Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Di Balik Kelambu Masjid Wapaue Kaitetu yang Berusia 600 Tahun

22 Mei 2017   11:24 Diperbarui: 22 Mei 2017   18:08 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Ambon Manise , yah pengembaraan kali ini membawa saya ke ibukotapropinsi Maluku yang terkenal sebagai negri rempah-rempah atau "spicesislands" sekaligus negri seribu pulau. Dan salah satu tujuan utama di haripertama adalah berkunjung ke masjid paling tua di Ambon yang  terletak di kawasan negri Hitu atau Jazirah Leihitu yang sekarang termasuk wilayah kecamatan dengan nama yang sama yaitu kecamatan Leihitu , di bagian utara pulau Ambon.

 

"Mesjid Tua Wapaue Kaitetu" demikian nama resmi yang terpampang di pintu gerbang dengan tulisan warna putih berlatar belakang abu-abu. Di bawah nya sepasang pintu pagar besi yang cukup besar namun transparan dengan halaman masjid yang cukup luas terhampar.  Dan di sebelah kanan terlihat seluruh bangunan masjid yang terlihat sederhana beratapkan rumbia dengan bentuk kubah kecil berbentuk limas di atas nya. Dindingnya separuh terbuat dari semen dan separuh lagi dari daun atau pelepah sagu berwarna coklat tua. 

 

Di halaman terdapat prasasti berisi informasi  singkat mengenai masjid ini dalam bahasaIndoneisa dan Inggris . "Mesjid Wapaue (mangga berabu/mangga hutan)didirikan oleh: Perdana Jamillu. Orang kaya Alahahulu pada 1414 di Wawane .Pada tahun 1614 dipindah oleh Imam Rijalli ke Tehalla 6 km sebelah timurWawane. Pada 1664 Mesjid turun ke negri Atetu lengkap dengan peralatanibadahnya. Ciri khas bangunan induknya tanpa mempergunakan paku." Disebelah nya ada papan informasi berisi informasi yang lebih lengkap.

 

Kebetulan waktu menunjukkan pukul 12 lebih 20 waktu Indonesiatimur , sedangkan waktu sholat dzuhur adalah sekitar 12,37 WIT. Masih ada sekitar 15 menit untuk melihat-lihat . Dan seorang lelaki berusia 35 tahunan menyapa ketika saya masuk ke serambi masjid. Mungkin pria tadi adalah marbot masjid.

 

"Ini adalah kubah berbentuk limas  yang asli " ujar marbot yang mengenakan kemeja abu-abu lengan pendek dan sarung putih motif kotak-kotak.  .Saya kemudian pergi ke tempat wudhu yang terlihat sederhana dengan sebuah sumur kecil ada di dekatnya .  Ada enam buah keran pada dinding yang terbuat dari keramik warna biru muda itu.

 

"We are apologize for incovenience , entrance only for prayer",terpampang pengumuman di pintu masuk utama masjid yang terbuat dari kayu denganwarna plitur coklat tua.  Saya sejenakterpesona dengan interior masjid tua ini. Di bagian tengah terdapat empat buahsokoguru yang terbuat dari kayu dan menurut penjaga masjid tadi konon masihasli sejak dibangun lebih dari 600 tahun lalu. 

 

Di lantai terhampar deretan  sajadah dengan warna dan corak yang beraneka ragam . Dan di bagian belakang sebelah kanan tergantung sebuah  bedug tua dengan ukuran yang cukup besar. Di pojok dinding ada sebuah lemari yangberisi buku-buku termasuk Al-Quran tua peninggalan jaman dahulu .

 

Mihrab masjid juga tampak sederhana, hanya lekukan sedikit didepan tempat untuk sholat bagi sang imam. Di dekatnya ada sebuah mimbar dar ikayu berhiaskan lafal  "Allah"di bagian atas dan dua kalimat syahadat di bagian depan. Uniknya mimbar in iditutup kain putih mirip kelambu yang berfungsi sebagai tirai . Sepasang bendera merah putih juga ada di kedua sisi mimbar.

 

Sejenak pandangan di lemparkan ke langit-langit , selain atap rumbia dan kerangka nya yang telanjang . Ada sebuah  lampu gantung antik dan juga piringan bulat tdari kuningan . Semburan cahaya mentari terlihat menerangi interior dari sela-sela atap rumbia .

 

"Dug dug dug dug dug " suara bedug diketuk beberapakali . Pria bersarung putih tadi kemudian mengumandangkan azan dari tengah-tengah masjid.  Sholat Dhuhur akan segera dimulai , kebetulan sang Imam juga sudah hadir , seorang lelaki berusia sekitar 55 tahunan berkopiah haji warna putih , bersorban dan juga mengenakan sarung warna hijau muda .  Marbot mengajak saya bergabungdan segera menutup tirai kelambu tepat di belakang kami .  Selesai sholat sunah , iqamah bergema dan sholat dhuhur di balik kelambu pun berlangsung hanya dengan imam dan dua makmum.

 

Selesai sholat selain sekedar bercakap-cakap dengan marbot  tadi , saya juga membaca papan informasi tentang sejarah masjid .  Kali ini nama masjid nya dieja dengan nama wapauwe dan dikisahkan mula-mula didirikan dilereng gunung Wawane oleh Perdana Jamillu , seorang keturunan sultan Jailolo dari Moloku Kie Hara (Maluku Utara).  Masjid ini kemudian dipindahkan ke kampung Tehalla karena kedatangan bangsa Belanda di Wawane . Dan tempat yang baru ini banyak terdapa tmangga hutan atau mangga berabu yang dalam bahasa setempat disebut wapa.  Sejak saat itu masjid ini dinamakan Wapaue atau wapauwe yang berarti masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu.

 

Kunjungan di masjid ini pun segera berakhir, tujuan selanjutnya adalah sebuah gereja tua dan benteng Belanda yang berada tidak jauh dari masjid di negri Hitu ini . Perjalanan singkat ke masjid paling tua di Maluku atau mungkin juga di Nusantara dimana sholat dilaksanakan dibalik kelambu. 

 foto-foto: dokumentasi pribadi

Pulau Ambon , April 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun