Ilmu Faraidh: Kedudukan dan Hukum Kajiannya
Ilustrasi tentang Ilmu Faraidh.
Bogor LBH HIDAYAH. Islam menaruh perhatian terhadap berbagai permasalahan di kalangan umatnya, termasuk permasalahan warisan yang dapat menimbulkan konflik. Oleh karena itu, ada ilmu khusus yang membahas tentang waris, yaitu faraidh.
Dalam buku Rangkuman Fiqih Lengkap II karya Syekh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, asal kata 'faraidh' adalah 'fardh' yang artinya mengukur. Jadi 'faraidh' adalah bagian yang bisa diukur menurut syariat bagi pemiliknya.
Untuk mendefinisikan ilmu faraidh sendiri adalah ilmu membagi harta warisan sesuai dengan kaidah fikih, dengan mengetahui cara menghitung pembagian kepada penerima (ahli waris).
Kata 'faraidh' dikutip dari buku Pengertian Ilmu Faraidh karya H. A. Kadir yang artinya 'mafudhah' yang artinya bagian-bagian yang telah ditentukan dari segi kuantitasnya. Sedangkan menurut istilah 'faraidh' adalah istilah bagian yang ditentukan oleh hukum syariah bagi ahli waris.
Jadi ilmu faraidh adalah ilmu yang berkaitan dengan pembagian harta warisan, ilmu tentang cara perhitungan yang dapat menyelesaikan pembagian harta warisan dan ilmu tentang bagian-bagian harta warisan yang pantas bagi setiap orang yang mempunyai hak.
Selain itu ilmu faraidh juga biasa disebut dengan ilmu waris. Arti kata 'mewarisi' adalah abadi, atau memindahkan sesuatu dari satu orang ke orang lain. Hal-hal yang mengalir di sini tidak hanya berarti kekayaan, tetapi juga ilmu pengetahuan, kemuliaan dan hal-hal non-materi lainnya.
Kedudukan Elmu Faraidh dalam Islam
Faraidh menempati kedudukan yang mulia, yaitu disebut separuh dari seluruh ilmu-ilmu dalam Islam, Kitab Rangkuman Lengkap Fiqh II. Hal ini berdasarkan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
Tuhan memberkati,
Artinya : "Pelajarilah ilmu waris dan ajarkanlah karena ilmu waris itu separuh ilmu. Ilmu (warisan) adalah ilmu yang mudah dilupakan dan pertama kali dihilangkan dari umat kita". (HR Ibnu Majah)
Dalam hadits Nabi Muhammad SAW dari Abdullah bin Umar juga bersabda:
, :
Artinya: "Ilmu itu hanya ada tiga jenis dan di samping itu ada tambahannya; ayat-ayat yang muhkamat (jelas), sunnah yang lurus, dan faraidh yang adil." (HR Abu Dawud & Ibnu Majah)
Lalu, bagaimana hukumnya mempelajari ilmu Faraidh?
Dijelaskan dalam buku Fiqh Keluarga karya Abdul Wasik yang mempelajari ilmu faraidh, hukum fardhu kifayah. Artinya, jika ada umat Islam yang sudah belajar, maka berakhirlah kewajiban terhadap orang lain.
Namun ada juga yang berpendapat bahwa ilmu faraidh patut dipelajari dan diajarkan kepada umat Islam lainnya. Bagi yang sudah memahami ilmu ini hendaknya mengajarkannya kepada orang lain. Dan bagi yang belum paham, perlu belajar.
Perlunya mempelajari ilmu faraidh dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perkelahian atau pertengkaran besar akibat pembagian warisan di kemudian hari. Oleh karena itu, pengetahuan ini berguna untuk mencegah hal tersebut terjadi.
Sebagaimana Nabi SAW telah memperingatkan umat Islam melalui sabdanya. Dari Ibnu Mas'ud beliau berkata:
Insya'Allah
Artinya: "Pelajarilah Al-Qur'an dan ajarkan kepada manusia. Ajarkan ilmu waris dan ajarkan (kepada orang lain). Kita manusia yang akan mati dan ilmu itu akan hilang, hingga kelak ada dua orang yang menuntut warisan dan permasalahannya, tanpa menemukan siapapun juga dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya." (HR Ahmad)
Hasanudin dalam kitab Fiqh Mawaris menjelaskan mengapa Rasulullah SAW mengajak umat Islam mempelajari ilmu faraidh, karena ilmu ini berbeda dengan ilmu lainnya. Dimana tingkat kerumitan dan sulitnya amalan menjadi faktor utama yang dapat menghancurkan ilmu faraidh.
Saat ini sulit menemukan orang yang benar-benar memahami dan menguasai ilmu faraidh. Oleh karena itu, banyak umat Islam yang membagi harta warisannya menurut keinginannya sendiri, dan tidak berdasarkan syariat Islam yang sebenarnya. Wallahu a'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H