"Tapi ya keterlaluan kalau itu terjadi di lingkungan yang nampak suci seperti pondok. Tempat yang seharusnya banyak mengajarkan tentang utamanya akhlak yang baik, tapi adanya malah jadi tempat rasan-rasan. Guru-guru yang berada di bawah kekuasaan rezim trah pondok mesti juga tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada fungsi kontrol di dalamnya, kalau mau ada pemeriksaan pun, bisa jadi malah jadi blunder karena kekuatan koneksi orang dalam." kata Bewol.
"Secara tidak langsung guru-guru itu dilemahkan secara sistem yang sedang diaplikasikan oleh pemegang manajemen. Guru-guru menjadi golongan dhuafa atas otoritasi pemegang kekuasaan. Mutlak. Saya disini mau bertanya Gus sama kamu yang ahli dalam ilmu agama. Apakah tindakan tersebut termasuk dalam suatu tindakan yang serumpun dengan wilayah kedholiman?" lanjut Bewol.
"Kita tidak bisa menjustifikasi secara sepihak atas sedikit informasi yang baru saja kita dapatkan. Mungkin saja keadaan tersebut terjadi sudah melalui banyak pertimbangan. Atau karena ada situasi urgent yang sudah diprioritaskan dari waktu-waktu sebelumnya yang sempat tertunda pengerjaannya. Tapi kalau memang hasil keputusan memilih untuk menjadikan hak guru sebagai korban atas realisasi perencanaan pembangunan, rasanya juga kurang begitu tepat." jawab Gus Bewol bijak.
"Kalau memang bijak seperti itu, saya juga sudah mengatakan berulang kali terhadap istriku, Gus. Bahwasanya kalau menjadi seorang pendidik itu jadilah menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Yang tulus membimbing dan mengajar murid-murid dengan penuh welas asih, tulus, dan ikhlas. Terkait hasil, sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang suami untuk menafkahimu." jelas Rahmat.
"Tapi, aku bilang begitu malah justru tambah diperenguti sama istriku, sembari mengatakan bahwa yang merasakan itu aku mas, bukan kamu." lanjut Rahmat disambut gelak tawa dari Gus Welly dan Bewol.
"Gini aja, Mat. Sepulang dari sini kamu bilang ke istrimu untuk lebih tenang, sembari mengatakan bahwa menjadi guru-guru dhuafa doanya mungkin saja lebih diijabah daripada doa kyai-kyai disana. Sebab sedang menjadi golongan orang-orang yang sedang dianiyaya." ketus Bewol.
"Ngawur kamu, Wol!" kata Rahmat sembari bergegas untuk pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H