Beras bahkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia adalah kebutuhan mutlak. Masih dari Gramedia.com, dikatakan jelas bahwa kebutuhan mutlak adalah kebutuhan yang tidak boleh tidak terpenuhi sebab akan mengancam kelangsungan hidup. Contohnya adalah makan dan minum. Bertalian dengan ini, kita sama-sama tahu bahwa orang Indonesia makan mayoritas dengan nasi yang berasal dari beras. Sehingga ada ungkapan yang jamak terdengar, "Jika tidak makan nasi, namanya tidak makan"
Nah, menyimak demikian, Dedi Mulyadi seharusnya malu mengungkapkan itu kepada media. Calon DPR Dapil 7 Jawa Barat yang sepertinya akan menjadi caleg dengan suara terbanyak di Jawa Barat dan bahkan nasional 2024 itu terlalu memaksakan pernyataannya bahkan dengan mengonfirmasikannya lagi kepada Kompas.com.
Rakyat menjerit karena kebutuhan primer atau kebutuhan mutlak mereka terganggu dengan kenaikan harga beras sebagai pilar utama makanan pokok Indonesia. Rakyat marah dan mengkritik pada pemerintah. Rakyat perlu kedamaian dengan stabilisasi kebutuhan yang mendasar. Hal inilah yang urgen untuk diatasi bukan malah lari ke masalah skincare atau HP dan motor.
Dedi Mulyadi tidak layak menyebutkan skincare, rokok, HP, motor bahkan baju di tengah kesulitan masyarakat saat ini. Semua itu bisa ditunda untuk dibeli. Namun beras apakah bisa ditunda-tunda? Dedi tampaknya terus dan masif membela pemerintah dan lantas memutarbalikkan fakta dengan menuding masyarakat tidak menghargai petani dan tidak peduli tentang eksistensi sawah.
Esensi Skincare
Skincare adalah serangkaian kegiatan perawatan kulit guna menjaga kesehatan dan tampilan kulit dan mengatasi masalah pada kulit. Skincare kerap meliputi produk kecantikan untuk kesehatan kulit. Harganya bervariasi, ada yang buatan tangan dengan harga yang terjangkau dan ada yang produk pabrikan dengan harga yang terbilang mahal dan ada juga dengan harga fantastis seperti sindiran Dedi Mulyadi.
Skincare dibandingkan dengan harga beras saat ini tentu tidak selayaknya, tidak sebanding dan atau tidak relevan. Rakyat merasa dunianya kiamat karena mereka khawatir tidak dapat membeli beras dengan harga yang saat ini beredar. Mereka berpikir keras bagaimana mengadakan beras di rumah. Apakah besok bisa membeli beras? Apakah uang ini cukup untuk membeli beras?
Lempar batu sembunyi tangan ala Dedi Mulyadi adalah tameng untuk melindungi pemerintah. Namun hal ini dijawab secara terpisah oleh DPD RI, Dedi Iskandar Batubara seperti dikutip dari suarasurabaya.net. Pemerintah menurutnya tidak tajam menerawang kejadian di masa depan utamanya mengantisipasi kenaikan harga beras karena kejadian ini telah berulang dan menjadi siklus.
Ia mengkritik pemerintah yang selalu menyalahkan El Nino. Menurutnya pemerintah terlalu menyerahkan harga bahan pokok kepada mekanisme pasar sehingga keuntungan tidak dialami maksimal oleh petani melainkan pedagang dan distributor. Ia menilai jika kenaikan beras terjadi harusnya petani yang mendapatkan untung tapi kenyataannya banyak petani yang masih beredar di garis kemiskinan.
Tidak sampai disana, anggota komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah mengatakan seharusnya pemerintah mampu mewujudkan kedaulatan pangan dengan meningkatkan produktivitas pertanian. Politik anggaran juga jauh dari kata ideal sehingga ia menyimpulkan pemerintah tidak cukup serius mengantisipasi hal ini. Kebijakan impor bahan pangan menurutnya juga jauh dari langkah solutif dalam upaya kedaulatan pangan untuk negeri ini.