Perjalanan kian semakin asyik karena di Dala ini hewan peliharaan pun bebas berjalan ke mana saja. Di antaranya kita sempat melihat serombongan angsa yang megendus-ngendus di sekitar roda mobil tua yang sedang parkir.
Setelah cukup puas melihat-lihat, saya meminta si tukang ojeg untuk menuju satu-satunya masjid yang ada di Dala. Sekilas masjid ini cukup megah dengan sebuah kubah tama yang modelnya mendapat banyak pengaruh arsitektur anak benua India. Sekalin kubah utama ada beberapa kubah kecil dan menara yang semua diberi cat warna-warni yang menyala.
Hiasan berbentuk ukiran dengan motif flora berwarna hijau muda menutupi hampir seluruh bagian kubah dan tiang-tiang kecil penyangganya. Kombinasi warna biru, jingga, hijau, serta coklat muda juga hadir baik di ukiran flora maupun relung-relung di sekitar kubah dan menara. Sementara hamparan bintang-bintang berwarna biru juga bertebaran di puncak kubah utama dan kubah-kubah kecil di sekitarnya. Singkatnya masjid ini walau tidak terlalu besar, hiasan eksteriornya lebih mirip sebuah istana di Dunia Fantasi. Di sini juga terpampang nama masjid ini, yaitu Rahmat Mosque dalam aksara Latin serta juga dalam huruf Hijaiyah.
Saya mendekati pintu gerbang utama dengan hiasan bulan sabit dan bintang di pagar tembok sekeliling masjid. Salah satu pintu kecilnya kebetulan terbuka dan di halaman masjid terdapat beberapa meja dan kursi plastik. Ada dua orang pria berkopiah sedang duduk berbincang-bincang.
Salah seorang pria memakai kopiah putih, kemeja lengan panjang, dan bersarung longyi coklat tua, raut wajahnya kemungkinan orang Myanmar, sedangkan yang satu lagi berkopiah warna coklat ungu hitam dan putih dengan motif bunga-bunga, berkemeja lengan pendek, serta tentu saja memakai longyi. Setelah mengucapkan salam, saya pun mengulurkan tangan yang disambut dengan ramah dan kemudian dipersilakan duduk.
Yang menjadi penghambat komunikasi ternyata adalah bahasa. Bahasa Myanmar saya sangat terbatas sementara bahasa Inggris atau Arab mereka pun sama sekali kurang bunyi. Kemudian saya mencoba berbahasa Melayu, dan kemudian mereka memanggil seseorang pria muda yang berusia dua puluhan yang hanya memakai singlet hitam dan berlongyi coklat. Ternyata pria ini bisa sedikit-sedikit berbahasa Melayu sehingga pembicaraan lumayan lancar.
Perjalanan mengintip masjid dunia fantasi di Dala ini dimulai dengan mampir ke tempat wudhu yang ada di samping bangunan masjid. Melihat ruang sholat yang lumayan besar, bisa menampung sekitar 1.500 jemaah dan berlantaikan keramik yang dibalut karpet plastik bermotif flora berwarna coklat muda dan biru. Di bagian depan terhampar deretan sajadah berwarna biru.
Nampaknya ruang dalam masjid sedang mengalami renovasi karena terlihat beberapa tangga, sapu, dan alat-alat kerja lainnya. Ada empat tiang utama yang menjadi sokoguru masjid ini. Dua berbentuk bulat dan dua lagi segiempat. Semuanya dihiasi ukiran motif flora berwarna hijau muda. Warna hijau muda memang kental di bagian interior masjid ini. Langit-langitnya juga dihiasi ukiran dengan motif flora berwarna kombinasi hijau muda dan pink.
Mihrab dan mimbarnya juga dihiasi dengan tiang penuh ukiran berwarna hijau. Tiga buah relung dengan mahkota berhiaskan kaligrafi bertuliskan “Bismillahirahmanirahim”, “Laillahaillah” dan “Muhammadaarasullah” . Di dinding juga terdapat dua buah jam serta kaligrafi berlafazdkan “Allah” dan “Muhammad”. Hiasan berbentuk jendela berwarna coklat juga ada dan berfungsi sebagai rak buku.
Sayangnya sama sekali tidak ada orang yang sedang sholat di sini. Mungkin karena waktu Ashar belum tiba sedangkan waktu Dzuhur sudah lewat. Saya kemudian kembali ke beranda dan melanjutkan obrolan dengan ketiga pria yang ramah tadi. Sekilas saya mendapatkan informasi bahwa penduduk Dala jumlahnya sekitar 90 sampai 100 ribu jiwa dan jumlah penduduk muslimnya hanya sekitar 5000 saja. Pada umumnya mereka hidup rukun bersama dengan penduduk yang beragama lain dan ”Semoga saja apa yang terjadi di Rakhine tidak sampai terjadi disini”, tutup pria muda yang bisa sedikit berbahasa Melayu tadi.
Akhirya tibalah waktu bagi saya untuk meninggalkan masjid penuh rahmat dan fantasi dan melanjutkan perjalanan kembali dengan ojeg becak sepeda kembali ke dermaga Ferry dan menikmati pelayaran singkat menuju Yangon.