalah kelompok kedua yang selama ini kurang senang dengan kubu UAS. Mereka ini biasanya adalah kelompok yang selama ini berada di kubu pemerintah Jokowi. Â
Mereka yang selama ini sering disebut sebagai buzzer pemerintah seperti misalnya pegiat media sosial Denny Siregar yang sering membuat postingan yang isi dan nandanya berseberangan dengan kelompok pendukung UAS.
Mereka pada umunya mendukung keputusan pemerintah Singapura dengan alasan bahwa kebijakan tersebut merupakan hak eksklusif suatu negara.
"Singapura itu emang keras banget sama yang radikal2 agama. Bahkan disana kabarnya, cukup dgn UU terorisme mereka, bicara tentang agama dlm bentuk kekerasan sdh ditangkap..," tulis Denny Siregar melalui akun twitternya @Dennysiregar7
Jelas sekali DS bahkan sangat mendukung insiden ini dan bahkan menganjurkan UAS untuk memperbaiki citra agar tidak ditolak lagi di kemudian hari. Â Selain itu banyak juga pernyataan DS yang bisa membuat pendukung UAS naik darah.
Kelompok yang selama ini sering merasa tersinggung dengan ceramah UAS juga biasanya cukup senang dengan insiden di atas.Â
Mereka yang selama ini sering disebut kafir misalnya seakan-akan mendapat dukungan moril dan kekuatan tersendiri bahwa UAS yang sangat dihormati kelompoknya di Indonesia bisa menjadi tidak berdaya menghadapi negeri sekecil Singapura.
Nah lalu bagaimana pandangan kelompok yang dianggap netral terhadap insiden ini. Kelompok ini biasanya menanggapi dengan kepala dingin. Â Mereka berpendapat bahwa yang dilakukan Singapura bukan islamofobia, tetapi lebih bertujuan melakukan hal ini demi kepentingan nasional mereka.Â
Mereka juga kemudian mengungkapkan fakta bahwa bukan hanya ulama atau penceramah Islam yang pernah ditolak masuk ke Singapura. Pihak otoritas Singapura juga pernah menolak masuk beberapa pengkhotbah non muslim yang dideteksi berpotensi membahayakan keharmonisan antar ras dan agama di Singapura.
Sementara itu dari sisi pemerintah, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid juga mengatakan bahwa hal ini adalah hal yang biasa.Â
Bahkan tokoh pejabat Indonesia seperti Prabowo Subianto dan Gatot Nurmantyo juga pernah ditolak Amerika Serikat. Bahkan Wamenag juga mengajak masyarakat, khususnya umat Islam untuk menjadi lebih terbuka dan menjauhi prasangka yang berlebihan, Singkatnya masyarakat dianjurkan untuk menanggapi insiden ini secara biasa-biasa saja.
Nah sebagai pembaca awam yang bukan siapa-siapa, tentunya kita dapat mengambil pelajaran dari kejadian dan reaksi berbagai kelompok di atas. Â
Tentunya berpulang kepada pendapat masing-masing, tetapi ada baiknya kita lebih bijak dalam mengemukakan pendapat, tidak berlebihan membela atau mengecam seseorang atau negara lain.
Dan yang juga penting adalah lebih baik kita tidak ikut-ikutan emosi dengan menghina negara lain misalnya dengan mengatakan bahwa Singapura adalah negara kecil yang kalau dikencingi oleh seluruh rakyat Indonesia akan tenggelam. Â
Ini adalah lelucon dari zaman abad lampau yang memang lucu saja sebagai lelucon namun tetap kurang baik disampaikan ke warga Singapura.
Bukankah kalau kita tidak ingin disakiti, ada baiknya tidak menyakiti. Mungkin ada baiknya pepatah dan kata bijak kuno 'Perlakukan Orang Lain Sebagaimana Anda  Ingin Diperlakukan' kita camkan baik-baik.
Salam damai salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H