Mohon tunggu...
Taufik Ikhsan
Taufik Ikhsan Mohon Tunggu... Guru - Ras Manusia

Art-enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Teknologi Pendidikan: Obat Ampuh Mengobati "Kutil"

23 Agustus 2014   05:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:48 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14086176561102049518

[caption id="attachment_354408" align="aligncenter" width="456" caption="sumber gambar: bpsdmpk.kemdikbud.go.id"][/caption]

Kutil memang dimana-mana mengganggu, mau di badan, di tangan, ataupun di kaki. Hidup tak terasa tenang kala kutil datang, dan hidup serasa lega ketika kutil menghilang. Begitulah kutil, datang tak diundang, kepulangannya diharap-harapkan...hehe.

Tapi yang saya tuliskan disini bukanlah kutil (maaf kalau agak menjijikkan) yang sering muncul di badan, kutil ini jauh lebih besar lebih penting untuk dibicarakan, walaupun pada akhirnya timbul rasa 'Jengkel' juga ketika mendengarnya. 'Kutil' yang dimaksud disini adalah Kurikulum 2013 (jengkel khaannn.... :D ). Kalau enggak jengkel ya pasti nyebelin.

Tapi tidak usah khawatir dan resah gundah gulana, karena memang sifat dasar kurikulum sama seperti 'Cinta', keduanya membingungkan. Jadi kalau Kurikulum 2013 membingungkan banyak pihak, ya sudah semestinya begitu. Makanya, kalau orang-orang menamakannya dengan sebutan K-13 (ahh, terlalu keren buat saya, dan sudah sangat mainstream), mendingan saya bilang 'KUTIL' aja deh, supaya enak didenger dan anti-mainstream..hehe

Belum juga membuahkan hasil yang signifikan, si KUTIL ini malah sudah buat 'SENSASI'. Tidak ingin kalah dari Mba Jupe yang fotonya syur abis dengan si Mas DM, si KUTIL ini sudah cari bahan berita dengan 'mempersilahkan' Guru TIK untuk mencari tugas dan kewajiban baru di sekolah (ditandai dengan lahirnya PERMEN 2014 No 065).

Tak ayal lagi, kehebohan terjadi tanpa henti, baik dari Guru TIK ataupun dari perguruan tinggi yang memiliki program studi penyelenggara pendidikan Guru TIK. Tapi sekali lagi, pemerintah pasti selalu punya kebijaksanaan yang bisa membuat 'emosi' rakyat menjadi 'riuh rendah' yang menenangkan.

Melalui Permen 2014 No 065, Guru TIK 'bertransformasi' menjadi Guru Konseling Bidang TIK, dimana titik berat TUPOKSI nya adalah pada pembimbingan siswa untuk 'melek TIK' dan membantu guru mapel lainnya dalam mengembangkan media pembelajaran.

Tenang memang tidak, apalagi jika dikaitkan dengan tuntutan sertifikasi, tapi setidaknya Guru TIK masih bisa tenang bahwa mereka tidak harus diwajibkan untuk mengajar mapel yang gurunya tidak ada pada suatu sekolah.

Hanya saja 'tak ada gading yang tak retak', peraturan pemerintah itu pun kini punya cela pada tugas yang dibebankan kepada para Guru TIK dalam implementasi KUTIL yang mesti mau tidak mau harus ditutup kembali agar para Guru TIK sukses dengan tugas barunya. Apa celanya? Apa penutupnya? Inilah jawabannya. :)

Kita semua mengetahui bahwa Guru TIK berasal, kebanyakan, dari sarjana program studi pendidikan ilmu komputer, yang kurikulumnya didominasi oleh mata kuliah-mata kuliah keahlian pengoperasian komputer dan pengelolaan informasi. Sementara itu tugas baru yang akan mereka laksanakan adalah bukan selalu mengembangkan media yang berbasis pada komputer ataupun teknologi informasi.

Kenapa begitu? Karena kita semua tau bahwa keadaan infrastruktur penunjang pembelajaran di Indonesia (tidak usah jauh-jauh, di Jawa saja) belum merata dan adil. Ada daerah yang terperhatikan ada pula yang tidak terlalu, atau bahkan tidak sama sekali diperhatikan pemerintah. Oleh karena itu, boro-boro mau bikin media berbasis komputer atau TI, jangan-jangan guru dan siswanya saja belum pernah lihat komputer.

Jadi para Guru TIK nanti sebenarnya bukanlah ditugaskan untuk membuat media/bahan ajar yang sifatnya 'by design', tapi lebih kepada media/bahan ajar yang sifatnya 'by utilization'. Lho, apa bedanya?! Kalau 'by design' adalah media yang belum ada dan sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran, tapi kalau 'by utilization' adalah media yang sudah ada tapi dikemas sedemikian rupa untuk keperluan pembelajaran.

Dengan media yang 'by utilization' para Guru TIK nantinya dapat memanfaatkan sumber-sumber belajar di lingkungan sekitar untuk menjadi bahan ajar. Emang susah ya bikin media pembelajaran 'by utilization'? Jawabannya tidak sama sekali, asal tau saja metode-metode pengembangan berbagai bahan ajar. Karena bahan ajar banyak sekali variasinya, sehingga mengakibatkan metode pengembangannya pun berbeda-beda.

Teknologi pendidikan hadir, salah satu tujuannya, adalah untuk menyelesaikan permasalah tersebut. Yaitu untuk mengembangkan media-media pembelajaran yang bersifat efektif, efisien, dan berdaya tarik melalui metode-metode pengembangan yang ilmiah tersistematis. Pengembangan media yang tidak menyesuaikan diri dengan metode yang ada bisa saja mengakibatkan ketidakmaksimalan dalam pencapaian proses pembelajaran dan hasil yang sudah ditetapkan.

Sebagai disiplin ilmu yang multidisipliner, Teknologi Pendidikan mewadahi segala jenis bidang keilmuan untuk di 'delivery' kan kepada peserta didik sesuai dengan karakteristik mereka. Sehingga pembelajaran quantum yang diidam-idamkan akan tercapai. Karena prinsip kerja Teknologi Pendidikan bukanlah pada pemanfaatan teknologi terkini, melainkan tetap pada pelaksanaan pembelajaran yang efektif, efisien, dan berdaya tarik.

Guru TIK yang bertugas di sekolah-sekolah yang memiliki infrastruktur pembelajaran minim, tentunya tidak bisa mengikuti idealismenya sebagai insan yang mengedepankan teknologi ketimbang keadaan real. Oleh karena itu, kegiatan pengembangan Teknologi Pendidikan mesti dikuasai untuk menunjang keprofesionalitasan mereka disaat bertugas.

Jika pemerintah ingin memaksimalkan peran guru TIK sebagai 'pebimbing karier' dalam bidang Teknologi Informasi untuk siswa dan memaksimalkan para guru mapel lainnya mengembangkan media/bahan ajar yang powerful, maka sudah tentu jabatan tugas ini haruslah dipisahkan.

Biarkah Guru TIK dengan tanggung jawabnya untuk 'membumikan' teknologi informasi dan komunikasi di kalangan siswa dan sekolah, sementara itu tugas pengembangan bahan ajar atau media pembelajaran diserahkan pada sumber daya manusia yang lebih tepat, yaitu tenaga pengembang Teknologi Pendidikan.

Pemerintah sudah harus mawas diri, bahwa sekarang adalah era pembelajaran yang 'borderless', sehingga harus ada tenaga pengembang yang memang berkonsentrasi merancang sumber-sumber belajar menjadi bahan ajar yang tepat guna demi menunjang peningkatan mutu output pendidikan negeri.

Kurikulum 2013 yang masih saja sibuk dengan pendistribusian bahan ajar yang belum merata, akan sangat tertolong jika disetiap sekolah memiliki tenaga pengembang bahan ajar yang kreatif dan inovatif. Sehingga mampu menyesuaikan kebutuhan sekolah dengan standar yang diberikan oleh pusat. Jika itu terwujud, maka pemerintah tak perlu lagi berkutat dan pusing dengan bahan ajar yang harus diproduksi tiap tahunnya, biarkan tenaga pengembang Teknologi Pendidikan yang bekerja untuk mengembangkan bahan ajar yang bersubstansi global dengan cara yang local genius.

Bandung, 22 Agustus 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun