Mohon tunggu...
taufik hidayat
taufik hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis politik dan penggiat pendidikan

Pernah menjadi anggota DPRD Kota Banjarmasin periode 1997-1999, 1999-2004 dan ketua DPRD Kota Banjarmasin periode 2004-2009. Sekarang aktif sebagai ketua BPPMNU (Badan Pelaksana Pendidikan Ma'arif NU) Kota Banjarmasin dan ketua Yayasan Pendidikan Islam SMIP 1946 Banjarmasin

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Puisi Lagi, Dunia Lama Kini Kembali

20 Oktober 2020   22:48 Diperbarui: 20 Oktober 2020   22:57 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Oleh Taufik Hidayat

Kemaren  aku menulis puisi lagi, setelah beberapa hari yang lalu menulis puisi juga. Saat itu aku mengomentari tulisan Pak Cahyadi Takariawan di Grup WA KMO Basic Batch 35, dengan puisi yang berjudul "Puisi". Judul yang simpel sekali. Sepertinya tidak pingin susah-susah mencari. Hehe

Puisi di KMO BB 35 itu kemudian kumuat lagi dalam artikelku yang berjudul "Menulis Puisi, Mengenal Diri". Bersama dengan puisiku, kumasukkan juga puisi berantai teman-teman yang berjudul "Menunggu Waktu". Puisi yang pasti seru, karena menulisnya saja keroyokan atau beramai-ramai.

Mulai hari kemaren,  aku sepertinya akan kembali ke dunia lama, yang telah sekian lama menghilang. Dunia menulis rangkaian kata-kata indah, irit kata, tetapi  kaya makna.

Kemaren  aku ditarik oleh grup facebook literasi perpuisan "Senandung Pensyair Indonesia (SPI)", untuk ikut membuat puisi di sana. Ah! Ge-er kamu Taufik...

Apakah puisiku yang dimuat di grup SMA ini cukup hebat, sehingga aku juga diminta bergabung di SPI? Jawabannya, bisa ya dan bisa juga tidak.

Pertama, sebelum lebih lanjut, perlu kuralat dulu. Aku sebenarnya tidak diminta oleh SPI, tetapi  ditag oleh sahabat Niniek Sutarti  dalam statusnya, dua hari yang lalu. Statusnya itu memberitahukan tentang Even Perdana  SPI dalam rangka menyambut peringatan Sumpah Pemuda 2020.

SPI merupakan grup facebook literasi perpuisian yang mempunyai visi, "Merajut ragam imajinasi pensyair guna menciptakan rasa persaudaraan".

SPI ini mempunyai misi :

1. Belajar bareng menjadi penulis yang beradab

2. Bersama membangun dunia literasi dengan landasan *saling berbagi*

3. Wujud silaturahmi dalam ragam karya imaji

 4. Bebas berkarya sesuai habitat dan kemerdekaan hati nurani.

5. Penguatan terhadap penulis, tanpa sekat stratifikasi sosial.

Nah, kembali ke pertanyaan, apakah puisiku yang di dimuat di grup SMA ini pertama kali itu, cukup hebat, sehingga aku lalu diminta bergabung di SPI? Dalam kalimat lain, apakah aku memang layak untuk bergabung di SPI?

Jawaban sesungguhnya ada pada Mba Niniek Sutarti, penulis sekaligus editor itu. Semoga beliau berkenan memberikan jawaban, atas dasar apa mentag aku dalam statusnya.

Aku hanya menduga-duga sekaligus berharap, semoga karena memang aku layak. Puisiku dinilai cukup bagus, dan penulisnya punya potensi juga jadi pensyair yang bagus. Alhamdulillah. Berarti jawabannya, ya!

Tetapi, kalau sebaliknya, semoga tidak,  aku ditag hanya untuk memenuhi persyaratan. Untuk berpartisipasi di even gelaran SPI itu, calon peserta harus membuat status yang wajib mentag minimal 10 anggota grup literasi yang aktif. Kalau ini, berarti jawabannya, tidak!

Aku cenderung berpendapat ya, karena sebagai editor, tentu beliau tidak sembarangan melakukan sesuatu, termasuk memilih orang yang perlu ditag. Alhamdulillah, orang yang ditag itu termasuk aku.

Aku wajib berterima kasih dengan sahabat Niniek Sutarti. Beliaulah yang membukakan jalan buatku untuk bergabung di SPI dan membuat aku kembali menulis  puisi dan mencintainya. Sesuatu yang pernah hilang itu.

Seperti yang sudah sering kuceritakan, dulu, ketika masih smp, aku sudah mulai menulis puisi. Tepatnya saat aku sekolah di SMIP 1946 Banjarmasin, sekitar tahun 1975-an. Bahkan aku pernah menjadi juara deklamasi, dengan puisi karyaku sendiri.

Puisi-puisi yang kubuat, sering kuantar ke RRI Nusantara 3 Banjarmasin, untuk ikut dibacakan pada acara Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni. Ya, kuantar langsung, bukan di kirim lewat pos, atau di kirim lewat aplikasi internet seperti saat ini.

Artinya, aktifitas membuat puisi memang sesuatu yang secara khusus dilakukan. Beda jauh dengan sekarang, bikin, upload, selesai.

Selain diantar ke RRI Nusantara 3 Banjarmasin itu, yang lumayan juga jauhnya dari rumah, puisi karyaku pernah juga kukirim via pos ke  majalah Panjimas di Jakarta. Alhamdulillah, puisiku dimuat dan aku dapat kiriman majalahnya beserta weselpos untuk honornya.

Artinya, lagi-lagi aktifitas menulis puisi itu adalah sesuatu yang serius dilakukan. Bayangkan anak smp dengan kondisi orang tua yang jauh dari berkecukupan, mau merogoh kantong untuk beli pranko.

Sayangnya, aktifitas ini tidak berlangsung lama, karena aku pindah ke dunia lain. Dunia yang jauh dari rasa seni. Aku pindah jalur. Aku masuk ke jalur pendidikan yang jauh dari dunia seni budaya.

Pada masa smp itu, aku sekolah di sebuah madrasah setingkat PGA 4 Tahun. Berarti, kalau tetap melaju di jalur ini, akan melanjutkan ke PGA 6 Tahun, Kalau lanjut lagi sesuai jalur, kuliah di Fakultas Tarbiyah IAIN. Berarti tetap berada di jalur pendidikan, Berarti akan selalu dekat dengan dunia seni budaya, dan insya Allah akan tetap dekat dengan puisi.

Tanpa bermaksud menyesali, hanya sekedar menceritakan, Aku yakin kita boleh merencanakan, tetapi Allah SWT yang berhak untuk menentukan. Semua pasti ada hikmahnya. Singkat cerita, aku bukan lanjut ke PGA 6 Tahun, tetapi masuk ke sebuah smk farmasi, SMF-ISFI Banjarmasin.

Nah, di smk farmasi inilah aktifitas menulis puisi itu berhenti. Aku betul-betul harus konsentrasi belajar untuk mengikuti pelajaran di sana, dengan mata pelajaran yang sangat banyak. Bisa jadi hampir 2 x banyaknya dari sma, dan insya Allah juga masih lebih banyak dari smk yang lain.

Di sma dan smk pada umumnya, orang hanya belajar dua bahasa,  Indonesia dan Inggris.  Di smk farmasi kami  juga harus belajar bahasa Latin. Bahasa yang tidak hidup lagi dalam dunia pergaulan, tetapi hidup dan dipelihara di dunia ilmu pengetahuan.

Anda tentu sering mendengar istilah "obat generik", itu berarti obat masih dengan nama aslinya, memakai bahasa latin. Contoh, Acetaminophen. Itu nama generik atau nama dalam bahasa latin dari Paracetamol dan Panadol. Sedang Paracetamol dan Panadol dikenal sebagai obat paten. Nama dagang dari perusahaan farmasi tententu.

Sebuah nama latin dari obat tertentu, biasanya memiliki banyak nama paten. Di dunia farmasi dikenal dengan sebutan sinonim. Ini harus dihapalkan oleh pelajar farmasi seperti aku waktu itu,

Pelajaran lain begitu juga, relatif lebih banyak dari sekolahan lain. Khususnya ya pelajaran kefarmasian itu sendiri. Ditambah praktek meracik obat, yang memerlukan konsentrasi tingkat tinggi. Kesalahan disini, bisa membahayakan nyawa orang, saat kita bekerja nantinya.

Lanjut kuliah, aku mengambil disiplin ilmu hukum. Lagi-lagi jauh dari dunia seni budaya, apalagi puisi. Kemudiah aktif bekerja di dunia politik yang penuh hiruk pikuk itu, maka aku semakin menjauh lagi.

Alhamdulillah, setelah belajar di KMO, jalan-jalan ke SMA,lanjut ke SPI, dunia lama itu kembali lagi. Namun, ada hal yang terasa beda, dulu hanya menulis puisi, ya puisi saja, kini, insya Allah dengan menulis puisi, aku akan bisa menulis artikel juga, lanjutan dari menulis puisi itu.

Dari satu puisi yang dibuat, Insya Allah bisa dilahirkan satu atau lebih artikel lanjutannya. Bagaimana bisa? Insya Allah akan kuceritakan pada tulisan selanjutnya.

Semoga ada manfaatnya. Aamiin YRA

Bjm, 20/10/2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun