Untuk menyelenggarakan pemilu, dibentuklah suatu badan penyelenggara pemilu, berdasarkan pedoman Surat Edaran Menteri Kehakiman No. JB.2/9/4 Und.Tanggal 23 April 1953 dan 5/11/37/KDN tanggal 30 Juli 1953 , yaitu:
    Panitia Pemilihan Umum Indonesia (PPI): mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota DPR. Keanggotaan PPI sekurang-kurangnya 5 orang dan paling banyak 9 orang, selama masa kerja 4 tahun.
    Panitia Pemilihan (PP) : dibentuk di setiap daerah pemilihan untuk membantu mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan anggota konstituen dan anggota DPR. Susunan anggotanya paling sedikit 5 orang dan sebanyak 7 orang anggota, dengan masa kerja 4 tahun.
    Panitia Pemilihan Daerah (PPK) dibentuk di setiap daerah pemilihan oleh Menteri Dalam Negeri yang bertugas membantu Panitia Pemilihan dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan anggota konstitusi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
    Panitia Pemungutan Suara (PPS) dibentuk di setiap kecamatan oleh Menteri Dalam Negeri dengan tugas mengelola daftar pemilih, membantu persiapan pemilihan anggota UUD dan anggota DPR, serta menyelenggarakan pemungutan suara. . Keanggotaan PPS minimal 5 orang anggota dan kecamatan karena kedudukannya sebagai ketua anggota PPS. Wakil Ketua dan anggota diangkat dan diberhentikan oleh Panitia Pemilihan Distrik atas nama Menteri Dalam Negeri.
Â
PELAKSANAAN PEMILU UMUM 1955
Ini merupakan pemilu pertama sepanjang sejarah Indonesia. Saat itu, Negara Republik Indonesia berusia 10 tahun. Jika dikatakan Pemilu adalah syarat minimal eksistensi demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun tersebut Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan itu. Jelas terlihat bahwa tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamirkan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerintah saat ini telah menyatakan keinginannya untuk dapat menyelenggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal ini tercantum dalam Informasi X, atau Informasi Wakil Presiden. Mohammad Hatta pada tanggal 3 November 1945 yang berisi rekomendasi pembentukan partai politik. Informasinya menyebutkan, pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan digelar
Namun, bertentangan dengan tujuan Deklarasi X, pemilu tahun 1955 diadakan dua kali. Yang pertama, pada tanggal 29 September 1955, terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Yang kedua, 15 Desember 1955 dipilih menjadi anggota Majelis Konstituante. Dalam Proklamasi
Keterlambatan dan "penyimpangan" ini bukan tanpa alasan. Kendala ini ada, asalkan dari dalam negeri juga ada faktor luar negeri. Sumber permasalahan internal antara lain belum adanya instrumen hukum yang mengatur penyelenggaraan Pemilu dan belum stabilnya keamanan nasional. Yang kurang penting, alasan internal bersifat kompetitif dan kompetitif. Karena secara lahiriah akibat invasi kekuatan asing dan mengharuskan negara ini terlibat perang.
Kegagalan menyelenggarakan pemilihan umum pertama bulan Januari 1946 yang diamanatkan Deklarasi 3 November 1945, sekurang-kurangnya 2 (dua) hal :