Moskwa, ibukota Federasi Russia yang dulunya juga ibukota negri komunis terbesar Uni Soviet memang penuh dengan daya tarik. Dan asyiknya lagi hampir sebagian besar terdapat di pusat kota yang bernama Lapangan Merah atau Krasnaya Ploshad.
Pada kunjungan pertama ke Lapangan Merah tidak sempat mampir ke Mausoleum Lenin yang ternyata tutup setiap Senin, Jumat dan Sabtu ,serta hanya buka di pagi hari. Ketika itu, mausoleum Lenin hanya dapat dilihat dari luar saja. Terlihat megah, namun seperti kebanyakan bangunan dari jaman Soviet, kesan angkuh , dingin, dan angkernya bahkan tidak hilang hingga saat ini. Balutan granit dengan kombinas warna merah, abu-abu dan dasar berwarna hitam membuat mausoleum ini bertambah angker dan penuh misteri. Di depanya tertulis nama Lenin dalam aksara Cirylic.
Rasa penasaran akan isi mausoleum Lenin lah yang membawa saya kembali ke Lapangan Merah. Kali ini Mausoleum Lenin menjadi tujuan utama . Untuk masuk ke mausoleum, tidak dipungut tiket, akan tetapi semua tas termasuk kamera harus ditinggalkan di ruang penitipan di dekat “Kutaifaya Tower”. Tentunya dengan membayar sejumlah Ruble. Sehabis menitipkan tas dan kamera, dimulailah sedikit perjuangan untuk ikut antrian yang lumayan panjang menuju ke bangunan Mausoleum.
Ujung antrian sendiri sudah sampai di dekat Taman Alexander dengan patung dan air mancurnya yang indah.Antrian bergerak dengan perlahan namun pasti. Sedikit demi sedikit kian mendekat ke gedung mausoleum. Setelah lebih dari satu jam mengantri, ada pemeriksaan sekuriti yang cukup ketat dan kemudian melewati Kremlin Wall Necropolis.
Siapa sangka, lokasi paling terkenal di kota Moskwa ini ternyata merupakan tempat pemakaman. Necropolis atau kota orang mati di tembok Kremlin, menurut cerita pertama kali digunakan sebagai pemakaman massal sekitar 240 korban revolusi Oktober yang pro bolshevik pada 1917. Menyusuri tembok Kremlin, berderet prasasti kecil bertuiliskan nama-nama orang terpandang dalam sejarah Soviet Russia yang mendapatkan kehormatan dimakamkan di dinding Kremlin. Di antaranya terdapat nama kosmonot Yuri Gagarin yang merupakan manusia pertama yang mengorbit ke ruang angkasa pada 1961. Selain Gagarin juga ada nama kosmonot Pavel Belyavev.
Namun di tembok ini, bukan hanya tokoh-tokoh dari Uni Soviet yang dimakamkan, tetapi ada juga tokoh-tokoh asing baik dari Inggris. Hungaria dan bahkan Amerika. Nama seperti Jenő Landler,, Bill Haywood, Charles Rutherberg dan juga Arthur MacManus. Setelah dipelajari lebih lanjut, nama-nama tersebut ternyata merupakan tokoh-tokoh terkenal di dunia Komunis.
Kisah tentang Bill Haywood yang memiliki nama asli William Haywood in bahkan cukup mengharukan karena setelah meninggal pada Mei 1928 dan dikremasi setengah abunya dimakamkan di tanah kelahirannya di Chicago, Amerika Serikat dan setengahnya lagi dimakamkan di Tembok Kremlin.
Kisah jurnalis berkebangsaan Amerika yang bernama John Reed cukup dramatis. Menjadi waratwan perang dan menulis buku “Ten Days that shook the World” yang merupakan saksi mata Revolusi Russia, John yang juga sangat dekat dengan Lenin ini meninggal di usia sangat muda yitu 32 tahun pada 1920 di Moskwa. Jenazahnya mendapat penghormatan layaknya pahlawan Soviet dan dimakamkan di Lapangan Merah ini.
Sambil terus berjalan menyusuri tembok, di naungi pohon mirip cemara kecil , berderet pusara duabelas tokoh Uni Soviet dari berbagai era. Dimulai dari masa 1940 an seperti Kalinin dan Michael Frunze yang namanya dulu merupakan nama lama ibu kota Kyrgystan, Bishkek, sampai ke masa tahun 1980 seperti Brezhnev, Andropov, dan Chernenko. Semua makam dilengkapi dengan patung dada sang tokoh . Yang paling menarik adalah makam Stalin lengkap dengan patung dada dengan kumis nya yang khas.
Kemudian tibalah kita di makam terbesar yang ada di kompleks Kremlin Necropols ini, yaitu Mausoleum Lenin. Walaupun dari luara terlihat tidak begitu besar ternyata mausoleum ini memiliki dua buah lantai di bawah tanah. Saya mulai menuruni i anak tangga yang hanya diterangi lampu remang-remang sementara wajah-wajah dingin dengan mata yang tajam tentara Russia khas jaman Soviet terus mengawasai gerakan pengunjung.
Satu demi satu anak tangga di turuni dan akhirnya tbalah kami di ruang makam utama dimana di dalam keranda kaca terbaringlah sang tokoh utama. Vladimir Ilich Ulyanov yang lebih terkenal dengan nama Lenin. Sang pemimpin revolus Russia yang berhasil mendirikan negara komunis pertama pada 1917 dan meninggal karena serangan antung pada 1924.
Wajahnya sekilas terlihat pucat putih kemerahan dibawah penerangan lampu yang seadanya. Lenin yang berJas hitam dan kemeja putih serta dasi kupu-kupu sangat familiar seperti Lenin-Lenin palsu yang berkeliaran di Lapangan Merah . Bedanya dengan Lenin palsu kita bebas berfotoria dengan membayar sejumlah Ruble, sedangkan dengan Lenin yang diawetkan ini, kita harus tetap menunjukan rasa hormat dan takjim kepada jasad yang telah terbaring selama sekitar 90 tahun.
“Wahai Lenin, apa yang kau cari di dalam mausoleum ini”, tanya saya dalam hati sambil terus bergerak perlahan. Seakan-akan wajah Lenin juga menjawab bahwa jiwanya sesungguhnya sangat menderita karena jasadnya dibiarkan terbaring di dalam peti kaca. Menurut cerita, baik Lenin sendiri maupun keluarganya tidak bersedia untuk diawetkan dan lebih suka jika jenazahnya dimakamkan saja.
Namun sejarah berkisah lain, ketika meninggal pada Januari 1924, jenazahnya dibaringkan selama sekitar dua bulan untuk menerima penghormatan teralhir dari Rakyat Soviet. Namun cuaca dingin kota Moskwa membuat jenazah ini tetap telihat masih baik sehiingga memberi waktu kepadapemimpn Soviet untuk memutuskan bawha jenazah Lenin akan diawetkan.
Kemudian dibuatlah mausoleum sementara yang terbuat dari kayu sampai akhirnya mausoleum permanen yang terbuat dari granit ini selesai dibangun pada 1929. Dalam perjalanannya Lenin sendiri pernah bersanding dengan Stalin di dalam mausoleum ini sejak kematian Stalin pada 1953 sampai 1961. Kruschev akhirnya memerintah agar jenazah Stalin dimakamkan di pemakaman Tembok Kremlin tepat di belakang mausoleum.
“Da svadeniya Lenin”, demikian saya mengucapkan selamat tinggal kepada Lenin sambil merenung sampai kapankan jiwa nya akan terus mengembara sambil menunggu jasad rent ini dimakamkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H