Oleh Taufik Hidayat, Banjarmasin
Minggu tanggal 11 Oktober 2020, Pak Cahyadi Takariawan menayangkan tulisan tentang  Mengenali Diri Sendiri Lewat Puisi di kelas KMO Basic Batch 35. Tulisan selengkapnya bisa dibaca di Ruang Menulis Pak Pak Cah https://ruangmenulis.id/mengenali-diri-sendiri-lewat-puisi/
Tulisan itu menyentuh jiwa seniku yang lama terpendam, lebih dari 40 tahun yang lalu. Ya, sejak SMP aku sudah menulis puisi. Puisiku selain dikirim ke acara Untaian Mutiara RRI Nusantara 3 Banjarmasin, juga pernah kukirim ke Majalah Panjimas Jakarta.Â
Puisiku dimuat dan aku mendapatkan kiriman majalah dan wesel pos untuk honornya. Maklumlah waktu itu belum lazim rekening bank, hehe
Sayangnya memang, karena aku berangkat ke dunia lain -- maksudnya aktifitas lain yang jauh dari aktifitas seni - kegemaran membuat puisi itu hilang. Hanya sesekali muncul, misalnya pada saat hari jadi kota Banjarmasin. Aku lupa tahunnya, yang pasti antara tahun 2004-2009.Â
Saat itu kutulis puisi dan dibacakan oleh ketua dewan pada pidato resmi hari jadi. Ketua dewan itu aku masih ingat, ya, karena orang itu adalah aku sendiri. Hehe
***
Nah, setelah membaca tulisan Pak Cah tersebut diatas, dalam waktu sangat singkat, terciptalah puisiku berikut ini, yang langsung kukirim menanggapi tulisan beliau.
Puisi
Oleh Taufik Hidayat
puisiku
puisi kamu
puisi kita
cermin siapa kita
bagaimana kita
mau apa kita
dengan puisi itu
kadang kita rangkai kata-kata sendu
mendayu-dayu
mengharu biru
melewati batas ruang dan waktu
dengan puisi kita
kita rangkai kata demi kata
ungkap berbagai rasa
suka
duka
gembira
nestapa
padat kata, sarat makna
dengan puisilah
kita hempaskan rasa lelah
kita terbangkan keluh kesah
kita bagi berbagai kisah
pokoknya, apalah apalah
kita tuliskan dengan begitu indah
puisi
adalah jati diri
kata Pak Cah pagi ini
Bjm, 11/10/2020
***
"Yang ini sangat indah... pak kiper..." komentar sahabat Mugi Eka.Â
"Langsung action pak taufik, tersalurkan aspirasi yg terpendam selama ini ya lewat tulisan dan karya. Â Selamat berkarya terus ya pak!" Sahut Maini Yarsi
"luaaarrr biassa.mantap bapak," Â sambung Vera Syukriana.
"Wow. Bisa puitis juga babeh," ucap ibu wasit Eli Halimah.Â
Ibu Eli Halimah, di grup wa swasta -- grup inisiatif sendiri, bukan buatan admin KMO -- Grup Bikin Antologi KMO 35, memang diberi gelar sebagai ibu wasit. Ya, karena beliau yang paling kuat dedikasinya untuk memberikan masukan terhadap naskah teman-teman yang dikirimkan.
Sambutan teman-teman yang begitu menyenangkan itulah yang membuat aku  kembali tertarik untuk menulis puisi lagi. Apalagi menulis puisi itu, seperti kata Pak Cah dalam tulisannya itu,  adalah salah satu cara kita untuk menelisik ke dalam diri sendiri. Kondisi diri kita tercermin penuh lewat puisi.
"Good..." Kata Pak Cahyadi Takariawan.
Komentar itulah yang membuatku hampir melompat kegirangan. Bagiku itu tentu bukanlah komentar sembarangan. Bukan komentar basa-basi untuk sekedar menyenangkan.Â
Pak Cah tentu tidak mau sembarangan mempertaruhkan kredibilitas beliau sebagai guru sekaligus penulis kenamaan, untuk menulis komentar asal-asalan.
Antusias menulis puisi ternyata juga menghinggapi teman-teman di KMO Basic Batch 35. Secara beramai-ramai mereka membuat puisi berantai berikut ini.
Menunggu Waktu
Aku tak tahu
Siapa gerangan engkau
Yang selalu hadir di bilik ingatanku
Tapi
Siapa pula yang mau tahu
Kalau aku tak tahu
Siapakah kamu
Meski kau tak tahu
Kalau aku akan selalu ada untukmu
Dan berharap secercah nyali
Apa pun itu
Hingga ku jadi tahu
Kalau kau juga tahu
Satu yang ku mau
Kau selamanya tahu
Bahwa kau selalu bersemayam di sukmaku
Di sini
Aku menunggu dalam gagu
Merawat rasa agar tak layu
Hingga waktu menarik ragaku
Untuk segera bertemu sang buah perindu
Aku tak ingin ini bagai hasrat semata
Kuharap ini bisa menjadi nyata
Tanpa pura-pura
Dan juga air mata
Keraguanmu membuat ini menjadi semu.
Terkadang aku merasa lelah menunggu.
Tapi
Untuk memulai pun
Aku sedikit malu
Walau hanya sekedar bertemu
Ajari aku tuk bisa menuai harapan kita
Yang Insha Allah akan menjadi nyata
Entah kapan
Aku dapat mengukir cerita indah bersamamu
Sampai pada batas bahagia yang tidak semu
Jangan beri aku harapan palsu
Sampai kapan aku harus menunggu
Dalam detik-detik tak menentu
Kuharap hadirmu
Walau sampai pada penghujung rindu
Merubah pilu menjadi syahdu
Beri jawaban dan kepastian untukku
Dan
Kan kupegang janji itu
Semoga harapku tak berbuah hirap
Aku ingin tetap bersamamu
Memadu cinta
Mesra
Selalu
Ada banyak hal di luar nalar
Logika tak lagi ada
Jangkauan manusia tak lagi kuasa
Termasuk aku dan kamu
Aku dengan panjannya angan
Namun tak bisa kugapai dengan tangan
Mendadak ditetak beku saat bertemu
Dan meradang saat kehilangan bayang
Ternyata kau hanyalah bayangan semu
Terpaksa rindu ini aku pendam Sampai ia menyatu dalam pertemuan.
Ya, pertemuan
Walau hanya khayal dan mimpi.
Terima kasih Tuhan
Di sini Engkau kumpulkan aku dan rinduku
Hanya satu pintaku
Semoga ini menjadi awal yang baik untukku
***
Penulisan puisi itu semoga tidak hanya semata-mata pertanda jiwa seni berpuisi kembali bergelora, tetapi lebih jauh dari itu, sebagaimana harapan Pak Cah, kami semua bisa lebih mengenal diri. Â
Bukankah mengenal diri itu memang sangat penting. Bukankah ada ungkapan man arofa nafsahu, arofa robbahu (siapa yang mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya).
Ya, menulis puisi bukanlah sekedar merangkai kata-kata indah mempesona tanpa makna. Namun, tentunya ekspresi dari perenungan yang mendalam terhadap berbagai keadaan yang menarik perhatian.Â
Puisi tentu akan mencerminkan pandangan kita terhadap sesuatu yang kita tuliskan. Puisi kita adalah jati diri kita.
Benar kata Pak Cah, salah satu cara kita untuk menelisik ke dalam diri sendiri adalah melalui puisi. Kondisi diri kita tercermin penuh lewat puisi. Â
Saat kita memilih kata-kata, merangkainya menjadi sebuah puisi, akan tercipta karya yang menggambarkan kondisi diri kita. Sedih, marah, terluka, kecewa, atau bahagia dan berbunga-bunga.
Dengan menulis puisi, kita bisa belajar mengenal diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri, semoga kita bisa belajar mengenal Ilahi Robbi.
Semoga bisa! Aamiin YRA
Bjm, 13/10/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H