Mohon tunggu...
Inovasi

Pertahankanlah Hartamu Sampai Titik Darah Penghabisan

25 Februari 2018   10:00 Diperbarui: 25 Februari 2018   10:04 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Harta dalam bahasa Arab disebut al-maldan jamaknya al-amwalyang artinya harta. Menurut kamus Al-Muhith tulisan  Al Fairuz Abadi, al-maladalah ma malaktahu min kulli syai(segala sesuatu yang engkau punyai). Menurut istilah syar'i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal maksudnya, seperti jual-beli, pinjaman, konsumsi dan hibbah. Bisa disimpulkan dari dua pengertian diatas bahwasanya harta adalah segala sesuatu yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan dunia, baik itu berupa uang ataupun tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, pakaian dan lain sebagainya.

Bekerja adalah sebuah keharusan bagi seluruh umat manusia, seorang muslim bekerja untuk dunia dan akhirat, maksudnya adalah bekerja bagi seorang muslim bukan untuk menimbun harta akan tetapi untuk melangsungkan hidupnya, apabila seorang muslim bekerja mendaptakan lebih dari kebutuhannya maka didalam harta itu ada hak-hak orang lain. Hasil dari pekerjaan itu menjadi hak milik pribadi, dengan catatan bahwa ia bekerja dengan cara-cara yang halal. Maka baginya hasil itu menjadi milik pribadi sepenuhnya.

Adapun warisan, itu adalah hak pribadi orang yang meninggal dan memang harus diberikan kepada keluarga yang ditinggalkannya atau biasa disebut ahli waris. Dan harta ini menjadi hak milik pribadi apabila orang tersebut telah meniggal, dan ia berhak mengendalikannya. Sedang besar kecilnya jumlah yang diberikan kepada ahli waris telah diatur penuh dalam al-Qur'an dan hadist.

Harta yang memang sah milik kita dan kita mendapatkannya dengan cara yang benar menurut syara' maka hukum menjaganya adalah wajib,kita harus menjaganya dan mencegah sebisa mungkin untuk menjaganya apabila ada seseorang yang berniat untuk mengambil harta kita(baik sebagian atau keseluruhan) karena hal tersebut merupakan salah satu dari tujuan syariah (maqasidus syariah) sebagaimana hadis nabi yang artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mendatangiku dan ingin merampas hartaku?"

Beliau bersabda, "Jangan kau beri padanya."

Ia bertanya lagi, "Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?"

Beliau bersabda, "Bunuhlah dia."

"Bagaimana jika ia malah membunuhku?", ia balik bertanya.

"Engkau dicatat syahid", jawab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Bagaimana jika aku yang membunuhnya?", ia bertanya kembali.

"Ia yang di neraka", jawab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. (HR. Muslim no. 140).

Dari hadis di atas dapat kita simpulkan bahwa menjaga harta milik sendiri hukumnya wajib, sekalipun kita harus membunuh orang yang bermaksud untuk mengambil harta kita, ketika kita terbunuh dalam mempertahankan harta kita maka kita dijamin mati syahid,

Namun jika kita berhasil membunuh orang yang bermaksud untuk mengambil harta kita maka orang tersebut akan dimasukkan ke dalam neraka karena dia mati dalam keadaan ingin mengambil harta milik orang lain dan hal tersebut merupakan hal yang dilarang oleh allah swt.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa syahid itu ada tiga macam:

Pertama, syahid yang mati ketika berperang melawan kafir harbi (yang berhak untuk diperangi). Orang ini dihukumi syahid di dunia dan mendapat pahala di akhirat. Syahid seperti ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.

Kedua, syahid dalam hal pahala namun tidak disikapi dengan hukum syahid di dunia. Contoh syahid jenis ini adalah mati karena melahirkan, mati karena wabah penyakit, mati karena reruntuhan, dan mati karena membela hartanya dari rampasan, begitu pula penyebutan syahid lainnya yang disebutkan dalam hadits shahih. Mereka tetap dimandikan, dishalatkan, namun di akhirat mendapatkan pahala syahid. Namun pahalanya tidak harus seperti syahid jenis pertama.

Kitiga, Orang yang khianat dalam harta ghanimah (harta rampasan perang), dalam dalil pun menafikan syahid pada dirinya ketika berperang melawan orang kafir. Namun hukumnya di dunia tetap dihukumi sebagai syahid, yaitu tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Sedangkan di akhirat, ia tidak mendapatkan pahala syahid yang sempurna. Wallahu a'lam. Jadi Mati syahid dalam mempertahankan harta dicatat sebagai syahid di akhirat. Sedangkan untuk hukum di dunia, ia tetap dimandikan dan dishalatkan.

Untuk menjaga harta, maka Islam mengharamkan segala bentuk pencurian, yaitu mengambil harta orang lain tanpa sepengetahuan dan kerelaannya. Mencuri juga termasuk dosa terbesar dari dosa-dosa besar, sehingga pelakunya diancam dengan hukuman yang sangat buruk yaitu potong tangan.

Dengan ditegakkannya hukuman ini maka harta orang akan terjaga, sebab seseorang yang akan mengambil harta orang lain akan berpikir panjang, karena tangannya akan menjadi taruhan. Maka dengan demikian seluruh orang akan merasa aman terhadap harta miliknya, tidak ada rasa takut kemalingan atau dirampok dan sebagainya. Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. 5:38)

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Allah Azza wa Jalla melaknat pencuri yang mencuri telur, lalu tangannya dipotong".

Dalam syari'at Allah yang bijak ini, juga terdapat larangan melakukan perbuatan tabdzir (pemborosan). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya". [Al-Isr : 26-27]

Begitu juga Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang isrf (berlebih-lebihan), sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya.

"Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" [Al-An'am/6 :141]

Di antara cara dalam pemeliharaan harta ialah:

Islam mewajibkan beramal dan berusaha.

Memelihara harta manusia dalam kekuasaan mereka.

Islam menganjurkan bershadaqah, memperbolehkan jual beli dan hutang-piutang.

Islam mengharamkan perbuatan zhalim terhadap harta orang lain dan wajib menggantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun