Wajahnya sekilas terlihat pucat putih kemerahan dibawah penerangan lampu yang seadanya. Lenin yang berJas hitam dan kemeja putih serta dasi kupu-kupu sangat familiar seperti Lenin-Lenin palsu yang berkeliaran di Lapangan Merah . Bedanya dengan Lenin palsu kita bebas berfotoria dengan membayar sejumlah Ruble, sedangkan dengan Lenin yang diawetkan ini, kita harus tetap menunjukan rasa hormat dan takjim kepada jasad yang telah terbaring selama sekitar 90 tahun.
“Wahai Lenin, apa yang kau cari di dalam mausoleum ini”, tanya saya dalam hati sambil terus bergerak perlahan. Seakan-akan wajah Lenin juga menjawab bahwa jiwanya sesungguhnya sangat menderita karena jasadnya dibiarkan terbaring di dalam peti kaca. Menurut cerita, baik Lenin sendiri maupun keluarganya tidak bersedia untuk diawetkan dan lebih suka jika jenazahnya dimakamkan saja.
Namun sejarah berkisah lain, ketika meninggal pada Januari 1924, jenazahnya dibaringkan selama sekitar dua bulan untuk menerima penghormatan teralhir dari Rakyat Soviet. Namun cuaca dingin kota Moskwa membuat jenazah ini tetap telihat masih baik sehiingga memberi waktu kepadapemimpn Soviet untuk memutuskan bawha jenazah Lenin akan diawetkan.
Kemudian dibuatlah mausoleum sementara yang terbuat dari kayu sampai akhirnya mausoleum permanen yang terbuat dari granit ini selesai dibangun pada 1929. Dalam perjalanannya Lenin sendiri pernah bersanding dengan Stalin di dalam mausoleum ini sejak kematian Stalin pada 1953 sampai 1961. Kruschev akhirnya memerintah agar jenazah Stalin dimakamkan di pemakaman Tembok Kremlin tepat di belakang mausoleum.
“Da svadeniya Lenin”, demikian saya mengucapkan selamat tinggal kepada Lenin sambil merenung sampai kapankan jiwa nya akan terus mengembara sambil menunggu jasad rent ini dimakamkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H