Bagi wisatawan, Stanley pernah terkenal sebagai tempat belanja baju, pakaian dan berbagai aksesoris lainnya dengan harga yang lumayan bersahabat.  Namun kalau kita berkunjung dan mampir ke kawasan di sebelah selatan pulau Hong Kong itu, ternyata  banyak cerita dan kisah yang dapat kita pelajari. Dan bukan hanya Stanley Market saja.
Jalan-jalan sore itu dimulai di Stanley Plaza yang merupakan sebuah mal dengan berbagai resto, tempat belanja dan hiburan yang cukup kondang di kawasan Southern District, Hong Kong Island. Â Di sini, saya melihat "Guinness Word of Recors PAW by the sea" yang menjadi venue perlombaan untuk mencetak rekor dunia yang unik.Â
Salah satunya adalah jumlah orang terbanyak yang menggosok gigi anjing kesayangan secara bersamaan pada 2012 lalu,
Dari Stanley Plaza, kami berjalan menyusuri jalan-jalan di tepi pantai dan melihat  deretan perahu nelayan yang diparkir. Suasana [perkampungan nelayan cukup terasa di kawasan ini. Namun sesekali terasa kontras dengan Gedung-gedung apartemen yang tinggi di sekitarnya. Stanley memang sejak  dulu merupakan sebuah kampung nelayan.
Salah satu tempat ikonik di pantai Stanley adalah Murray House, yang merupakan rumah warisan kolonial Inggris yang telah berusia lebih 160 tahun. Â Namun uniknya sebenarnya Gedung ini dulunya berdiri di kawasan Central, tepat di lokasi Bank of China sekarang. Â Pada 1982, Gedung ini di bongkar dalam blok -blok dan kemudian baru pada sekitar tahun 2000 dibangun kembali di tempat baru yaitu di Stanley. Â
Tidak jauh dari Murray House ini, sedikit menjorok ke pantai ada lagi sebuah dermaga yang tidak kalah bersejarah seperty Murray House. Dermaga ini bernama Blake Pier yang dinamakan berdasarkan Sir Henry Blake, Gubernur Jenderal Hong Kong ke 12 pada 1898-1903. Â
Dermaga Blake yang ini juga aslinya berada di kawasan Central yang kemudian karena pembangunan kota Hong Kong harus dibongkar dan atapnya yang asli kemudian dipindahkan ke lokasi di Stanley ini pada 2007.
Ternyata di Stanley ini bukan hanya ada mal dan dermaga, saya melihat petunjuk menuju ke sebuah kuil yang bernama Pak Tai Temple. Â Saya kemudian mengikuti arah dan sekitar 5 menit kemudian tiba di sebuah kuil kecil yang letaknya di sebuah tebing di tepi pantai.
Di sini, waktu serasa berhenti. Di koridor tepi tebing di dekat kuil ada deretan gambar dewa dewi agama Tao. Salah satunya adalah Buddha Tertawa yang disebut Julaihut. Â Berdasarkan informasi, Pak Tai Temple ini dibangun pada sekitar 1805 oleh para nelayan Chew Chow.Â
Dinamakan Kuil Pak Tai karena dibangun untuk memuja Dewa Utara atau Pak Tai. Â Konon dewa ini salah satu dari dewa pelindung para nelayan selain Dewa Tin Hau dan Hung Shing.
Pada setiap tanggal 3 bulan 3 penanggalan Imlek, yaitu hari ulang tahun dewa Pak Tai, diadakan upacara meriah seperti pagelaran wayang, opera di panggung terbuka di tepi pantai. Sering juga perayaan ini dimeriahkan dengan pesta kembang api.
Di atas pintu masuk kuil, ada empat huruf Mandari yang mungkin nama kuil ini dan di kedua sisi pintu ada tulisan berwarna kuning emas dengan dasar merah. Sebuah tempat dupa besar juga ada persisi di depan pintu kuil.
Tidak jauh dari kuil ini, juga terdapat sebuah perumahan nelayan yang bernama Ma Hang Estate. Â Sebelumnya lokasi pemukiman nelayan ini merupakan pemukiman yang kumuh dan baru pada 1994 di lokasi ini dibangun rumah susun berlantai rendah yang khusus dibangun untuk para nelayan penghuni asli kawasan ini.
Ternyata ini merupakan salah satu proyek pembangunan perumahan nelayan yang cukup berhasil di Hong Kong. Apa bisa dicoba juga diterapkan di Jakarta?
Hong Kong Maret 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H