Mohon tunggu...
Travel Story

Bogor; Kota Alternatif

19 Januari 2016   03:56 Diperbarui: 19 Januari 2016   05:17 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bogor.

Tegar Beriman.

Kuta Udaya Wangsa

Prayoga Tohaga Sayaga.

Baik Kabupaten maupun Kota, Bogor, sebagai sebuah pilihan bagi para perantau, di samping Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibukota sebagai urban, dan kota-kota penyangga lainnya yang disebut sebagai sub-urban. Jikalau istilah urbanisasi menjelaskan fenomena bagaimana Jakarta sebagai jantung negara adalaah pusat daripada segalanya, maka yang tengah terjadi sekarang adalah suburbanisasi. Bagaimana sebagai sebuah Kota, Bogor makin berkembang, entah sampai melampaui, atau bahkan meski hanya menyamai perkembangan Kota-Kota besar dunia pada umumnya; menjadi Metropolis.

Sebagai seorang Kosmopolis, yang tidak melihat bahwa batasan negara cukup untuk mengaktualisasikan diri, maka Bogor sebagai salah satu Kota, baik di dalam khatulistiwa nusantara maupun di seluruh permukaan bumi, tidak lagi dapat diremehkan. Seperti halnya kota-kota kecil yang kemudian berkembang menjadi pusat-pusat suburbanisasi di belahan benua lainnya, maka Bogor telah menjadi Kota Alternatif, setidaknya bagi para warga dari dua atau bahkan tiga provinsi yang berdekatan; DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Kalau urbanisasi telah menjadi wacana yang sangat umum bagi awam, maka apa yang terjadi dengan suburbanisasi adalah sebuah sudut pandang yang mungkin pernah dan telah dibahas oleh para tokoh studi ilmu perkotaan & tata ruang budaya ekonomi politik secara ilmiah. Setidaknya seperti yang disampaikan oleh tim peneliti Program Kajian Kependudukan & Ketenagakerjaan Pasca Sarjana Universitas Indonesia pada tahun 2013 berikut ini:

"Burian dan Voženílek (2012) serta Kok dan Kovacs (1998) menyebutkan teori Van den Berg mengenai perkembangan daerah urban dimana ada empat tahapan urbanisasi yaitu urbanisasi (pertumbuhan yang cepat di pusat kota karena percepatan industrialisasi), suburbanisasi (pertumbuhan di sekeliling perkotaan karena dominasi di sektor ekonomi jasa), deurbanisasi (pertumbuhan daerah perdesaan karena tingginya apresiasi terhadap lingkungan dan teknologi informasi yang baru) dan reurbanisasi (perpindahan “kembali ke kota” karena perubahan gaya hidup). Tahapan-tahapan ini ditandai dengan perubahan proporsi penduduk yang tinggal di kota dan pinggiran kota yang disebabkan oleh perbedaan arah pergerakan penduduk. Selama tahap pembangunan perkotaan, bersamaan dengan perubahan alokasi penduduk, ada perubahan dalam tata letak dan pemanfaatan ruang di dalam perkotaan.

Van den Berg menggambarkan suburbanisasi sebagai tahap perkembangan kedua dari sebuah kota di mana penduduk bergerak menuju pinggiran kota. Proses ini menuntut tersedianya ruang yang lebih besar di pinggiran kota. Wilayah kota secara spasial mengalami penyebaran ke wilayah-wilayah sekitarnya. Terjadi perpindahan penduduk dari pusat kota ke wilayah pinggiran kota. Perpindahan penduduk ini sangat dipengaruhi oleh standar pembangunan perumahan dan sarana lalu lintas (Burian dan Voženílek, 2012)."

Yang menarik adalah, penelitian di atas, meskipun masih berupa tinjauan literatur, tetapi setidaknya cukup menjadi bekal dalam bagaimana pergeseran yang tengah terjadi di Bogor, baik sebagai Kabupaten, namun terutama sebagai Kota, mungkin bahkan sudah mencapai satu putaran tawaf siklus tahapan urbanisasi itu sendiri. Setidaknya itu yang terjadi dalam perspektif dunia wisata yang makin berkembang di Bogor. Berikut adalah simulasi bagaimana perkembangan wisata kuliner di Kota Bogor cukup berbeda dibandingkan beberapa perkembangan baik di kota lain maupun industri lain. Karena bagaimanapun juga, perkembangan wisata kuliner di Bogor juga terkait dengan semakin pesat dan majunya pergerakan pada bidang industri lainnya, terutama dunia kreatif dan teknologi yang semakin canggih dan mudah tergenggam dalam tangan siapa pun.

Bahwa wisata kuliner di Bogor tidak lagi dapat diremehkan sebagaimana mungkin anggapan awam pada umumnya. Bogor, sebagai Kota Alternatif, memberikan pilihan yang personal bagi para investor, baik individual maupun korporasi yang hendak menanamkan saham atau modalnya demi perputaran roda ekonomi supaya terus bergulir dengan seiring berjalannya waktu. Beberapa indikator di antaranya adalah bahwa semakin menjamur dan hadirnya berbagai macam konsep, baik bentuk, interior, eksterior, bahkan menu pilihan yang disajikan di beberapa tempat makan, terutama yang baru saja dibuka sejak 2014 silam. Tidak hanya itu, beberapa waralaba tempat makan yang sebelumya mungkin dianggap hanya akan ada tersedia di Ibukota Negara saja, mulai semakin gencar melebarkan sayapnya per 2015 di daerah-daerah suburban, salah satunya Bogor.

Daya tarik yang dimiliki Bogor sebagai Kota Alternatif membuatnya bahkan tidak hanya dilirik oleh para penanam modal lokal, melainkan juga penanam modal asing, baik individual maupun korporasi. Tidak hanya hotel yang bisa dibilang cukup besar, restoran sebagai bentuk menengah, bahkan kafe yang kecil mungil pun sekarang tidak luput dari perhatian para peminat pemananam modal tersebut. Seperti halnya fenomena yang tengah terjadi di Ibukota Negara, bagaimana sebuah perusahaan yang biasa mendulang untung dari hasil eksplorasi maupun eksploitasi lahan, melakukan diversifikasi usaha dengan mulai melakukan waralaba di bidang kuliner juga. 

Mengulang sejarah, mungkin itu yang tengah terjadi sekarang, sejalan dengan tawaf tahapan urbanisasi di atas sebelumnya. Bahwa pada titik tertentu, Kota Alternatif ini telah melampaui tahapan deurbanisasi dan reurbanisasi bahkan, kembali lagi ke urbanisasi, menjadikan Bogor bukan lagi Kota Pinggiran, melainkan Kota Pilihan. Setidaknya itu yang dilakukan oleh Presiden ke-7 Indonesia dalam menyikapi tekanan politik sampai pada akhirnya memutuskan untuk berkantor secara rutin dalam kesehariannya.

Ya, beruntunglah bagi mereka penduduk asli yang telah lahir dan besar di Tanah Pakuan ini, begitu menyatu dengan hijau lagi megahnya Kebun Raya, serta indahnya takhta di Istana Bogor tercinta. Semoga Bogor nan Tegar lagi Beriman senantiasa menjadi Kuta Udaya Wangsa yang selalu Prayoga Tohaga Sayaga. Kota Pilihan yang menjadi pusat kebangkitan bagi perjuangan pembangunan untuk memperoleh kemajuan & kesejahteraan bangsa, selalu siap siaga menghadapi berbagai tantangan dalam mencapai cita-cita, mewujudkan masyarakat adil, makmur, & sentausa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun