Mohon tunggu...
Pendidikan

Pembelajaran Berkualitas dan Berkarakter untuk Menghasilkan Lulusan Tenaga Kesehatan yang Unggul

18 Juli 2018   17:10 Diperbarui: 18 Juli 2018   17:16 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pembelajaran yang Berkualitas dan Berkarakter untuk Menghasilkan Lulusan yang Unggul dari sudut pandang Dosen.

Pendidikan nasional memiliki kewajiban mengupayakan untuk membentuk karakter. Karakter dasar pendidikan yang diharapkan adalah karakter yang supradialektikal yang mencerminkan karakter bangsa yang mewakili representasi warna Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat membentuk karakter dasar yang supradialektikal maka harus dikaji dari sumber dasar "Negara Bangsa" yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pancasila dan konsep Bhineka Tunggal Ika.

Hal tersebut menjadi suatu landasan dalam mengembangkan pendidikan yang berbasis karakter dan berkualitas. Kehidupan bangsa yang multietnis harus didasarkan norma yang berlaku pada suatu Negara Bangsa. Konsensus tersebut diperjelas melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 87 Tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter.

Perpres tersebut dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab.

Pendidikan adalah suatu usaha vital yang akan menentukan arah majunya suatu Negara Bangsa. Namun, hasil dari suatu pendidikan tidak dapat dinikmati secara instan tapi merupakan suatu proses berkelanjutan yang dilakukan dengan penerapan budaya yang terintegrasi dengan pendidikan karakter yang memiliki kepribadian jujur, disiplin dan peduli akan lingkungan sekitar. 

Pendidikan yang diharapkan bukan budaya akademik semata, melainkan membentuk kepribadian yang religius dan bermoral. Negara Indonesia memiliki cita-cita bahwa dengan diterapkannya pendidikan  karakter dalam sistem pendidikan  nasional diharapkan dapat mensuskseskan Indonesia Emas 2025.

Universitas merupakan alat yang dapat secara langsung membentuk karakter anak bangsa dengan efektif dan efesien yang berkelanjutan. Program-program yang tersistem dalam aturan akademik dan  kurikulum diharapkan mampu menjawab masalah yang ada di masyarakat. 

Program tersebut diaplikasikan untuk membentuk manusia yang terdidik dengan konsep budaya berkarakter dan unggul dalam pengembangan serta pengamalan dan pemberdayaan ilmu demi kemaslahatan masyarakat. Wujud nyata atas realisasi lulusan yang berkualitas adalah sistem pendidikan yang berintegrasi kelembagaan yang didapat di Universitas dengan mengoptimalkan  potensi dan fasilitas. 

Selain untuk menghasilkan alumni yang unggul, pendidikan karakter harus mengintegrasikan dalam program pengembangan pembelajaran. Pembelajaran dalam hal ini adalah menyangkut aspek belajar dan mengajar yang mempunyai arti tidak tumpang tindih. Belajar yang memiliki makna tiada henti sekaligus bagaimana mengajarkan kepada masyarakat akademik dan kultural apa yang dicapai dengan dibarengi atas kepribadian religius dan berwawasan kebangsaan atas segala potensi yang didapat di universitas.

Upaya yang dilakukan untuk mensukseskan program tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain adanya perencanaan yang berbasis bukti aplikasi ilmu dimasyarakat. Program yang inovatif dan terintegrasi merupakan sintesis dari nilai intelektual, sosial dan spiritual. 

Stakeholder perlu dilibatkan dalam pengelolaan sistem kurikulum berbasis evedance based di masyarakat akan berdampak pada lulusan yang memiliki budaya karakter yang sebelumnya didapat di universitas. Selain itu, dengan kerjasama yang dibangun dengan pemerintah baik pusat maupun daerah serta pihak swasta sebagai "Laboratorium Karakter" akan berdampak pada pengembangan dan pematangan budaya unggul dan berkarakter.

Keakuratan dan ketepatan dalam merumuskan model pendidikan karakter yang berdampak terhadap suatu nilai harus dilakukan secara cepat, tepat dan benar. Oleh karena itu, ketajaman analisis  dengan model yang digunakan merupakan alat pisau yang siap setiap saat digunakan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ada proses yang dilakukan meliputi perencanaan dan pelaksanaan, strategi dan output penilaian pendidikan.

Peran Universitas yang mendasar dalam fungsi perencanaan adalah bagaimana menyusun dan mengembangkan pendekatan kemitraan dengan pendekatan perencanaan terpadu sekaligus melaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Pada tahap perencanaan, ada perangkat karakter yang harus digali, dirumuskan dan diklimakskan dengan menggunakan sumber dasar pendidikan karakter tersebut, antara lain UUD 1945, Pancasila, UU dan turunannya berupa perpres dan permen.

Pada tahap strategi secara umum maka dosen merupakan garda terdepan sebagai tenaga pendidik yang harus dapat menanamkan dalam aktivitas pengajaran yang dapat membangun karakter dan budaya unggul pada mahasiswa. Sedangkan output yang akan selanjutnya dijadikan umpan balik umtuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Setelah Universitas sebagai lembaga yang juga didalamnya terlibat secara integral antara tenaga kependidikan dan tenaga pendidik mempersiapkan perangkat pembelajaran yang dapat menunjang proses pendidikan yang unggul dan berkarakter maka dalam kegiatan pembelajaran diperlukan suatu pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang dapat merugikan mahasiswa.

Strategi pembelajaran merupakan siasat dosen dalam merancang program pengajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan oleh pemerintah agar dapat dicapai secara efesien dan efektif. Sebagus apapun program pembelajaran tanpa dirancang dengan baik, akan membawa dampak belajar Mahasiswa kurang optimal sehingga karakter dan budaya unggul dalam iklim akademik akan sulit tercapai.

Belajar, perkembangan dan pendidikan merupakan suatu peristiwa dan tindakan sehari-hari. Dari sisi mahasiwa sebagai pelaku belajar dan dari sisi dosen sebagai pembelajar. Hubungan dosen dan mahasiswa adalah hubungan fungsional dalam arti pelaku pendidik dan pelaku terdidik.

Dari segi tujuan yang dicapai baik dosen maupun mahasiswa sama-sama mempunyai tujuan tersendiri. Meskipun demikian, tujuan belajar dan pembelajar dapat dipersatukan dalam  tujuan instruksional. Dari segi lama waktu tindakan, tindakan mendidik dan mengajar yang terbatas artinya sesuai lama studi jenjang pendidikan yang ditempuh.

Sebaliknya, tindakan mahasiwa belajar adalah sepanjang hayat. Dari segi proses belajar dan perkembangan merupakan proses internal mahasiswa. Pada belajar dan perkembangan, mahasiswa sendirilah yang mengalami, melakukan, menghayati. Sebaliknya pendidikan adalah proses interaksi yang memiliki tujuan. Interaksi yang tejadi antara dosen dan mahasiswa yang bertujuan meningkatkan perkembangan mental dan memiliki karakter sehingga menjadi mandiri dan utuh dalam kualitas.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan satuan tindakan yang memungkinkan terjadinya belajar dan perkembangan. Pendidikan merupakan proses interaksi yang mendorong terjadinya belajar. Dengan adanya belajar terjadilah perkembangan mental dan karakter mahasiswa. Pendidikan merupakan faktor eksternal bagi terjadinya belajar. Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental dan karakter yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.  

Proses belajar yang mengaktualisasikan ranah tersebut tertuju pada bahan belajar tertentu. Sebagai ilustrasi mahasiswa gizi angkatan akhir menggunakan ranah kognitif tingkat aplikasi dalam memecahkan kasus diet yang akan diberikan kepada pasien yang semua itu dilakukan di kelas maupun laboratorium universitas.

Hal itu nantinya terwujud pada pengunaan pedoman asuhan gizi terstandar yang diaplikasikan dalam pelayanan pasien pada saat praktik kerja lapangan di rumah sakit.

Pada sisi lain, mahasiswa tersebut menggunakan ranah afektif tingkat penilaian dalam apresiasi perubahan nilai karakter bertanggungjawab terhadap amanh yang diberikan yaitu memberikan service excellent kepada pasien. Hal tersebut menjadikan mahasiswa selalu termovitasi untuk selalu berusaha memberikan diet yang terbaik untuk pasien yang secara langsung akan meningkatkan budaya unggul dalam pengetahuan dan tindakan serta karakter bertanggungjawab secara sosial sesuai dengan perpres no 87 tahun 2017 tentang pendidikan karakter.

Dari segi pembelajar, proses belajar tersebut dapat diamati secara tidak langsung, Artinya, proses belajar yang merupakan proses internal mahasiswa tidak dapat diamati, tetapi dapat dipahami oleh dosen. Proses belajar tersebut "tampak" lewat perilaku mahasiwa mempelajari modul bahan ajar ataupun pedoman praktikum sehingga dosen harus mampu membuat modul bahan ajar dan praktikum sebaik mungkin yang disesuaikan dengan aplikasi klinis di dunia kerja kedepannya. Perilaku belajar tersebut tampak pada tindakan belajar.

Perilaku belajar tersebut merupakan respons mahasiwa terhadap tindak mengajar atau tindak pembelajaran dari dosen. Perilaku belajar tersebut ada hubugannyadengan desain instruksional dosen yang tertuang dalam rencana mutu pembelajaran. Dalam desain instruksional tersebut, dosen membuat tujuan instruksional khusus atau sasaran belajar yang menjawab standar kompetensi yang diharapkan oleh universitas ataupun organisasi profesi sehingga berkesesuaian dengan kebutuhan stakeholder sebagai pengguna hasil pendidikan.

Prinsip penerapan dalam proses pembelajaran instructional perlu adanya penekanan penggunaan variasi mengajar. Dosen diharapkan mampu menggunakan variasi mengajar secara tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan belajar mengajar yang tercipta untuk mencapai tujuan, yaitu keberhasilan belajar mengajar dari segi proses maupun produk lulusan yang berbudaya unggul dan berkarakter.

Ada beberapa variasi yang dapat meningkatkan integrasi pengajaran dan pemahaman yaitu variasi  gaya mengajar yang meliputi intonasi suara, penekanan dan kontak pandang antara dosen dengan mahasiswa. Selain itu penggunaan media sangat penting dalam memberikan contoh aplikasi dalam penyampaian pesan. Sebagai contoh mahasiswa diharapkan mampu bersikap professional dalam bidangnya nanti dalam memberikan pengabdian yang totalitas terhadap pasien tanpa memandang status sosial ekonomi. Aplikasi contoh video ahli gizi dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang dibawakan oleh pemeran ahli gizi merupakan hal nyata dalam bertindak saat mahasiswa menjadi pegawai di rumah sakit.

Mahasiswa yang belajar menggunakan kemampuan  kognitif, afektif dan psikomotorik terhadap lingkungannya. Ranah kognitif atau yang biasa disebut taksonomi Blom mengelompokkan enam jenis perilaku yang terkait dengan kemampuan internal dan kata kerja operasional diantaranya pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam jenis perilaku ini bersifat hirarkis, artinya perilaku pengetahuan tegolong terendah dan perilaku evaluasi tergolong tertinggi. Perilaku yang terendah merupakan perilaku yang "harus" dimiliki terlebih dahulu sebelum mempelajari perilaku yang lebih tinggi. 

Ranah afektif terdiri dari lima perilaku sebagai berikut penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup. Kelima jenis perilaku tersebut tampak mengandung tumpang tindih dan juga berisi kemampuan kognitif. 

Mahasiswa yang belajar akan memperbaiki kemampuan internalnya yang efektif. Selain itu untuk menilai pencapaian nilai-nilai budaya unggul dan karakter didasarkan pada indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur dan unggul di suatu semester dirumuskan dengan "mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat/diamati/dipelajari/dirasakan saat belajar baik teori atau praktikum dan selalu terdepan dalam menjawab pertanyaan dosen serta mampu menjelaskan kepada mahasiswa lain saat mahasiswa tersebut presentasi mengenai matari ajar tertentu yang telah disiapkan sebelumnya atau tidak", maka dosen mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang mahasiswa itu jujur mewakili perasaan dirinya atau hanya ulasan keterpaksaan serta menyampaikan apa adanya yang tidak berasal dari konsep bahan ajar yang telah ditetapkan. Ini berarti bahwa tujuan instructional pendidikan yang memiliki budaya dan berkarakter harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum masing-masing satuan pendidikan. Pada akhirnya kurikulum menjembatani tujuan tersebut dengan praktek pengalaman belajar nyata di lapangan.

Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karakter karena sasarannya adalah peningkatan kualitas SDM. Oleh karena itu, pendidikan juga merupakan jalur tengah pembangunan dari seluruh sektor pembangunan. Pembangunan lazimnya diasosiasikan dengan pembangunan kesehatan, ekonomi dan industri yang selanjutnya diasosiasikan dengan dibangunnya rumah sakit, pabrik,  jalanan, jembatan, alat transportasi, komunikasi dan sejenisnya. Sedangkan hal yang mengenai sumberdaya manusia tidak secara langsung terlihat sebagai sasaran pembicaraan. Padahal banyak bukti yang dialami oleh banyak Negara menunjukkan bahwa kemajuan di bidang ekonomi dan industri yang ditandai dengan kenaikan pendapatan Negara. 

Pendidikan mengarah ke dalam diri manusia, sedangkan pembangunan mengarah keluar yaitu kelingkungansekitar manusia. Hasil pendidikan dapat menunjang pembangunan dan sebaliknya hasil pembangunan dapat menunjang usaha pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dialami sesorang, semakin baik kondisi ekonominya. Potensi-potensi kebaikan yang perlu dikembangkan aktualisasinya seperti berpendirian, rasa bebas yang bertanggungjawab, kejujuran, toleransi, rendah hati, tenggang rasa, kemampuan bekerjasama, menerima, melaksanakan kewajiban sebagai keniscayaan, dan menghormati hak orang lain serta memiliki jiwa bela negara. 

Peranan pendidikan memungkinkan berubahnya potensi manusia menjadi aksidensi dari naluri menjadi nurani, sehingga manusia menjadi "human capital" atau modal utama pembangunan yang manusiawi. Presiden Jokowi Widodo mengatakan dalam suatu kegiatan bahwa pendidikan akan menghasilkan SDM yang bertakwa, religius, bermartabat dan  berketuhanan YME yang akan menunjang pembangunan dan hasil pembangunan dapat menunjang pendidikan nasional yang berbudaya dan berkarakter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun