Daya tarik yang dimiliki Bogor sebagai Kota Alternatif membuatnya bahkan tidak hanya dilirik oleh para penanam modal lokal, melainkan juga penanam modal asing, baik individual maupun korporasi. Tidak hanya hotel yang bisa dibilang cukup besar, restoran sebagai bentuk menengah, bahkan kafe yang kecil mungil pun sekarang tidak luput dari perhatian para peminat pemananam modal tersebut. Seperti halnya fenomena yang tengah terjadi di Ibukota Negara, bagaimana sebuah perusahaan yang biasa mendulang untung dari hasil eksplorasi maupun eksploitasi lahan, melakukan diversifikasi usaha dengan mulai melakukan waralaba di bidang kuliner juga.Â
Mengulang sejarah, mungkin itu yang tengah terjadi sekarang, sejalan dengan tawaf tahapan urbanisasi di atas sebelumnya. Bahwa pada titik tertentu, Kota Alternatif ini telah melampaui tahapan deurbanisasi dan reurbanisasi bahkan, kembali lagi ke urbanisasi, menjadikan Bogor bukan lagi Kota Pinggiran, melainkan Kota Pilihan. Setidaknya itu yang dilakukan oleh Presiden ke-7 Indonesia dalam menyikapi tekanan politik sampai pada akhirnya memutuskan untuk berkantor secara rutin dalam kesehariannya.
Ya, beruntunglah bagi mereka penduduk asli yang telah lahir dan besar di Tanah Pakuan ini, begitu menyatu dengan hijau lagi megahnya Kebun Raya, serta indahnya takhta di Istana Bogor tercinta. Semoga Bogor nan Tegar lagi Beriman senantiasa menjadi Kuta Udaya Wangsa yang selalu Prayoga Tohaga Sayaga. Kota Pilihan yang menjadi pusat kebangkitan bagi perjuangan pembangunan untuk memperoleh kemajuan & kesejahteraan bangsa, selalu siap siaga menghadapi berbagai tantangan dalam mencapai cita-cita, mewujudkan masyarakat adil, makmur, & sentausa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H