Oleh   : Taufik Halim Pranata - Ketua Bidang Organisasi PC IMM Muaro Jambi
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang mulai didirikan pada tanggal 14 April 1964 yang dipelopori oleh ayahanda Djazman Al-Kindi, Rosyad Soleh, Soedibjo Markoes, Amien Rais, dengan ikhtiar sebagai wadah pembelajaran serta tempat untuk menbangun sebuah peradaban pemikiran bagi mahasiswa dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Sebagaimana tujuan IMM di dalam Sistem Pengkaderan Ikatan, "Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah".
Problematika
Sebagai salah satu bagian dari gerakan kader dalam Muhammadiyah, mengutip buku Genealogi Kaum Merah menjelaskan orientasi kekaderan IMM diarahkan pada terbentuknya kader yang siap berkembang sesuai dengan spesifikasi profesi yang ditekuninya, kritis, logis, trampil, dinamis dan utuh.
IMM sebagai salah satu representasi gerakan dakwah Muhammadiyah haruslah menjiwai konsep keislaman, kemahasiswaan dan kemasyarakatan yang bervisi kemajuan dalam segala lini kehidupan, kepribadian kader IMM adalah modal bagi kemajuan peradaban,.
Tentu itu harus dikuatkan dengan tradisi-tradisi layaknya kaum intelektual yang selalu berupaya menciptakan hal-hal yang baru pada realitas kehidupannya.
Kualitas kader yang demikian ditransformasikan dalam tiga lahan aktualisasi yakni: persyarikatan, umat dan bangsa. Namun dalam pola-pola orientasi kader pada saat ini justru kadang berlawanan.
Seringkali terjadi kekakuan, kevakuman dan ketidakharmonisan di setiap level Pimpinan seperti tidak mampu mengolah kebuntuan problem masyarakat atas kebijakan pemerintah atau problem di lingkungan kampus, minimnya program kerja yang nyata terwujud, sampai pada persaingan antar fraksi lalu memilih mundur dan menghilang.
Menyebabkan memudarnya orientasi kesadaran kolektif untuk membangun gerakan IMM Jambi secara kolektif dan progresif dalam usaha mewujudkan cita-cita IMM dan Muhammadiyah.
Solusi Perkaderan
Kader sebagai seorang yang dipersiapkan untuk meneruskan dan melanjutkan estafet kepemimpinan sebuah organisasi, oleh karenanya kader IMM adalah mereka yang dipersiapkan secara khusus untuk menjadi kader ikatan, perserikatan, umat dan kader bangsa.
Selain itu, kader ikatan merupakan para Mahasiswa, sebagai intelektual muda yang memiliki semangat untuk menempa diri, dan berani mengambil peran sebagai pengubah zaman, pendobrak tatanan dan agen perubahan.
Para pejuang perubahan yang bukan hanya sekedar kuliah hanya untuk gelar sarjana saja, tapi berupaya untuk menanam keyakinan dan mendirikan sebuah posisi sebagai aktivis mahasiswa yang peduli akan lingkungan dan bangsa.
Perpindahan dari ide, gagasan sampai kepada aksi merupakan gerakan yang secara berkesinambungan sama halnya dengan hukum gerak dalam fisika yang bisa diukur dan ditentukan sejak dari memulai sampai kepada tujuan cita-cita organisasi.
Dalam orientasi kader pada taraf mengisi struktural IMM itu sendiri tidak lepas dari peran-peran instruktur selaku yang mengarahkan kader-kader dalam berproses, yakni dengan mengagendakan wadah perkaderan formal maupun non formal pada tiap level pimpinannya.
Sehingga kader-kader dapat saling mendukung dan saling membesarkan satu sama lain, dan tentunya dapat menyatukan dan meleburkan berbagai konsep gagasan tiap kader menjadi satu arah gerak yang tajam.
Proses di ranah komisariat penting untuk dikawal dan diarahkan oleh instruktur, agar ketika kader komisariat kemudian naik kepada tingkat kepemimpinan cabang, daerah dan pusat, bukan sekedar untuk eksistensi pribadi. Namun benar- benar hasil dari ide dan gagasan seorang kader untuk memajukan IMM serta mencapai tujuan IMM dan Muhammadiyah.
Maka menjadi catatan penting pada tiap level pimpinan memiliki beberpa instruktur serta Korps Instruktur yang selalu ter-regenerasi secara bertahap guna terbentuknya pola perkaderan yang responsif terhadap perubahan zaman.
Pola Gerakan
Ciri khas dari ranah gerakan kader-kader IMM selalu berpijak pada Trilogi IMM (keagamaan, kemahasiswaan, kemasyarakatan). Hal ini di jelaskan di dalam buku Manifesto Gerakan Intelektual Profetik karya Abdul Halim Sani, interpretasi simbol trilogi tersebut membuat  keagamaan menjadi religiusitas, kemahasiswaan menjadi intelektualitas, dan kemasyarakatan menjadi humanitas.
Untuk mampu membangun gerakan di tiga ranah gerakan IMM maka diperlukan membetuk kompetensi kader yang religius, intelektual dan humanis.
Pola gerakan minimal yang harus dibangun kader IMM Jambi, Pertama, melakukan pengkaderan secara masif. Bukan hanya pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), tapi harus dikuatkan gerakan pengkaderan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Karena untuk mewujudkan generasi Islam yang sebenar-benarnya, IMM harus memperluas ranah gerakan pada PTN dan PTS agar Kader IMM dapat bergerak di setiap kalangan Mahasiswa.
 Kedua, Mengawal proses para kader pasca Darul Arqom Dasar (DAD) pada tingkat komisariat harus lebih optimal, agar terbentuknya kader-kader ideologis yang loyal dan siap untuk melanjutkan regenerasi pada setiap kepemimpinan IMM dan melanjutkan perkaderan ke tahap-tahap di atasnya.
Satu tahun perkaderan pasca DAD minimal kader telah terbentuk secara pribadi yang rajin ibadah serta memiliki pemikiran yang kritis dengan lingkungan kampus. Sehingga menjadikan ciri khas kader IMM yang religius-intelektual.
Kemudian kader-kader yang telah mampu menjalankan misi tersebut dapat didorong untuk melanjutkan ke perkaderan Madya yang nantinya diharapkan mampu mengisi struktural Pimpinan Cabang yang memiliki ranah gerak bersinggungan dengan masyarakat lingkup kabupaten sebagai bentuk aktualisasi dari kader humanis.
Ketiga, Mendiaspora kader-kader ke ranah strategis Profesi seperti dokter, guru, advokat dan jurnalis. Serta ke ranah Pemerintahan seperti Lembaga-Lembaga Pemerintahan, baik di eksekutif, yudikatif dan legislatif. Hal ini penting karena untuk mencapai cita-cita Muhammadiyah yang bukan hanya untuk kelompok perserikatan saja namun untuk seluruh umat.
Maka ketika Kader IMM khusunya, dengan ideologi yang telah paripurna berdiaspora pada posisi-posisi strategis di  ranah penentu kebijakan publik, dengan keniscayaan terwujudnya cita-cita suatu negara yang adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. "Baldatun Thayyibatun Wa Robbun Ghofur"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI