Aceh - Di kaki gunung Kawasan Ekosistem Leuser, di tengah hamparan ladang yang subur, keluhan petani menggema. Mereka bukan lagi hanya berhadapan dengan cuaca yang tak menentu, tetapi dengan musuh lama, beruk dan monyet yang datang merusak tanaman. Setiap kali kebun itu hampir berbuah, hampir mencapai puncak dari segala harapan dan kerja keras, makhluk-makhluk ini datang, menghancurkan mimpi-mimpi para petani.
Dari masa ke masa, segala cara telah dicoba. Mulai dari jerat, umpan, hingga pagar kawat, namun seolah-olah monyet dan beruk sudah terlalu pintar untuk jatuh ke dalam perangkap manusia. Mereka tahu, kapan harus datang dan kapan harus menghilang. Tapi ada satu hal yang tak pernah dicoba, warna. Warna, yang dalam hidup manusia adalah bahasa, mungkin juga berbicara pada mereka.
Menghadapi Beruk dengan Warna Pink: Sebuah Eksperimen yang Unik
Bayangkan seekor beruk, ditangkap di kebun dengan segala cara yang sudah biasa. Namun kali ini, alih-alih melepaskannya begitu saja, petani mengecat bulu binatang itu dengan warna pink mencolok.
Mengapa pink? Warna ini mungkin tampak sepele, tetapi di dunia hewan, perubahan penampilan dapat memicu ketidaknyamanan atau bahkan kebingungan sosial. Beruk yang biasanya berkelompok bisa merasa terisolasi karena penampilannya yang berbeda, atau kelompoknya mungkin menolak keberadaannya.
Metode ini bisa saja merupakan cara baru untuk memberi pesan pada beruk lain di wilayah tersebut. Jika beruk itu kembali, dia sudah menjadi penanda ancaman yang tak terlihat, ketakutan yang tiba-tiba. Dan jika mereka tidak kembali, bukankah ini sebuah kemenangan bagi petani?
Petua Senebok: Tradisi yang Berpadu dengan Kreativitas
Tidak hanya itu, ada satu lagi cara yang tak kalah menarik. Petua senebok adalah orang yang dipercaya memiliki kemampuan untuk menjaga ketertiban alam, menjaga jarak antara manusia dan hutan. Seorang petua senebok yang mengenakan pakaian serba pink bisa menjadi simbol kuat dalam menghadapi beruk. Mungkin bukan sekadar pakaiannya, tetapi pesan yang dibawanya yaitu kehadiran dan warna yang melawan arus, sesuatu yang tidak biasa.
Warna, dengan segala daya tarik dan pesannya, bisa menjadi jembatan antara cara lama dan cara baru. Dan mungkin, dalam diam, beruk akan mundur perlahan, meninggalkan kebun yang selama ini mereka jarah.
Pengaruh Warna Pink pada Psikologi Hewan
Dengan langkah-langkah sederhana, seperti mengecat beruk yang tertangkap dengan warna pink dan melibatkan Petua Senebok yang mengenakan seragam serupa, muncul harapan bahwa gangguan beruk di kebun akan berkurang. Warna yang mencolok ini bukan sekadar isyarat visual bagi manusia, tetapi juga memainkan peran penting dalam interaksi sosial di antara hewan.
Beruk, layaknya makhluk sosial lainnya, hidup dalam komunitas yang saling terhubung. Hierarki di dalam kelompok tersebut menentukan bagaimana mereka berperilaku dan berinteraksi. Ketika seekor beruk yang dicat pink dilepaskan kembali ke alam liar, ada kemungkinan besar ia akan dijauhi oleh teman-temannya.
Penampilannya yang tidak biasa menciptakan kebingungan atau bahkan ancaman dalam struktur sosial mereka. Beruk lain mungkin menganggapnya sebagai individu yang terasing atau "berbeda", sehingga hubungan sosialnya terganggu.
Seperti manusia yang terkadang menjauhi apa yang asing dan tidak biasa, beruk yang dicat pink mungkin akan menghadapi penolakan dari kelompoknya. Dalam dunia hewan, warna sering kali menandakan sesuatu yang berbahaya atau tidak alami.
Seekor beruk dengan bulu berwarna pink terang akan tampak mencolok di mata kelompoknya, menciptakan rasa ketidaknyamanan atau bahkan ancaman terhadap stabilitas sosial mereka.
Penolakan ini memiliki dampak psikologis yang mendalam bagi si beruk. Ia, yang dulunya bagian dari komunitas, tiba-tiba menjadi terasing. Pengalaman ini bisa merubah perilakunya secara drastis. Beruk yang terpisah dari kelompoknya sering kali mengalami penurunan dominasi, kehilangan dukungan sosial, dan akhirnya, jarang berani kembali ke wilayah yang sama.
Di sinilah efek pink benar-benar menunjukkan kekuatannya: bukan dalam bentuk kekerasan atau kekuatan fisik, melainkan dalam perubahan perilaku yang disebabkan oleh tekanan psikologis.
Petua Senebok dengan Pakaian Pink Menghadirkan Simbol Ketakutan Baru bagi hama beruk atau monyet
Di sisi lain, kehadiran Petua Senebok yang mengenakan seragam pink juga membawa efek psikologis serupa pada monyet atau beruk. Selama ini, keberadaan manusia atau penjaga kebun sering kali diabaikan oleh kawanan beruk yang cerdik.
Mereka telah terbiasa dengan kehadiran manusia yang menggunakan alat sederhana untuk mengusir mereka. Namun, dengan kehadiran figur Petua Senebok dalam pakaian pink, mereka akan menghadapi sesuatu yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Bagi hewan liar, sesuatu yang tak biasa sering kali dipandang sebagai ancaman. Petua Senebok dengan warna mencolok ini, yang dipandang sebagai sesuatu yang "lain" dari manusia biasa, bisa mengganggu kenyamanan beruk di wilayah kebun. Beruk mungkin akan mengasosiasikan kehadiran warna pink ini dengan ancaman atau bahaya, menjauhkan mereka dari kebun dan mengurangi gangguan pada tanaman.
Bukan tak mungkin, dalam waktu dekat, serangan beruk di kebun akan semakin jarang terjadi. Penggunaan warna pink, baik pada beruk yang tertangkap maupun Petua Senebok, menciptakan semacam shock yang mengganggu keseimbangan psikologis dan sosial kawanan beruk. Mereka belajar untuk menghindari wilayah-wilayah yang terhubung dengan pengalaman yang tidak menyenangkan ini.
Melalui pendekatan yang tidak mengandalkan kekerasan, para petani mampu menjaga kebun mereka tanpa merusak ekosistem yang ada. Warna pink menjadi senjata yang tak terlihat namun kuat, sebuah simbol dari kreativitas dan ketekunan yang berhasil melindungi hasil bumi.
Dengan berjalannya waktu, mungkin kebun-kebun ini akan menjadi tempat di mana beruk dan petani bisa hidup berdampingan, namun dengan batas yang jelas.
Dan siapa yang menyangka bahwa solusi untuk masalah berlarut ini terletak pada sesuatu yang sederhana seperti warna pink? Warna yang mengusik, mengganggu, dan pada akhirnya, mengusir para perusak dari kebun yang penuh harapan.
Perlawanan Tanpa Kekerasan
Bagi para petani yang terdesak oleh serangan beruk dan monyet, solusi ini mungkin tampak aneh. Namun, terkadang yang tak biasa adalah yang paling efektif. Penggunaan warna pink, baik pada beruk yang ditangkap maupun petua senebok dan masyarakat yang mengusir beruk atau monyet untuk menjaga kebun, adalah upaya kreatif yang mendobrak cara-cara lama. Lebih dari sekadar perangkap atau jerat, ini adalah perlawanan tanpa kekerasan, sebuah strategi yang menghormati alam tanpa mengorbankan hasil kerja keras petani.
Akhirnya, petani mungkin menemukan kedamaian di kebun mereka. Tidak dengan darah atau kekerasan, tetapi dengan warna pink yang mempesona—simbol dari harapan baru dan ketahanan. Dan beruk, suatu hari nanti, mungkin hanya akan menjadi bagian dari cerita lama yang mengajarkan manusia tentang kekuatan kreativitas dalam menjaga hidup dan alam. [§]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H