Mohon tunggu...
taufik hidayat
taufik hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis politik dan penggiat pendidikan

Pernah menjadi anggota DPRD Kota Banjarmasin periode 1997-1999, 1999-2004 dan ketua DPRD Kota Banjarmasin periode 2004-2009. Sekarang aktif sebagai ketua BPPMNU (Badan Pelaksana Pendidikan Ma'arif NU) Kota Banjarmasin dan ketua Yayasan Pendidikan Islam SMIP 1946 Banjarmasin

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Puisi, Mengenal Diri

13 Oktober 2020   20:41 Diperbarui: 14 Oktober 2020   11:18 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Oleh Taufik Hidayat, Banjarmasin

Minggu tanggal 11 Oktober 2020, Pak Cahyadi Takariawan menayangkan tulisan tentang  Mengenali Diri Sendiri Lewat Puisi di kelas KMO Basic Batch 35. Tulisan selengkapnya bisa dibaca di Ruang Menulis Pak Pak Cah https://ruangmenulis.id/mengenali-diri-sendiri-lewat-puisi/

Tulisan itu menyentuh jiwa seniku yang lama terpendam, lebih dari 40 tahun yang lalu. Ya, sejak SMP aku sudah menulis puisi. Puisiku selain dikirim ke acara Untaian Mutiara RRI Nusantara 3 Banjarmasin, juga pernah kukirim ke Majalah Panjimas Jakarta. 

Puisiku dimuat dan aku mendapatkan kiriman majalah dan wesel pos untuk honornya. Maklumlah waktu itu belum lazim rekening bank, hehe

Sayangnya memang, karena aku berangkat ke dunia lain -- maksudnya aktifitas lain yang jauh dari aktifitas seni - kegemaran membuat puisi itu hilang. Hanya sesekali muncul, misalnya pada saat hari jadi kota Banjarmasin. Aku lupa tahunnya, yang pasti antara tahun 2004-2009. 

Saat itu kutulis puisi dan dibacakan oleh ketua dewan pada pidato resmi hari jadi. Ketua dewan itu aku masih ingat, ya, karena orang itu adalah aku sendiri. Hehe

***

Nah, setelah membaca tulisan Pak Cah tersebut diatas, dalam waktu sangat singkat, terciptalah puisiku berikut ini, yang langsung kukirim menanggapi tulisan beliau.

Puisi

Oleh Taufik Hidayat

puisiku

puisi kamu

puisi kita

cermin siapa kita

bagaimana kita

mau apa kita

dengan puisi itu

kadang kita rangkai kata-kata sendu

mendayu-dayu

mengharu biru

melewati batas ruang dan waktu

dengan puisi kita

kita rangkai kata demi kata

ungkap berbagai rasa

suka

duka

gembira

nestapa

padat kata, sarat makna

dengan puisilah

kita hempaskan rasa lelah

kita terbangkan keluh kesah

kita bagi berbagai kisah

pokoknya, apalah apalah

kita tuliskan dengan begitu indah

puisi

adalah jati diri

kata Pak Cah pagi ini

Bjm, 11/10/2020

***

"Yang ini sangat indah... pak kiper..." komentar sahabat Mugi Eka. 

"Langsung action pak taufik, tersalurkan aspirasi yg terpendam selama ini ya lewat tulisan dan karya.  Selamat berkarya terus ya pak!" Sahut Maini Yarsi

"luaaarrr biassa.mantap bapak,"  sambung Vera Syukriana.

"Wow. Bisa puitis juga babeh," ucap ibu wasit Eli Halimah. 

Ibu Eli Halimah, di grup wa swasta -- grup inisiatif sendiri, bukan buatan admin KMO -- Grup Bikin Antologi KMO 35, memang diberi gelar sebagai ibu wasit. Ya, karena beliau yang paling kuat dedikasinya untuk memberikan masukan terhadap naskah teman-teman yang dikirimkan.

Sambutan teman-teman yang begitu menyenangkan itulah yang membuat aku  kembali tertarik untuk menulis puisi lagi. Apalagi menulis puisi itu, seperti kata Pak Cah dalam tulisannya itu,  adalah salah satu cara kita untuk menelisik ke dalam diri sendiri. Kondisi diri kita tercermin penuh lewat puisi.

"Good..." Kata Pak Cahyadi Takariawan.

Komentar itulah yang membuatku hampir melompat kegirangan. Bagiku itu tentu bukanlah komentar sembarangan. Bukan komentar basa-basi untuk sekedar menyenangkan. 

Pak Cah tentu tidak mau sembarangan mempertaruhkan kredibilitas beliau sebagai guru sekaligus penulis kenamaan, untuk menulis komentar asal-asalan.

Antusias menulis puisi ternyata juga menghinggapi teman-teman di KMO Basic Batch 35. Secara beramai-ramai mereka membuat puisi berantai berikut ini.

Menunggu Waktu

Aku tak tahu

Siapa gerangan engkau

Yang selalu hadir di bilik ingatanku

Tapi

Siapa pula yang mau tahu

Kalau aku tak tahu

Siapakah kamu

Meski kau tak tahu

Kalau aku akan selalu ada untukmu

Dan berharap secercah nyali

Apa pun itu

Hingga ku jadi tahu

Kalau kau juga tahu

Satu yang ku mau

Kau selamanya tahu

Bahwa kau selalu bersemayam di sukmaku

Di sini

Aku menunggu dalam gagu

Merawat rasa agar tak layu

Hingga waktu menarik ragaku

Untuk segera bertemu sang buah perindu

Aku tak ingin ini bagai hasrat semata

Kuharap ini bisa menjadi nyata

Tanpa pura-pura

Dan juga air mata

Keraguanmu membuat ini menjadi semu.

Terkadang aku merasa lelah menunggu.

Tapi

Untuk memulai pun

Aku sedikit malu

Walau hanya sekedar bertemu

Ajari aku tuk bisa menuai harapan kita

Yang Insha Allah akan menjadi nyata

Entah kapan

Aku dapat mengukir cerita indah bersamamu

Sampai pada batas bahagia yang tidak semu

Jangan beri aku harapan palsu

Sampai kapan aku harus menunggu

Dalam detik-detik tak menentu

Kuharap hadirmu

Walau sampai pada penghujung rindu

Merubah pilu menjadi syahdu

Beri jawaban dan kepastian untukku

Dan

Kan kupegang janji itu

Semoga harapku tak berbuah hirap

Aku ingin tetap bersamamu

Memadu cinta

Mesra

Selalu

Ada banyak hal di luar nalar

Logika tak lagi ada

Jangkauan manusia tak lagi kuasa

Termasuk aku dan kamu

Aku dengan panjannya angan

Namun tak bisa kugapai dengan tangan

Mendadak ditetak beku saat bertemu

Dan meradang saat kehilangan bayang

Ternyata kau hanyalah bayangan semu

Terpaksa rindu ini aku pendam Sampai ia menyatu dalam pertemuan.

Ya, pertemuan

Walau hanya khayal dan mimpi.

Terima kasih Tuhan

Di sini Engkau kumpulkan aku dan rinduku

Hanya satu pintaku

Semoga ini menjadi awal yang baik untukku

***

Penulisan puisi itu semoga tidak hanya semata-mata pertanda jiwa seni berpuisi kembali bergelora, tetapi lebih jauh dari itu, sebagaimana harapan Pak Cah, kami semua bisa lebih mengenal diri.  

Bukankah mengenal diri itu memang sangat penting. Bukankah ada ungkapan man arofa nafsahu, arofa robbahu (siapa yang mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya).

Ya, menulis puisi bukanlah sekedar merangkai kata-kata indah mempesona tanpa makna. Namun, tentunya ekspresi dari perenungan yang mendalam terhadap berbagai keadaan yang menarik perhatian. 

Puisi tentu akan mencerminkan pandangan kita terhadap sesuatu yang kita tuliskan. Puisi kita adalah jati diri kita.

Benar kata Pak Cah, salah satu cara kita untuk menelisik ke dalam diri sendiri adalah melalui puisi. Kondisi diri kita tercermin penuh lewat puisi.  

Saat kita memilih kata-kata, merangkainya menjadi sebuah puisi, akan tercipta karya yang menggambarkan kondisi diri kita. Sedih, marah, terluka, kecewa, atau bahagia dan berbunga-bunga.

Dengan menulis puisi, kita bisa belajar mengenal diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri, semoga kita bisa belajar mengenal Ilahi Robbi.

Semoga bisa! Aamiin YRA

Bjm, 13/10/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun