Tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh etika bisnis. Dalam situasi seperti ini, keberhasilan jangka panjang bergantung pada kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etika bisnis. Contoh kasus bisnis yang tidak beretika dapat mencakup penipuan, pelanggaran hak asasi manusia, atau penyalahgunaan kepercayaan konsumen.Â
Di sisi lain, contoh tindakan bisnis yang beretika termasuk pelaporan keuangan yang jujur, pengelolaan yang adil terhadap karyawan, dan tanggung jawab sosial perusahaan.Â
Selain itu, semakin banyak perusahaan yang mengakui dan menerapkan praktik menjalankan proses bisnis sesuai prinsip syariah. Ini termasuk mematuhi aturan Islam dalam hal keuangan, transaksi, dan tata kelola bisnis. Perusahaan dapat mencapai keseimbangan antara manfaat sosial dan lingkungan dengan menggabungkan prinsip syariah dan etika bisnis.
Ketika dikombinasikan dengan audit menurut perspektif Islam, bisnis yang beretika menciptakan basis yang kuat untuk keberlanjutan dan keadilan dalam aktivitas ekonomi. Ketika berbicara tentang etika bisnis Islam, prinsip-prinsip moral seperti keadilan, kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab sosial sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan bisnis dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip etis dan hukum Islam.Â
Proses audit ini mencakup pemeriksaan transaksi keuangan, kepatuhan terhadap hukum syariah, dan dampak sosial dan lingkungan perusahaan. Perusahaan dapat membangun reputasi yang kuat, menjalankan operasinya dengan jujur dan jujur, dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya sesuai dengan ajaran Islam dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam praktik bisnis dan audit.
Dalam perspektif Islam, audit adalah pemeriksaan apakah semua aktivitas sesuai dengan syariah islam untuk memastikan bahwa tidak bertentangan dengan aturan islam. Dalam hukum Islam, audit mencakup peninjauan menyeluruh terhadap aktivitas bisnis untuk memastikan bahwa mereka memenuhi persyaratan syariah.Â
Dalam Surah Al-Hujurat (49:6), Al-Qur'an menekankan betapa pentingnya memverifikasi informasi sebelum disebarkannya, dan ide ini digunakan secara luas dalam audit Islam. Hal ini dapat menjelaskan jika pemeriksaan juga sesuai dengan peraturan, fatwa, atau aturan Dewan Syariah seperti yang diatur dalam hukum syariah. Audit dari sudut pandang Islam merupakan pilar penting untuk memastikan bahwa bisnis menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip ekonomi Islam yang berlandaskan keadilan dan keberlanjutan.
Dalam Islam, audit juga sarat dengan tujuan syariah, juga dikenal sebagai Maqasid al-Shariah, yang mencakup Hifz al-Din (pemeliharaan agama), Hifz al-Nafs (pemeliharaan jiwa), Hifz al-Mal (pemeliharaan harta), Hifz al-Nasl (pemeliharaan keturunan), dan Hifz al-Aql (pemeliharaan akal).Â
Maqasid Syariah adalah dasar untuk membangun masyarakat yang adil dan seimbang. Maqasid syariah dalam auditing memastikan bahwa setiap aktivitas bisnis diuji dan dinilai dengan mempertimbangkan dampak pada agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Akibatnya, dari sudut pandang ini, auditing bukan hanya menghitung angka, tetapi juga mengukur dampak positif dan negatif dari tujuan syariah terhadap aspek kesejahteraan umat manusia.
Kenyataannya, transparansi dan keadilan menjadi elemen penting dalam menjaga integritas bisnis. Untuk membangun masyarakat yang adil, saling mengenal sangat penting, seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an dalam Surah Al-Hujurat (49:13). Transparansi bisnis adalah syarat utama untuk menjalankan bisnis dengan cara yang sesuai dengan prinsip syariah.Â
Sedangkan audit adalah alat penting untuk memastikan bahwa setiap transaksi bisnis dilakukan secara terbuka dan adil, sesuai dengan prinsip Islam yang mendorong integritas. Dalam bisnis Islam, transparansi dan keadilan adalah pilar utama, dan audit berfungsi sebagai cara untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan dengan jujur dan integritas.