Hari sudah siang, cuaca kota Macau di akhir Desember ini sangat bersahabat, hanya sedikit di bawah kisaran 20 derajat celcius. LangIt lumayan cerah, giliran perut menuntut untuk diisi. Lumayan susah mencari makanan halal di tempat di mana uang menjadi Tuhan. Di mana pertumbuhan kasino, hotel mewah dan tempat hiburan bagaikan cendawan di musim hujan.
Akhirnya salah satu aplikasi di gawai berhasil menemukan sebuah tempat. Tidak terlalu jauh dari posisi saya di pusat kota tua Macau. Bisa jalan kaki sekitar 15 menit atau naik bus cukup satu halte saja. Saya menyusuri Jalan Raya atau Avenida Infante D. Henrique yang walaupun namanya Avenida tetap saja sempit karena hanya cukup untuk pas dua jalur kendaraan dalam dua arah. Sampai di halte tidak lama menunggu ada bus no. 2 jurusan Barra.
Cukup memasukkan beberapa keping uang logam Pataca dan dalam waktu 2 menit sudah sampai di halte berikutnya. Namanya
Kampek Community Centre. Masih di jalan yang sama namun sudah berganti nama menjadi
Avenida Almedia Ribiero. Ini adalah jalan utama di kota tua Macau. Turun di tempat ini, saya belok kanan menyusuri jalan sempit yang bernama R
ua de Cinco de Outubro yang kalau diartikan adalah Jalan 5 Oktober.
Menyusuri jalan ini, bangunan-bangunan tua menyambut. Ada sebuah hotel kecil. Sebuah kelenteng tua dan lapangan kecil di depannya. Namun sampai di tempat yang dituju sesuai peta di gawai, restoran yang dituju tidak juga ditemui. Mencoba bertanya, beberapa orang menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu.
Ada yang sempat tahu dan menunjukkan bahwa saya harus kembali ke jalan utama tadi yaitu Avenida Almedia Robiero. Akhirnya setelah bertanya lagi dengan seorang gadis yang kebetulan cukup fasih bahasa Inggrisnya, dia bilang terus saja menyebrang avenida dan resto ada di sebelah kiri.
Keberuntungan sedang berpihak, ketika perut sudah keroncongan dan cacing-cacing sudah berontak, sebuah papan nama ada pas di tepi jalan. Masih Rua de cinco Outubro dan nomernya adalah 169. “Loulan Islamic Resturant “ demikian tertera nama resto ini lengkap dengan tulisan Halal dalam Latin dan Hijaiyah. Sementara di jendela kaca dipajang menu yang dilengkapi dengan gambar makanan yang menggoda.
“Halal. Estabelecimento de comidas Laoulan Islamico” demikian nama resmi restoran ini dalam Bahasa Portugis. Di atasnya ada lima huruf kanji yang merupakan nama dalam Bahasa Lokal. Papan nama ini lengkap dengan terjemahan huruh Hijaiyah dan nomor telepon di bagian kanan bawah.
Waktu menunjukan pukul dua siang lebih. Suasana restoran sudah sepi. Hanya ada satu meja yang terisi. Meja-meja lain tampak kosong. Keberuntungan kedua juga ada di depan mata. Seorang wanita mengenakan jilbab menyambut dan mempersilahkan duduk. Dia juga membawa menu dan dengan melihat parasnya saya pun menegur dalam Bahasa Indonesia.
Mbak Nini demikian namanya, sudah bekerja di resto ini baru dua bulan saja. Sambil menyarankan beberapa menu favorit yang ada di resto ini, dia bercertia panjang lebar tentang kehidupannya di Macau. Menu bergambarkan Masjid, nama restoran dan juga tulisan Halal. Akhirnya dipilih “Steamed Fish and Ginger” serta menu sayuran.
Sambil menunggu makanan disiapkan, saya sempatkan melihat-lihat ke dalam restoran. Di dinding dipajang sertifkat halal yang dikeluarkan oleh “
The incorporated Trustees of The Islamic Community Fund of Hongkong”. Rupanya Macau tidak memiliki badan sertifkasi halal sehingga masih nebeng ke Hongkong.
Selain sertifikat halal di dinding restoran ini juga dipajang hiasan berupa lukisan yang menggambarkan sebuah masjid tua di Xinjiang. Ada juga peta dunia dan juga peta negri Tiongkok lengkap dengan seluruh propinsi yang ada negeri tirai bambu itu.
Saya juga sempat mengintip ke dapur dan melihat koki sedang memask. Di atas pintu dipajang sebuah poster bertuliskan Selawat Sifa, ayat Kursi, dan ayat seribu dinar. Lengkap dengan terjemahan dalam Bahasa Indonesia.
“Maaf pak, saya mohon pamit mau pulang dulu, kalau nanti mau tanya-tanya bisa dengan Chandra saja,” mbak Ninik tiba-tiba muncul dan pamit. Katanya jam kerjanya sudah habis. Maklum sekarang juga pas hari natal. “Ada teman-teman di kos yang juga merayakan Natal”, tambahnya lagi.
Kemudian saya menanyakan kepada salah seorang koki untuk memanggil Chandra. Pemuda bersuia duapuluhtahunan ini ternyata berasal dari Aceh. Baru bekerja di Macau sekitar dua bulan juga. Cukup mahir berbicara Mandarin karena sebelumnya beberpa tahun bekerja di Taiwan. Tugasnya di restoran ini membuat mie.
Chandra bercerita bahwa pemilik resto ini berasal dari daratan Tiongkok, tepatnya Proponsi Xjijiang dan beragama Islam. Saya sempat bertanya bagaimana caranya naik bus menuju ke Mosquita de Macau alias Masjid Macau yang pernah dikunjungi beberap tahun lalu. Selain itu, Chandra juga sempat menukar kembalian dengan uang logam Pataca untuk naik bus nanti.
Cukup lama kami bercakap-cakap. Chandra juga sebelumnya bercerita bahwa penghasilan bekeja di Macau ini lumayan. Asalkan bisa hemat setelah digunakan untuk bayar sewa temat tinggal dan biaya hidup sehari-hari, masih ada beberapa ribu dollar yang bia dikirimuntuk keluarga di tanah air.
Tibalah waktunya untuk melanjutkan pengembaraan di Macau. Tujuan berikutnya adalah “Old Protestant Cemetery yang letaknya tidak jauh dari restoran ini. Selamat bertugas kepada Mbak Nini dan Chandra. Mereka yang bekerja jauh meninggalkan keluarga dan kemudian bisa dijumpai di sebuah restoran muslim di alah satu sudut kota tua Macau. Selamat bertugas duta-duta Indonesia!
Macau, 25 Desember 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya