Perjalanan di pulau Ambon memang mengasyikan. Jelajah kali ini membawa saya ke Jazirah Leihitu yang termasuk kabupaten Maluku Tengah. Setelah sempat mampir ke masjid tua Wapaue yang merupakan masjid tertua di Ambon, kini giliran mampir ke gereja yang konon juga paling tua di Maluku. 'Jaraknya dekat saja ' kaya Nona Roesda yang merupakan teman yang menjadi pemandu wisata dadakan selama kunjungan beberapa hari ke Ambon ini.
Gereja Immanuel namanya . Dari jauh terlihat bangunannya yang sederhana terbuat dari kayu dan dicat putih. Atap nya terbuat dari rumbia . Walau disebut gereja tua, sekilas bangunan nya tampak masih kokoh dan seperi baru. Di samping gereja terdapat menara dengan lonceng di atas nya .
Di dekat pintu masuk, seorang pemuda berusia sekitar dua puluh lima tahunan menyambut dengan ramah dan meminta kami mengisi buku tamu. Di dekatnya juga ada kotak kecil untuk donasi bagi perawatan gereja . Nona Roesda menegur pemuda ini dengan sebutan abang yang menjelaskan bahwa pemuda ini beragama Islam.
Suasana yang hening dan sepi di dalam gereja ini membuat hati menjadi sedikit gundah. Ada perasaan sedih menyeruak yang saya sendiri tidak tahu kenapa? Mungkin gereja ini pernah mengalami peristiwa yang mengerikan? Untuk sementara pertanyaan itu saya simpan dalam hati.
Keluar gereja saya memperhatikan menaranya dengan lebih seksama. Ada prasasti di bahkan dasar menara. Namun tulisannya agak susah dibaca . Di dua baris paling bawah tertulis selesai tgl 2.10.32 sedang di baris atas tertulis dibangun tgl 17,7 32. Mungkin ini menjelaskan tanggal pembangunan menara?
Terjawablah sudah kenapa ada aura kesedihan di gerje ini. Dan yang lebih menyedihkan lagi pada masa sekarang ini gereja ini hanya menjadi tempat wisata karena sudah tidak pernah ada lagi misa di tempat ini. Alasannya sederhana, karena seluruh jamaahnya penduduk yang dulu tinggal di sini sudah hijrah ke tempat lain sewaktu kerusuhan dan tidak pernah kembali lagi.
Sebuah gereja tua yang mengajarkan kita bahwa kekerasan atas nama apapun akan berakhir sangat menyedihkan. Semoga kerusuhan yang terjadi hampir dua dasawarsa lalu tidak akan pernah terulang lagi di negri yang cantik ini.
Pulau Ambon, April 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H