Selepas makan siang di Yogya, kami bersiap-siap untuk berangkat ke Solo. Rencana hari ini adalah menghabiskan sebagian siang, senja hingga awal malam di kawasan Surakarta sebelum melanjutkan perjalanan ke Semarang.
Perjalanan Yogya menuju Solo relatif lancar walau penuh hambatan berupa jajaran puluhan lampu merah baik di dalam kota Yogya, sepanjang jalan Solo dari Prambanan hingga Klaten, Delanggu, dan juga Kartasura. Singkatnya waktu tempuh Yogya Solo 'hanya' sekitar dua jam setengah.
Tujuan pertama wisata di kawasan Surakarta adalah mampir ke Colomadu. Yang merupakan eks pabrik gula dari era zaman Belanda yang sejak beberapa tahun lalu dijadikan museum.
Kami memasuki kompleks dan membayar tiket masuk ke kawasan yaitu Rp. 2000 per orang. Setelah itu barulah kendaraan masuk ke dalam area parkir.
Ada deretan bangunan besar yang masing-masing diberi nama yang khas sesuai fungsi dan tahapan dalam produksi pabrik gula. Di salah satu sisi bangunan tadi tertulis kata Anno 1928 yang merupakan tahun dimana pabrik gula ini direnovasi dan diperluas.
Saya mendekati bangunan dan mengintip ke dalamnya. Ternyata ini adalah Stasiun Penguapan dan menurut petugas yang ada pintu masuk ada di depan alias gedung yang pertama yaitu Stasiun Gilingan. Saya kemudian berjalan di luar gedung setelah sebelumnya sempat mengabadikan kompleks ini dari berbagai sudut.
Ada sebuah mesin tua berbentuk mirip meriam dengan dua roda gigi raksasa dipamerkan di daerah terbuka di halaman. Bentuknya unik dan menarik dengan bangunan penopang dari batu bata dan memiliki rongga berbentuk pintu dengan relung yang memberikan kesan kuno.
Saya terus berjalan dan sampai di Stasiun Gilingan. Dari kaca sempat bisa dilihat bagian dalam gedung yang dijadikan museum. Terlihat mesin-mesin besar, lantai porselen kuno yang cantik dan gedung dengan atap yang tinggi.Â
Kemudian saya sampai di depan Stasiun Gilingan. Di sini kita bisa berfoto dengan latar belakang gedung museum. Di bagian atas tertulis PG Colomadu Tahun 1861. Menurut kisah, pabrik gula ini memang dibangun pertama kali oleh Mangkunegara IV.
Saya melihat cukup banyak pengunjung yang hanya memasuki kawasan De Tjolomadoe ini dan berfoto di halaman yang luas namun mereka tidak masuk ke museum. Mungkin karena harga tiket masuk lumayan mahal dibandingkan harga tiket masuk ke kawasan yang hanya 2000 rupiah.
Seorang gadis tampak sedang berpose di dekat mobil antik ini. Mobil ini memiliki nomor polisi L yang menandakan bahwa mobil ini berasal dari Surabaya. Di dekatnya ada seorang lelaki berusia 30 tahunan.Â
Lelaki ini bercerita bahwa dia memang sedang berkeliling dengan mobil tua keluaran Tahun 1955 ini. Dia juga mempersilahkan saya dan beberapa orang lain yang melihat untuk berpose di samping mobil ini.
"Yang hijau itu FIAT tahun 1975 dan larinya masih kencang, di jalan tol masih bisa lebih daro 100 Km per jam," tambah lelaki itu menjelaskan.
Tidak lama kemudian datang lagi sebuah mobil yang berwarna oranye. Ternyata juga mobil FIAT dan melihat bentuknya tidak terlalu tua, walau sudah tidak muda lagi. Melihat Nopol yang juga L, mungkin masih satu rombongan dengan mobil-mobil yang lain. Ke empat mobil ini kemudian parkir berjejer di depan gedung pabrik gula.
Mobil-mobil ini juga kemudian jalan mengelilingi gedung dan difoto dengan latar belakang yang berbeda dan menarik.
Suatu senja yang menarik di De Tjolomadoe, Kartasura.
Kartasura, November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H