Mohon tunggu...
Taufik Hidayat
Taufik Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi

Hanya pemuda yang ingin punya karya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

KIP Kuliah untuk yang Putus Sekolah

23 Juni 2023   14:59 Diperbarui: 24 Juni 2023   00:55 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok Taufik Hidayat 

SINOPSIS

Pendidikan adalah tema yang menarik untuk diangkat menjadi cerita, bahkan berpotensi memberikan inspirasi dan motivasi bagi kalangan pemuda, khususnya para peserta didik dan mereka yang putus sekolah, dalam cerita yang berjudul "KIP-Kuliah Untuk Yang Putus Sekolah." Penulis telah menceritakan pengalaman pribadinya dalam menempuh Pendidikan.

Sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara, pemuda yang memiliki nama lengkap Taufik Hidayat itu, lahir dan dibesarkan disebuah desa di Kabupaten Lampung Tengah, dimana saat itu kualitas Pendidikan disana masih sangat rendah, bahkan mayoritas masyarakatnya beranggapan bahwa Pendidikan tidaklah penting, dan salah satu bukti nyatanya adalah ke-enam saudaranya hanya menamatkan Sekolah Dasar (SD), bahkan sebelum nekat untuk melanjutkan Pendidikan pun ia sama seperti ke-enam saudaranya.

Hingga suatu ketika ia putuskan untuk melanjutkan Pendidikan, tidak peduli serendah apapun kondisi ekonomi keluarga, dah sudah berapa lama ia putus sekolah. Dihadapkan dengan berbagai rintangan pun tidak sedikitpun membuat semangatnya padam. Sekarang ia adalah mahasiswa aktif program studi pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, UIN sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Bagaimana Taufik bisa berhasil sampai di bangku perkuliahan dan mendapatkan beasiswa KIP-Kuliah? Dan kesulitan seperti apa yang berhasil dilalui? Baca selengkapnya cerita inspiratif yang berjudul 

"KIP-Kuliah Untuk yang Putus Sekolah" 

KIP-KULIAH UNTUK YANG PUTUS SEKOLAH

Bagi sebagian besar anak muda yang sudah memasuki usia dua puluh tahun mungkin cenderung tidak memikirkan pendidikan dan biasanya lebih memilih fokus pada karir, mulai mencari pasangan hidup, apalagi mereka yang memang sudah putus sekolah sejak menamatkan sekolah dasar, terlebih lagi mereka yang memiliki latar belakang ekonomi keluarga di bawah rata-rata atau bisa dikatakan tidak mampu. Tetapi tidak bagi pemuda desa yang memiliki nama lengkap Taufik Hidayat, dari sebuah desa di kabupaten Lampung Tengah. Meskipun lahir di keluarga yang kurang mampu dan mengalami putus sekolah, semangat dan tekatnya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi tidak pernah padam.

Taufik adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara yang ke-enam saudaranya hanya menamatkan Sekolah Dasar (SD) dikarenakan kedua orang tuanya tidak memiliki cukup uang untuk membiayai mereka melanjutkan pendidikan. Awalnya ia juga sama dengan ke-enam saudaranya, dan tidak hanya hidup di lingkungan keluarga yang minim pendidikan, namun juga lingkungan masyarakat desa yang mayoritas penduduknya beranggapan bahwa demi keberlangsungan hidup tidak ada yang lebih penting dari uang, oleh karena itu pendidikan di tempat ia lahir dan dibesarkan boleh dikatakan masih sangat rendah.

Sampai suatu ketika semangatnya tergugah untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi saat usianya sudah kepala dua atau sama dengan mahasiswa semester empat, sementara itu, ia baru memiliki ijazah Sekolah Dasar (SD). Namun hal itu tidak sedikit pun menyurutkan semangat dan tekatnya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Akhirnya ia putuskan mengikuti ujian paket B, kemudian ia melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA), namun saat akan mengakhiri kelas 11 ia kembali dihadapkan dengan cobaan yang berat; ayah sebagai tulang punggung keluarga telah meninggal dunia, hal itu membuatnya mengurung diri selama satu bulan, dan hampir genap dua bulan tidak masuk sekolah, hingga akhirnya ia melanjutkan sekolahnya setelah mendapat nasihat dan arahan dari pak yai.

Setelah ia menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kemudian ia mendapatkan tawaran untuk kuliah dengan biaya yang rendah dari kepala yayasan, tentu ia segera memutuskan untuk menerima tawaran itu, sayangnya lokasi kampus sangat jauh dari rumahnya, sehingga orang tua yang hanya tersisa seorang ibu saja tidak memberikan doa dan restunya.

"Bu, Taufik minta doa restu dari ibu, Taufik mau kuliah ke tanah Jawa" ucapnya dengan nada lembut penuh hormat, seraya menundukkan kepala. "Jawa itu gak dekat, nak. Ongkos untuk kesana saja kita tidak punya" balas ibunya penuh kasih sayang dan perhatian. Sebenarnya memang bukan hanya karena lokasi kampus yang sangat jauh, melainkan karena ibunya juga takut tidak bisa memenuhi kebutuhan kuliahnya. Sebagai seorang anak tentu ia tidak ingin membangkang, walaupun dalam hatinya tetap saja jika kecewa, meskipun demikian ia tidak marah apalagi membenci ibunya, ia merasa bahwa bagaimanapun juga orang tua tetap ingin yang terbaik untuk anaknya. "Nak, kamu pergi ke Jambi saja, ikut abangmu jualan mie ayam" sambung ibunya, dengan suara yang sedikit meminta agar anaknya mau mengerti dan memahami keadaan ekonomi keluarga.

Akhirnya ia putuskan untuk menerima saran dari sang ibu. Walaupun meninggalkan kampung halaman dengan tujuan kerja, namun di dalam hatinya tidak pernah hilang keinginannya melanjutkan pendidikan.

"Baik, ibu, kalau memang itu yang ibu mau, Taufik akan ikuti. Tapi, izinkan Taufik tetap bermimpi untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi" balasnya dengan nada memohon dan penuh keyakinan. Mendengar pernyataan putranya yang sangat optimis beliau tidak bisa bilang tidak, hanya mampu menganggukkan kepala diiringi mata berkaca-kaca karena terharu bercampur sedih mengetahui semangat putra bungsunya begitu besar namun beliau tidak bisa berbuat banyak.

***
Tidak terasa sudah dua bulan lamanya di Jambi, namun belum juga ia mendapat secercah cahaya untuk bisa kuliah, sampai di bulan ke-tiga ia menemukan seseorang yang ia cari selama berada di Jambi. Seseorang itu akrab disapa kang Andry, saat itu beliau sudah menjadi purna pengurus Pramuka (Dewan Racana) di UIN Jambi. Dari kang Andry lah ia akhirnya resmi menjadi anggota Pramuka UIN Jambi pada tahun 2017. Seiring waktu berjalan ia semakin nyaman mengikuti berbagai kegiatan di Pramuka, membangun relasi dengan semua anggota yang berstatus sebagai mahasiswa, kecuali dirinya.

Sampai suatu hari ia tidak lagi diizinkan oleh orang tua dan saudaranya, itu semua karena banyaknya kegiatan di Pramuka sehingga membuat dirinya kerap meninggalkan kerja. Karena kejadian itu ia hampir putus asa, sebab ia sangat yakin dengan aktif di keanggotaan Pramuka perguruan tinggi adalah jalan untuk melanjutkan pendidikan, dan karena itu ia juga tahu apa tugas dan tanggung jawab mahasiswa. Singkat cerita, dengan bantuan pengurus Pramuka akhirnya orang tua dan saudara-saudaranya kembali memberikan izin.

Minggu, bulan, tahun berlalu. Sudah berkali-kali pindah tempat kerja, berkali-kali pula melewati badai. Semua itu dilakukan agar dirinya tidak berlama-lama bergantung kepada saudaranya, supaya dirinya lebih mandiri hidup di tanah rantau. Tidak banyak yang tahu tentang kepahitan dan kepedihan yang ia rasakan, bahkan orang tua dan saudaranya sekalipun.

Ketika genap dua tahun aktif di Pramuka akhirnya ia memantapkan tekatnya. Setelah mendapat arahan dari pembina Pramuka yang juga seorang dosen, beliau juga mengatakan bahwa banyak program beasiswa yang bisa diikuti, dari mulai kategori kurang mampu sampai kategori prestasi. Sewaktu pulang ke kampung halaman akhirnya ia kembali memberanikan diri meminta doa dan restu ibu serta saudaranya untuk kuliah. Dan apa yang terjadi? Beberapa saudaranya tidak setuju, dengan berbagai alasan, dari mulai rendahnya ekonomi keluarga, sampai saudara paling tua yang meragukan kemampuan adik bungsunya itu bisa lolos seleksi masuk perguruan tinggi, tapi ibu yang sangat mengerti keinginan putranya memilih untuk memberikan restu.

Dikarenakan pendaftaran seleksi mahasiswa baru akan tutup di akhir bulan ramadhan, ia akhirnya kembali ke Jambi pada pertengahan bulan, tentu hal itu membuat saudara yang tidak setuju semakin marah, meskipun demikian tidak menjadikan dirinya membatalkan rencana. Sesampainya di Jambi tak lupa ia memberi tahu ibu bahwa ia telah sampai, kemudian ia segera menjual handphone satu-satunya yang dimiliki untuk biaya pendaftaran jalur reguler. Selanjutnya ia menjalani hari-hari penantian jadwal ujian tanpa alat komunikasi (HP), beruntunglah ia tinggal bersama teman yang juga kuliah di universitas tempat dirinya mendaftar  (UIN Jambi) jadi untuk mendapatkan informasi tentang kampus masih sangat mudah.

***
Setelah dinyatakan lulus seleksi, ia berpikir panjang dan mencari jalan keluar, sampai akhirnya ia mengira bahwa harapannya untuk kuliah akan musnah. Diingatnya kembali perkataan saudaranya, “Jika mau kuliah silahkan, tapi jangan berharap keluarga bisa membantu biayanya” seketika jiwanya porak-poranda, sampai-sampai makan tidak enak, tidur juga tidak nyenyak, tetapi lagi-lagi organisasi menjadi perantara dirinya mendapat secercah harapan, karena kebaikan hati pengurus Pramuka (Dewan Racana) yang mengumpulkan uang pribadi untuk membayar uang semester pertamanya.

Tentu kesempatan itu tidak di sia-siakan. Ia berjanji pada diri sendiri untuk membuat orang-orang yang sudah membantu dirinya tidak akan kecewa dan akan merasa bangga telah membantunya. Setelah itu ia mulai belajar semaksimal mungkin, berbagai usaha dan doa yang terus menerus dilakukan, harapannya bukan hanya mendapatkan ilmu yang bermanfaat, ia juga berharap ada peluang untuk mendapatkan beasiswa sebelum semester pertama berakhir, tujuannya agar ia lebih mudah dalam menyelesaikan kuliah, namun harapan itu pupus dan batinnya terasa runtuh saat tiba waktu pembayaran uang semester dua.

Dan dengan berat hati ia meminta bantuan kepada saudara, entah dari mana datangnya, tidak lama dari itu ia benar-benar dibantu, padahal ia tahu banget seperti apa kondisi keuangan saudara-saudaranya saat itu, meskipun jumlah mereka enam orang rasanya tidak mungkin jika menggunakan uang pribadi mereka terkumpul 2.5 Jt dalam waktu singkat dan yang lebih mengejutkan adalah pengakuan dari saudaranya yang bersedia membantu biayanya kuliahnya walaupun dengan uang pinjaman.

Mulai saat itu ia semakin giat lagi dan lagi dalam mewujudkan impian, dan akhirnya usahanya mendapatkan hasil yang memuaskan, di awal semester dua ia mendapatkan juara 1 lomba cipta puisi tingkat Nasional, dan selang tiga bulan ia kembali mendapatkan juara 1 lomba cipta puisi tingkat Sumatra. Karena prestasinya ia dikenal oleh para petinggi kampus dan saat itu bertepatan dengan pembukaan beasiswa KIP-KULIAH, akhirnya ia direkomendasikan untuk mendaftar beasiswa tersebut. Setelah melengkapi persyaratan dan mendaftarkan diri, penantian panjang dibayar dengan air mata kebahagiaan, ia benar-benar menangis terharu ketika tahu ia dinyatakan lolos, meskipun pengumuman itu setelah ia membayar uang semester tiga setidaknya semester berikutnya ia tidak lagi khawatir akan pembayaran uang kuliah, apalagi ada uang sakunya juga, maka ia akan lebih fokus kuliah dan mengurangi kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sebagai seorang mahasiswa penerima beasiswa KIP-KULIAH ia tidak ingin menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja, ia bertekad untuk berkontribusi dan mengambil peran untuk menjadi agen perubahan yang lebih baik, khususnya untuk lingkungan sekitar dan yang lebih luas terhadap agama dan Negara. Karena kepeduliannya terhadap literasi baca tulis ia mendirikan sebuah komunitas literasi yang ia beri nama “Cahaya Literasi Sutha” yang fokus untuk meningkatkan minat baca mahasiswa. Di samping itu ia juga terus melatih dan meningkatkan bakatnya di bidang ke penulisan, khususnya puisi, semakin hari semakin ada kemajuan. Meskipun tidak pernah lagi mendapatkan juara 1 tingkat Nasional, tapi puisinya beberapa kali masuk dalam daftar yang diakui bagus oleh juri, dan karyanya semakin diakui oleh orang-orang di sekitarnya, beberapa karyanya juga terbit di media cetak (koran mingguan, Jambi express), dan beberapa buku antologi puisi bersama penulis dari seluruh penjuru Indonesia. Pada tahun 2021 ia juga mendapatkan penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi (Juara 1) kategori non akademik, di tahun 2022 ia terpilih menjadi Duta Potensi Pemuda Indonesia mewakili Provinsi Jambi, masa bakti 2022/2023.

Kini ia tengah berjuang untuk menyelesaikan tugas akhir mahasiswa (skripsi), dan insya Allah akhir tahun 2023 ia akan diwisuda. Di tengah kesibukannya menggarap skripsi ia juga mulai mempersiapkan diri untuk melanjutkan studi, salah satunya mencari informasi terkait beasiswa S2 dan mencatat segala persyaratan yang harus dipenuhi.

***
Masih melekat kuat di kepalanya kata-kata dari seorang motivator yang ia ambil dari sebuah video “Saya cinta diri saya, saya sangat bahagia dan saya pasti bisa” kata-kata itu telah menjadi bara yang tidak pernah padam di dalam dirinya. Selain itu motivasi yang tidak kalah dahsyatnya adalah pesan dari sang ibu “Jadilah kebanggaan keluarga, angkat derajat orang tua dan keluarga dengan mewujudkan apa yang engkau impikan” pesan itu ia terima ketika meminta doa restu yang kedua kalinya untuk kuliah. Ia sangat yakin bahwa keberhasilannya hari ini tidak pernah terlepas dari peran serta doa dan restu seorang Ibu dan saudaranya.

Diingat kembali bagaimana ia dikuatkan dan diberikan jalan oleh Allah untuk menaklukkan berbagai macam ujian dan cobaan, dari mulai kerja berbulan-bulan tanpa bayaran, kerja di perkapalan tanpa memiliki keahlian berenang dan dihadapkan dengan sebuah tragedi yang hampir menenggelamkan dirinya. Dari semua kejadian dari perjalanan panjang itulah ia belajar banyak hal, mulai dari kesabaran menunggu sesuatu yang terbaik yang akan Allah berikan, kepercayaan bahwa niat baik yang diusahakan pasti Allah akan memberikan jalan. Dan yang paling penting adalah kesadaran diri bahwa setiap manusia memiliki peran dan tanggung jawab dalam menjaga keberlangsungan hidup dan menghambakan diri sepenuhnya kepada pemilik alam semesta.

Percayalah bahwa setiap dari kita bisa mewujudkan apa yang kita inginkan, sesulit dan setidak nyaman apapun kondisinya jangan pernah berhenti untuk melakukan yang terbaik, selama itu tidak merugikan orang lain namun untuk kebaikan diri kita, orang lain dan alam semesta. Berikan yang terbaik jika kita menginginkan hasil yang terbaik pula. Jangan jadikan rendahnya ekonomi keluarga sebagai alasan untuk berhenti meraih cita-cita. Jangan jadi ekor di lingkungan yang meremehkan pendidikan, tetapi jadilah pelopor perubahan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA

Catatan;


Sudah cukup lama saya ingin menuliskan kisah ini dengan niatan untuk memotivasi diri sendiri dan orang lain, khususnya mereka yang memiliki latar belakang yang sama seperti saya.

Salam hormat dari penulis, seorang muda dari pelosok desa di kabupaten Lampung Tengah yang bercita-cita menjadi seorang penyair Indonesia, walaupun ia kuliah di jurusan pendidikan, tapi ia yakin bisa mewujudkan impiannya dengan terus belajar dan mengikuti pelatihan menulis puisi seperti yang sering ia ikuti.
Untuk pembaca yang ingin mengenal penulis lebih dekat bisa melalui media sosial Instagram dan tiktok; @penataufik96,
Email; taufikhidayat0296@gmail.com

Salam literasi, salam dari anak rantau Jambi.

Muaro Jambi 19 Mei 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun