Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menentang Rasisme di Islamic Cultural Centre Dublin

21 Maret 2017   00:23 Diperbarui: 21 Maret 2017   00:50 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dublin, Kami datang! Walau cuaca di pertengahan Maret masih cukup dingin menusuk tulang, semangat untuk mengunjungi masjid-masjid di pulau yang terletak di sebelah sudut barat laut benua Eropa membuat tubuh tetap penuh gairah dan semangat . Semangat untuk menemukan yang baru.

Dari pusat kota yang namanya konon berasal dari Bahasa Irlandia kuno dan berarti Kolam Hitam ini perjalanan dimulai.  Jembatan-jembatan nan cantik menghiasi sungai Liffey yang membelah kota yang memiliki nama modern yang eksotik yaitu Baile Atha Cliath.  Dublin bus yang semuanya bertingkat dan berwarna kuning biru hilir mudik ke seantero kota.  Kami berada di dalam Bus no 11 yang menuju ke Sandy Ford di sebelah selatan Dublin. Tujuannya kawasan Clonskeagh dimana terdapat Islamic Cultural Centre of Ireland.

Naik bus di Dublin cukup nyaman,  cukup membayar dengan menggunakan kartu hijau yang bernama Leap Card. Kalau menuju menjauh dari pusat kota, ongkosnya mulai 1.5 Euro sampai sekitar 3 Euro tergantung jauh dekatnya perjalanan. Karenanya kita harus menyebutkan tujuan kita kepada pengemudi. Bisa juga membayar menggunakan uang logam, nanum harganya menjadi lebih mahal karena dimulai dari 2 Euro untuk jarak dekat. Walaupun perjalanan di dalam zone pusat kota bisa lebih murah yaitu sekitar 75 sen Euro saja.

Asyiknya lagi, kta juga dapat menikmati wifi gratis sehingga bisa menyimak perkembangan perjalanan  sambil mendengarkan nama-nama halte yang diucapkan melalaui rekaman dalam Bahasa Irlandia dan Inggris.  Sekitar 25 menit perjalanan.  Rekaman bus menyebutkan nama Clonskeagh, Islamic centre. Saya segera menekan tombol berhenti dan dalam waktu sekejap sudah berada di halte.  Sedikit celingak celinguk memandang sekitar mencari tempat yang dituju karena yang terlihat  hanya halaman yang luas dan pagar.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Akhirnya setelah berjalan sekitar 100 meter kembali ke utara. Barulah terlihat kompleks Islamic Cultural Centre of Ireland yang ternyata sangat luas dan megah. Yang menjadi pusat kompleks ini, tampak di kejauhan, sebuah masjid dengan sebuah kubah yang besar berwarna coklat kehitaman dan juga sebuah menara yang bertingkat lima.  Namun saya belum menemukan pintu masuknya, sementara di halaman terlihat cukup banyak kendaraan diparkir dan juga anak-anak yang sedang bermain.

“Excuse me. Where is the entrance gate?”, saya bertanya setengah berteriak kepada seorang lelaki berumur 30 tahunan yang sedang berada di halaman.   Dia menunjuk ke arah utara lagi. Kira-kira 50 meter berjalan, barulah ditemukan pintu gerbang menuju tempat ini.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
“ICC Open for Pubic , administration 09.00-17.00, Mosque 09.00-21.00, Shop 10.00-20.00 Restaurant 09.00-21.00” demikian sebuah prasasti berwarna hitam dengan tulisan kuning emas terpampang di dekar pintu gerbang. Di atasnya tertulis angka 19, yang merupakan alamat Islamic Centre ini yang terletak di Roebuck Road, Clonskeagh, Dublin 14.    Angka 14 ini merupakan kode pos kota Dublin yang menggambarkan jauhnya kawasan ini dari pusat kota.  Angka yang makin kecil melambangkan posisi di pusat kota.

Saya memasuki halamannya yang luas, di sebelah kiri ada sebuah pos satpam yang dilengkapi beberapa kamera serta CCTV. Di kacanya tertempel beberapa pengumuman dalam Bahasa Arab.  Jalan yang cukup mulus mengantar menuju ke bangunan utama. Sementara rerumputan hijau membentang di sekitar bangunan.  Sebagian pepohonan dihias membentuk hurup Hijaiyah “Masjid” dan di bawahnya Huruf Latin  “ ICCI”.

Berjalan mendekati masjid. Ada dua orang sekuriti bewajah Timur Tengah menegur ramah.  Salah satunya menunjukan tempat sholat untuk wanita yang berada di bagian belakang, sementara untuk lelaki berada di gedung utama yang terletak di lantai dua. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Setelah menaiki beberapa anak tangga. Sebuah beranda yang dihiasi empat buah pilar warna gelap menyambut saya. Suasananya cukup sepi.  Melewati beranda depan, saya memasuki pintu besar yang menuju ke lobby utam masjid. Lantainya ditutupi karpet berwarna hijau tua. Pintu-pintu utama menuju ruang utama terluhat besar , berwarna coklat muda berhiaskan pola geomtrik warna coklat tua.

Di dinding tergantung beberapa kotak yang sesuai dengan tujuannya masing-masing yaitu untuk zakat, tabara’at atau sumbangan,  sadaqah, dan kafarat.  Kafarat ini ternyata merupakan denda yang harus dibayarkan ummat Islam bila melanggara larangan Allah. Singkatnya sebagai penebus dosa.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Mengikuti petunjuk, saya belok kiri  menuju ke tepat wudhu dan toilet. Lantainya berwarna colkat kuning dengan rak-rak alas kaki di dinding.   Tempat wudhunya cukup mewah dengan tempat duduk berbentuk segi empat kecil dari kayu berwarna coklat tua. Pancuran airnya otomatis menggunakan sensor cahaya.  Sepi, karena memang waktu saat itu menunjukan sekitar pukul 2 siang.  Sholat Dzuhur sudah selesai lama dan waktu ashar juga masih lama tiba.
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Memasuki ruang shokat saya terpana dengan kemegahan dalam kesederhanaannya. Hamparan karpet berwarna hijau muda yang empuk membentang di lantai. Langit-langitnya tinggi , berwarna putih dengan hiasan berbentuk kotak segi empat dan penerangan almiah dari jendela-jendela di bawah kubah utama. Sebuah lampu kristal besar tergantung. Masjid ini nyaris tanpa tiang kecuali empat sokoguru yang berada tepat di bawah kubah.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Ada beberapa orang lelaki yang tampak sedang duduk di pinggiran masjid. Sementara ada satu atau dua yang sedang sholat di saf depan. Mimbarnya sederhana terbuat dari kayu berwarna plitur coklat muda,  Sementara mihrabnya dihiasi marmer warna coklat tua kemeahan di kelilingi marmer warna hijau tua.
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Selesai sholat, saya kembali ke serambi.  Selain  pengummuman ada juga sebuah hiasan mosaik bergambarkan Islamic Centre ini.   “Bismillahirahmanirrahim The Islamic Cultural Centre Officially opened by President Mary Robinson on 14th November 1996 Sponsored by H.H. Sheikh Hamdan Bin Rashid Al Maktoum”, sebuah tulisan bertinta emas di atas marmer hitam menceritakan sekilas sejarah Islamic Centre ini.

Berdasarkan  informasi, Islam pertama kali masuk ke Irlandia pada pertengahan abad ke 20 ketika banyak mahasiswa yang berasal dari Timur Tengah, anak benua India dan juga Afrika belajar disini. Sebagian dari mereka kemudian menetap dan menikah dengan orang lokal dan menjadi cikal bakal perkembangan Islam di Irlandia. Jumlah penduduk muslim di Irlandia sendiri pada saat ini sekitar 55 ribu orang  Islamic centre ini sendiri dibangun di atas tanah seluas lebih dari 4 acre dan merupakan salah satu islamic centre termegah dan terluas di Eropa.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Saya kemudian meihat ke sekeliling masjid. Di bagian belakang terdapat tempat sholat khusus perempuan dan di salah satu tiang tertempel  pengumuman kursus bahasa Arab khusus perempuan dengan pengajar peemupuan juga.   Sementara di sudut lain terdapat lapangan basket dan juga sebuah sekolah.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Kunjungan di islamic centre ini kemudian diakhiri denga mampir di “Golden  Olive Restaurant” yang menyediakan makanan halal dengan menu khas Turki dan juga India. Rasanya lumayan sedap dengan  harga yang lumayan bersahabat.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dengan berjalan perlahan, kami kembali menyusuri pagar halaman menuju ke halte bus dan kembali membaca salah satu poster besar yang terpampang dengan tulisan”The Islamic Cultural Centre of Ireland Celebrates International Week Against Racism” Sat 18 March 2017.   Rupanya di tempat ini rasisme juga ditentang sesuai dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi perdamaian.

Dublin, Maret 2017

foto-foto: taufikuieks

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun