Mohon tunggu...
Taufik Setyo Purnomo
Taufik Setyo Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Blog Tanilokal.id

Punya skill itu keren, tapi kemampuan dalam menangkap peluang itu jauh lebih penting.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pupuk Kandang, Emas Hitam yang Terlupakan

23 Agustus 2019   10:46 Diperbarui: 23 Agustus 2019   11:38 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak memasuki era revolusi hijau, tepatnya tahun 1960-an, aktifitas pertanian mulai diarahkan untuk menggunakan sistem monokultur. Yaitu menanam satu jenis tanaman pada area lahan yang luas.

Di mana target pemerintah waktu itu ialah mencanangkan budaya mengkonsumsi beras skala nasional. Mulai dari sabang sampai merauke. Wajib. Sekaligus menargetkan untuk bisa swasembada beras.

Sempat tercapai, pada tahun 1984.

Namun tidak berlangsung lama.

Kemudian keran impor dibuka.

Dari sinilah awal mula dikenalkannya pupuk NPK sintetis kepada para petani, sehingga muncul produk Urea, SP-36, KCL, KNO ... silahkan lanjutkan sendiri.

Memang tak bisa dipungkiri efek dari penggunaan pupuk NPK sintetis ke tanaman sangat menggiurkan. Sifatnya yang mudah larut dalam air ikut memudahkan perakaran tanaman dalam menyerapnya. Dalam waktu singkat setelah aplikasi ke lahan, produktifitas tanaman bisa langsung terlihat.

Tidak seperti pupuk kandang. Yang kotor, bau dan berdebu itu. Ia masih memerlukan proses yang panjang sebelum bisa digunakan di lahan. Yaitu fermentasi. 6 bulan lamanya.

Selain itu, agar dapat melepaskan nutrisi yang bisa diserap perakaran tanaman, masih dibutuhkan proses lagi. Yaitu penguraian oleh organisme tanah.
Sistem pertanian tradisional sendiri mengharuskan petani untuk paham soal rotasi tanaman, fungsi tanaman refugia, dan ilmu perbintangan.

Tentu revolusi hijau yang didengungkan oleh pemerintah beserta paket pertanian yang serba instan dan mudah diaplikasikan, menjadi solusi atas keribetan dunia pertanian tradisional.

Sistem pertanian konvensional yang baru sekaligus memudahkan petani untuk bisa membudidayakan jenis tanaman yang sama sepanjang tahun. Apabila terdapat tanda-tanda serangan OPT, semprot saja dengan pestisida.

Inilah era industri pertanian konvensional. Ketika NPK dan obat-obatan kimia sintetis akhirnya menjadi candu. Meninggalkan metode pertanian kuno. Melupakan pentingnya pupuk kandang, si emas hitam.

Apa dampak yang dihasilkan dari sistem pertanian konvensional ?

Mengaplikasikan sistem pertanian konvensional itu sebenarnya sah-sah saja dan tidak melanggar hukum. Hanya saja, akan lebih bijak bila eksekusinya tidak terlalu berlebihan.

Ketika bahan-bahan kimia sintetis tersebut digunakan secara berimbang dalam dosis yang kecil, serta tidak meninggalkan budaya pertanian tradisional, maka kerusakan tanah tidak akan terjadi. Pun pencemaran udara dan air.

Penggunaan NPK sintetis secara berlebihan dan tanpa diimbangi dengan pemberian bahan organik akan bersifat racun bagi organisme penghuni tanah. 

Tanpa adanya organisme tersebut tanah akan kehilangan kesuburannya. NPK sintetis yang diberikan ke tanaman tidak lagi diserap dengan optimal. Bahkan 50% diantaranya akan larut dengan air dan erbuang secara percuma ke sungai.

Di samping itu, banyak riset yang menunjukkan bahwa penggunaan pupuk NPK sintetis secara berlebihan di lahan pertanian terbukti menyebabkan degradasi tanah. Diantaranya tanah kehilangan porositasnya, terjadi pengerasan, serta berkurangnya bahan organik, kemudian terjadilah  erosi.

Degradasi tanah tersebut sebenarya bukan hanya karena efek dari penggunaan pupuk NPK sintetis saja, namun juga dampak dari penggunaan obat-obatan kimia dan cara bercocok tanam konvensional secara keseluruhan. Mulai dari aplikasi pestisida, herbisida, fungisida, penanaman monokultur dan pembajakan tanah, hilangnya budaya terasering, dan penggundulan hutan.

Dari data Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL), Indonesia menjadi negara dengan sedimentasi terbesar di dunia, yaitu sebesar 250 juta ton per tahun. Kerugian yang diakibatkan dari erosi tanah tersebut mencapai 5 triliun rupiah.

Di pulau jawa sendiri jumlah lahan pertanian yang kritis dan tidak produktif mencapai 2.1 juta hektar. Sedankan untuk skala nasional sebesar 14 juta hektar. Tentu hal ini menjadi bencana bagi negara agraris yang pernah menyandang gelar "gemah ripah loh jinawi" (kekayaan alam berlimpah).

Belum lagi sejak tahun 1980 Indonesia mulai aktif impor bahan pangan. Sebut saja beras, jagung, bawang putih dan kacang kedelai. Nilai transaksinya tiap tahun pun mencapai puluhan triliun rupiah.

Bagaimana dengan pupuk kandang ?

img-20190823-104148-5d5f6122097f3646f50d7b12.jpg
img-20190823-104148-5d5f6122097f3646f50d7b12.jpg
Pupuk kandang kotoran kambing di atas bedengan (dok.pribadi)

Kotoran ternak khususnya yang berasal dari ruminansia seperti sapi, kerbau, domba dan kambing, merupakan bahan organik yang mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang besar. Setelah dilakukan fermentasi untuk membunuh organisme jahat penyebab penyakit sekaligus biji-biji rumput liar, ia merupakan media tanam yang sempurna.

Pupuk kandang mampu memperbaiki struktur tanah yang rusak. Dengan cara meningkatkan porositasnya, berfungsi sebagai agen perekat partikel tanah, sekaligus menyokong kehidupan organisme penyubur tanah.

Apakah penggunaan pupuk kandang bisa meningkatkan produktifitas tanaman ?

Ketika penggunaan pupuk kandang dipadukan dengan metode pertanian tanpa olah tanah, maka akan tumbuh jamur mikoriza. Dialah yang bertugas sebagai bahan perekat partikel tanah. Tanaman yang tumbuh di atasnya akan bersimbiosis dengan jamur mikoriza, menciptakan koneksi dengan tanaman lain di sekitarnya.

Pupuk kandang memiliki kemampuan dalam menyerap air dalam jumlah besar. Untuk itu ketika memasuki musim kemarau, tanah yang kaya bahan organik dari pupuk kandang akan tetap terjaga kelembabannya. Hal ini juga tidak terlepas dari aktifitas organisme di dalamnya.

Pupuk kandang sekaligus mengandung nutrisi lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman. Sifatnya yang slow release atau melepaskan nutrisi secara perlahan-lahan, maka jauh lebih aman dan tidak akan terbuang ke sungai. Di mana 

Mikroorganisme secara berkala merombak unsur hara dalam pupuk untuk menjadi nutrisi siap serap bagi pertumbuhan tanaman dalam jumlah yang cukup.

Bahkan nutrisi yang dilepaskan dari proses penguraian unsur hara dalam pupuk kandang tersebut jauh lebih lengkap dibandingkan pupuk NPK sintetis. Untuk itu tanaman yang tumbuh jauh lebih sehat, sehingga tidak mudah terserang hama dan penyakit.

Dari sini dapat kita pahami bahwa penggunaan pupuk kandang akan memberi pengaruh yang besar bagi kesuburan tanah dan tanaman. Kotoran ternak itu menjadi lebih berharga dari emas. Lahan pertanian yang secara kontinyu diberi asupan pupuk kandang, akan terus menghasilkan manfaat bagi manusia. Ia tidak habis ditambang.

Ketika dipadukan dengan metode bercocok tanam tradisional seperti rotasi tanaman, tanpa olah tanah, penggunaan mulsa jerami padi, dan penanaman refugia, tentu lahan tersebut terus menghasilkan panenan melimpah. Tidak hanya untuk generasi sekarang, namun juga untuk generasi yang akan datang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun