Mohon tunggu...
Taufik
Taufik Mohon Tunggu... Editor - Freelance Berdaulat

*Pejalan yang membutuhkan Energi Langit* =================================== Hai! Saya seorang penulis dan ghostwriter dari ACEH yang suka bercerita dan mengeksplorasi ide-ide baru, topik-topik unik dan pengalaman pribadi. Saya senang menciptakan karya-karya yang membuat orang berpikir tentang sejarah, kebudayaan, dan Adat istiadat dan gemar menjelajahi kehidupan dan keberagaman dunia. Dukungan Anda sangat berarti bagi saya, dan itu membantu saya terus berbagi cerita dengan Anda semua. Penyuka bacaan: #Antropologi, #Sosiologi, #Poetri, #Sejarah, #Ekonomi, #sosialbudaya #kebijakan #kearifanlokal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jejak Pawang Harimau di Panton Luas, Aceh Selatan

31 Desember 2024   22:31 Diperbarui: 3 Januari 2025   13:19 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FGD Penyusunan Rencana Desa Panton Luas Aceh Selatan (Dok: Pribadi)

Aceh Selatan - Jika Anda berkunjung ke Panton Luas, Aceh Selatan, ada satu frasa yang pasti akan sering terdengar: "Apa ruu?" Ungkapan sederhana ini bukan sekadar sapaan biasa. Ia memiliki cerita mendalam yang mengakar pada komunikasi di sana, dimulai dari seorang pawang harimau yang dihormati.

Pawang harimau yang bernama Masrita dari Panton Luas bukanlah sosok biasa. Beliau adalah figur yang tak hanya menjaga harmoni antara manusia dan alam, tetapi juga menjadi jembatan komunikasi lintas generasi. Dalam perannya sebagai pawang, ia memiliki tugas berat untuk menjaga ketenteraman, memastikan harimau dan manusia dapat hidup berdampingan tanpa saling mengganggu.

Desa Panton Luas merupakan salah satu desa dari kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan dengan luas 1.234 km², berada pada koordinat 3°18'06"N 97°13'08"E. Sejarah terbentuknya Gampong Panton Luas, Kecamatan Tapaktuan, diawali dengan hadirnya beberapa penduduk di kaki bukit untuk bercocok tanam. Seiring waktu, jumlah penduduk semakin banyak di lokasi tersebut karena kondisi tanah yang subur untuk pertanian. Di kemudian hari, masyarakat yang tingggal di permukiman menamakannya Panton Luas yang artinya dataran yang luas.

Gampong Panton Luas berdiri di ambang batas peradaban manusia dan alam liar, bersebelahan langsung dengan kawasan hutan lindung yang melindungi ekosistem Aceh Selatan. Hutan ini, yang menjadi rumah bagi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), sering kali menjadi panggung konflik tak terelakkan antara manusia dan satwa liar. Jejak-jejak ketegangan itu menyusuri waktu, dengan peristiwa kelam pada tahun 2011, ketika konflik ini merenggut nyawa seorang penduduk. Meski kini intensitas konflik tak lagi mengancam jiwa manusia, rasa takut dan keresahan masih menyelimuti masyarakat.

Konflik Manusia dan Satwa

View Panton Luas dari Puncak Grapela (Dok Pribadi
View Panton Luas dari Puncak Grapela (Dok Pribadi

Konflik yang terjadi di Panton Luas bukan sekadar benturan fisik antara manusia dan harimau, tetapi juga konflik psikologis yang mengoyak rasa aman penduduk. Harimau bukan hanya muncul di ladang dan kebun, tetapi kadang mengintip di tepi permukiman, bahkan sesekali menyusup ke dalamnya. Ketika sosok harimau terdeteksi di sekitar gampong, sebagian petani memilih untuk menunda perjalanan ke kebun, sumber nafkah utama keluarga mereka. Namun, ada pula yang tetap bertahan, menimbang kebutuhan hidup lebih berat daripada ancaman yang tak terlihat.

Intensitas kemunculan harimau di Panton Luas tidak dapat dipandang enteng. Meski konflik yang terjadi belakangan ini tergolong risiko rendah tanpa ancaman langsung terhadap keselamatan manusia atau harimau, ketegangan yang ditimbulkannya cukup untuk menciptakan rasa tidak aman di kalangan masyarakat. Ancaman terhadap perekonomian keluarga yang bergantung pada hasil kebun kian memperkeruh suasana.

Ketika berbicara tentang hubungan manusia dan harimau di Aceh Selatan, peran pawang harimau tidak dapat diabaikan. Di Panton Luas, sosok pawang harimau bukan hanya seorang penjaga tradisi, tetapi juga mediator antara manusia dan alam liar. Seiring dengan meningkatnya upaya konservasi, keberadaan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Rimung Aulia menjadi elemen penting yang melengkapi peran pawang harimau dalam menciptakan harmoni di tengah dinamika ini.

Langkah Pendekatan Masyarakat Desa Mandiri (MDM)

Menjawab tantangan ini, sejak 2016, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mendampingi masyarakat Panton Luas. Pendekatan yang digunakan adalah program Masyarakat Desa Mandiri (MDM), sebuah inisiatif yang bertujuan meningkatkan kemandirian desa dalam mengelola konflik manusia dan satwa liar, termasuk harimau.

Pendekatan ini lahir dari keyakinan bahwa keberhasilan penanganan konflik bergantung pada partisipasi aktif masyarakat. MDM tidak bertujuan menghapus konflik secara total, tetapi membekali masyarakat dengan kemampuan untuk menangani konflik sejak dini. Ketika intensitas konflik meningkat, langkah-langkah ini menjadi pondasi bagi kolaborasi yang melibatkan berbagai pihak lebih luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun