JC menjelaskan kemungkinan besar tidak terjadi apa-apa karena di kawasan itu jarang sekali yang mengecek, Namun kalau lagi sial tidak bayar dan ketahuan, maka akan mendapatkan denda yang cukup besar. Intinya disiplin dan kejujuran memainkan peran yang penting dalam sistem ini.
Lalu saya ingat tentang sistem parkir meter di tepi jalan-jalan utama kota Jakarta dan juga Bekasi yang dipasang pemerintah sejak beberapa tahun lalu.Â
Saya masih ingat di kawasan sekitar Taman Galaxy di Bekasi pernah parkir menggunakan meteran ini. Walau belum swalayan, saat itu kita dibantu oleh petugas parkir menggunakan mesin parkir tersebut. Â
Namun sekarang Sebagian besar mesin parkit itu sudah tidak ada, dan walaupun masih ada sudah tidak digunakan lagi. Kita masih menggunakan sistem bayar langsung tunai ke tukang parkir dan juga tanpa karcis.
Baiklah, kejadian itu contoh di Bekasi. Namun di kota yang lebih modern seperti Jakarta pun kejadian yang sama masih terjadi. Beberapa hari lalu saya sempat mampir ke Masjid Al Azhar di Kebayoran Baru.Â
Selain tempat parkir berbayar di halaman masjid, kita juga dapat menggunakan parkir pinggir jalan yang menjadi tempat parkir untuk kendaraan yang mengantar dan menjemput anak sekolah di sana.
Beberapa mesin parkir meteran masih berderet rapi di sana. Ketika saya memarkir kendaraan, tukang parkir berseragam juga siap membantu. Namun ketika ditanya apakah kita bisa menggunakan mesin untuk parkir kira-kira dua jam. Tukang parkir itu hanya tersenyum.
"Sekarang sudah tidak pakai mesin parkir, Nanti bayar saya langsung ke saya setelah parkir,"
Singkatnya praktik parkir kembali ke masa sebelum tahun 2015 ketika mesin-mesin seperti ini mulai dipasang di berbagai jalan utama di Jakarta. Â Ini hanya satu kejadian, bagaimana di tempat lain, mungkin ada pembaca yang bisa menceritakan pengalamannya?