Mohon tunggu...
Taufik Bilfaqih
Taufik Bilfaqih Mohon Tunggu... Dosen - Ketua Yayasan Alhikam Cinta Indonesia | Politisi PSI

| Pembelajar |

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

DPT Menurun, Penduduk Meningkat... kok Bisa?

18 Oktober 2018   08:05 Diperbarui: 18 Oktober 2018   08:09 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dimuat di Radar Manado

Ini tentang kota Manado, Sulawesi Utara. Tahun 2014 lalu, ketika Pemilihan Umum digelar, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 366.150 orang. Sementara penduduk di Kota Tinutuan ini saat itu berkisar 423.000 jiwa. Semua penduduk tersebut tersebar di 11 kecamatan, 87 kelurahan.

Angka-angka tersebut di atas mengalami perubahan pada 2018. Untuk DPT terjadi penurunan menjadi 345.406 orang, sedang penduduk justru meningkat menjadi 427.906 pada tahun 2016 (sesuai BPS Manado). Artinya, sudah pasti pada tahun 2017-2018 ada pertumbuhan. Bahkan, wali kota Manado, Vicky Lumentut dalam sambutannya pada pembukaan Manado Fiesta 2018 beberapa saat lalu, menyebut penduduk Kota Manado justru lebih dari 500.000 jiwa. (Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Manado, terdapat 264.369 Laki-laki dan 258.847 perempuan. Sehingga total 523.216 penduduk di Kota Manado per September 2018).

Timbul pertanyaan, mengapa Penduduk meningkat jumlahnya, sedangkan pemilih tetap yang terdaftar justru berkurang. Ironinya lagi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Manado menemukan sedikitnya 24.575 DPT ganda dan ratusan DPT bermasalah lainnya. Dengan demikian, justru kondisi tersebut semakin menggambarkan bahwa keberadaan DPT pun semakin menurun. 

Perbedaan mendasar jumlah pemilih dan penduduk, biasanya dipicu oleh beragam situasi dan masalah. Banyak yang mengira, ini adalah masalah klasik yang sering terjadi setiap ajang pesta demokrasi digelar. Beragam tuduhan pun bermunculan. Sebagian kalangan menganggap ini adalah kelalaian dukcapil. Tak sedikit pula yang menuduh bahwa KPU lah sebagai biang kerok karena bekerja tidak becus. Bahkan, sering muncul isu spekulatif yang mengira bahwa masalah DPT bagian dari cara penyelenggara dan peserta pemilu melakukan praktik curang. 

Benarkah demikian?

Coba kali ini kita bahas secara sederhana segala kemungkinan.

Tumpang Tindih DP4 dan Coklit

Komisi Pemilihan Umum (KPU) punya wewenang dalam melakukan pemutakhiran data pemilih. Melalui program Pencocokan dan Penelitian (Coklit) semua data pemilih dikelola. Coklit ini dilakukan oleh Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) yang secara langsung mendatangi kediaman pemilih. Tentunya kegiatan door to door seperti ini bukanlah aktivitas yang mudah. Banyak kendala dan masalah di lapangan. Mulai dari dicuekin warga, hingga kesulitan menemukan warga yang telah terdata sebelumnya. Bahkan, tidak sedikit yang mendapat perlakukan kurang baik. Oleh karena itu, tingkat akurasi coklit mengalami kemerosotan.  

Data coklit didapatkan dari pemerintah melalui program Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4). DP4 itu sendiri memuat elemen yang lengkap NIK, nomor KK, nama lengkap, tempat lahir, tanggal lahir, status kawin, dan alamat. Dengan demikian, ia sangat membantu KPU dalam memutakhirkan data pemilih sehingga hasilnya lebih akurat. Namun, faktanya di lapangan, pencocokan justru tidak membuahkan hasil yang sempurna. Sekali lagi, masalah teknis bagian dari faktor tumpang tindihnya.

Sidalih KPU

KPU sering "berdalih" bahwa Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) memiliki peranan penting dalam mengelola seluruh pemilih. Setelah pencocokan selesai, maka semua diinput ke sidalih. Masyarakat bisa mengecek apakah namanya sudah masuk atau belum, salah ejaannya atau tidak. Namun, masyarakat juga dituntut untuk berperan aktif untuk melakukan perbaikan jika menemukan adanya kesalahan data. Sehingga, penyempurnaan data semakin akurat. 

Namun, kendala yang dimiliki pada sistem ini adalah pada keterlambatannya. Karena berbasis online, sidalih punya masalah pada jaringan yang akhirnya membuat proses pemutkhiran sering tertunda. Belum lagi penguasaan dalam mengoperasikan sistem ini dibutuhkan bagi penyelenggara. Sebab, penginputan data membutuhkan ketelitian petugas agar tidak terjadi kekeliruan. 

E-KTP

Jika masalah DP4 dan Coklit serta Sidalih akhirnya tetap saja melahirkan data ganda, maka berbeda lagi dengan masalah penggunaan E-KTP terkait agenda pemilu. Amanat UU 7 Tahun 2017, menegaskan bahwa syarat menjadi pemilih, jika tidak masuk di DPT, maka ia wajib memiliki E-KTP. Rakyat Manado yang tidak terdaftar di DPT banyak yang hingga kini belum memiliki E-KTP. Hal ini disebabkan oleh;

1. Belum melakukan perekaman,

2. Sudah merekam, tapi belum mengambil E-KTP yang sudah dicetak, kemudian mendaftarkan diri sebagai pemilih ke KPU

3. Sudah merekam, namun dukcapil belum mencetak kartunya. Untuk yang satu ini biasanya karena kehabisan stok blanko kartu bahkan karena pemerintah itu sendiri yang membatasi. Kenyataan di lapangan, banyak yang sudah lama melakukan perekaman, namun belum diberi E-KTP, sedangkan tidak sedikit orang yang baru merekam, justru sudah memilikinya. Entahlah, mengapa keadaannya menjadi demikian.

Intinya, seluruh komponen, baik pemerintah, penyelenggara pemilu, pemantau pemilu serta seluruh masyarakat harus berperan aktif dalam mengawal data pemilih ini. KPU tidak bisa disalahkan. Bawaslu harus peka' dalam mengawasi. Pemerintah pun harus sinergi bersama penyelenggara. 

Rakyat Apatis

Ataukah, rakyat semakin apatis terhadap penyelenggaraan pemilu? Bisa jadi. Mungkin, karena tingkat partisipasi rakyat dalam pemilu inilah akhirnya DPT justru semakin menurun. Warga setiap tahun bertambah sementara pemilih yang terdaftar justru menurun. Para kontestan sibuk merangkul rakyat sebagai pemilih mereka, tapi tidak mengetahui lebih lanjut apakah rakyat tersebut memenuhi syarat sebagai pemilih atau tidak? Para caleg harusnya ikut melakukan advokasi kepada warga yang tidak memenuhi syarat memilih. Jika tidak, rakyat akan cuek terhadap hajatan besar demokrasi ini.

KPU, Bawaslu dan Pemerintah harus bersatu padu dalam menggalakkan partisipasi rakyat dalam pemilu. Langkah konkrit mesti mulai ditampilkan. Lakukan pemetaan, hingga menyelesaikan setiap permasalahan.  

Rakyat harus dijemput. Setiap hari data mereka dinamis. Ada yang pindah domisili, ada yang meninggal, dan ada juga remaja telah berusia 17 tahun sehingga telah berhak menjadi pemilih.

Berharap Kepada DPTHP

Karena DPT bermasalah, akhirnya kini KPU dan Bawaslu serta pemerintah dengan peserta pemilu melakukan pencermatan bersama. Kebijakan kolektif itu demi memastikan setiap warga dapat menggunakan hak pilihnya. Termasuk mencoret data ganda agar terhindar dari potensi kecurangan yang memanfaatkannya. Pencermatan bersama ini akhirnya akan melahirkan DPT Hasil Perbaikan (DPTHP) yang bernar-benar proporsional. Bahkan, kini ada wacana, jika hingga waktu yang terlalu dekat, rakyat belum dapat E-KTP, KPU akan menciptakan kartu pemilih khusus sebagai syarat seseorang dapat memilih. Meski hal ini pun perlu dikaji agar tidak menyalahi aturan yang berlaku.

Ini tentang Manado.

Tapi pasti sama halnya dengan daerah lain.

Mari, Kita awasi.

Taufik Bilfaqih, S. Sos. I, MSi (Anggota Bawaslu Kota Manado/Koordiv. Pengawasan, Humas dan Hub. Antar Lembaga)

Tulisan ini diterbitkan di Radar Manado, Edisi Kamis, 18/10/2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun