Kisah ini terjadi pada tahun 1999, tahun pertama saya menjadi anggota DPRD Kota Banjarmasin periode kedua (1999-2004). Saat itu saya dipercaya pimpinan partai menjadi anggota panitia anggaran, sekaligus ketua Komisi A.
Ketika ikut rapat membahas RAPBD, perhatian tiba-tiba terfokus pada proyek yang sangat penting bagi masyarakat banyak yang berada di pinggiran kota Banjarmasin. Namun, anehnya anggaran yang disiapkan sangat kecil dan tidak layak. Proyek itu bernama “Rehabilitasi jalan lingkungan dan titian ulin”.
Anggaran yang disediakan hanya seratus juta rupiah untuk lima puluh kelurahan. Berarti untuk satu kelurahan anggarannya rata-rata hanya dua juta rupiah. Mana cukup? Sungguh sangat memprihatinkan! Model penganggaran seperti ini jelas harus dikritisi oleh seorang wakil rakyat. Bukankah wakil rakyat itu mengemban amanah untuk menjaga kepentingan rakyat yang diwakilinya?
Kisah perjuangan sedikit lucu, tetapi seru, pun terjadi. Lucu-lucu agak bloon, gitu. Namun, hasilnya jelas bermanfaat besar bagi masyarakat kota Banjarmasin.
Nah, dalam rapat anggaran yang pertama kali diikuti itulah, saya sungguh terkejut melihat adanya anggaran yang sangat kecil untuk kegiatan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat banyak itu. Saya langsung tergerak mengangkat tangan minta waktu bicara.
"Silakan Pak Taufik," kata pimpinan rapat.
Saya pun langsung menyampaikan pertanyaan rada bloon. Pertanyaan yang seharusnya tidak perlu ditanyakan karena semua anggota panitia anggaran harusnya sudah tahu jawabannya.
"Apakah RAPBD yang kita bahas ini sudah fiks atau tidak bisa berubah lagi angka-angkanya?” Benar 'kan pertanyaan yang bodoh alias bloon?
"Tidak," jawab pimpinan rapat, "silakan kalau mau menyampaikan usulan."
"Alhamdulillah, saya ingin menyampaikan usulan penambahan anggaran proyek rehabiltasi jalan lingkungan dan titian ulin karena proyek ini sangat vital untuk kepentingan rakyat....” Dilanjutkan dengan penjelasan sedikit panjang mengapa penambahan anggaran proyek itu diusulkan.
Intinya program itu sangat diperlukan oleh masyarakat pinggiran kota Banjarmasin, apalagi saat musim hujan dan pasang dalam. Namun, anggarannya sangat tidak memadai, hanya seratus juta rupiah.