Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Tenaga Pendidik Menjadi Golongan yang Dilemahkan

13 Maret 2022   05:47 Diperbarui: 13 Maret 2022   06:33 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Gus Welly dan Rohmat berkumpul, tiba-tiba Rahmat datang dengan wajah gelisah. Melihat kegelisahan itu, Gus Welly pun bertanya kepada Rahmat, "Kenapa kamu, Mat. Datang-datang kok mukanya sudah kusut."

"Ruwet Gus, mbulet!" jawab Rahmat.

Mendengar jawaban itu, Gus Welly dan Bewol tidak langsung memaksa Rahmat untuk bercerita. Mereka lebih memilih diam dan membiarkan Rahmat membuka sendiri sesuatu yang digelisahkannya. Ketika tidak diceritakan, hal tersebut menjadi aib yang coba disembunyikan oleh Rahmat. 

Namun apabila akhirnya dieritakan, bisa jadi hal tersebut menjadi himah ataupun pembelajaran bagi Bewol ataupun Gus Welly yang mendengarkannya.

Karena tahu kebiasaan kawan lamanya tersebut, Gus Welly dan Bewol sebenarnya hanya menanti Rahmat bercerita. SIngkat waktu, Rahmat pun mulai menceritakan sesuatu yang sedang dirasakannya, yakni terkait hak istrinya yang tertunda selama beberapa bulan terakhir. 

Istrinya yang berprofesi sebagai guru, tidak menerima haknya sebagai tenaga pendidik. Padahal pada saat yang sama lingkungan tempat bekerjanya justru sedang gencar melakukan pembangunan fasilitas yang katanya guna menunjang peningkatan kualitas pendidikan.

"Bukannya istrimu jadi guru di sekolah yang jadi satu sama pondok itu ya?" tanya Gus Welly.

"Betul, Gus."

"Bukannya menunjang kualitas pendidikan itu seharusnya yang ditingkatkan utamanya adalah kesejahteraan para pendidiknya ya? Apa gunanya fasilitas kalau tenaga pendidiknya tidak diperhatikan?" sahut Bewol.

"Setuju, Wol. Dari cerita istriku banyak guru-guru yang sudah merasa malas-malasan karena merasa haknya tidak diperhatikan. Ada juga beberapa guru akhirnya yang lebih memilih untuk fokus pekerjaan di luar sekolah, sehingga kadang nampak abai terhadap profesinya sebagai guru." cerita Rahmat.

"Terlepas itu sekolah di bawah kepengurusan pondok, dan terlepas dari embel-embel negeri atau swasta, semestinya sudah ada anggaran dari Kementrian Agama untuk hal-hal yang tidak tertunaikan haknya tersebut." terang Gus Welly.

"Tapi ya keterlaluan kalau itu terjadi di lingkungan yang nampak suci seperti pondok. Tempat yang seharusnya banyak mengajarkan tentang utamanya akhlak yang baik, tapi adanya malah jadi tempat rasan-rasan. Guru-guru yang berada di bawah kekuasaan rezim trah pondok mesti juga tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada fungsi kontrol di dalamnya, kalau mau ada pemeriksaan pun, bisa jadi malah jadi blunder karena kekuatan koneksi orang dalam." kata Bewol.

"Secara tidak langsung guru-guru itu dilemahkan secara sistem yang sedang diaplikasikan oleh pemegang manajemen. Guru-guru menjadi golongan dhuafa atas otoritasi pemegang kekuasaan. Mutlak. Saya disini mau bertanya Gus sama kamu yang ahli dalam ilmu agama. Apakah tindakan tersebut termasuk dalam suatu tindakan yang serumpun dengan wilayah kedholiman?" lanjut Bewol.

"Kita tidak bisa menjustifikasi secara sepihak atas sedikit informasi yang baru saja kita dapatkan. Mungkin saja keadaan tersebut terjadi sudah melalui banyak pertimbangan. Atau karena ada situasi urgent yang sudah diprioritaskan dari waktu-waktu sebelumnya yang sempat tertunda pengerjaannya. Tapi kalau memang hasil keputusan memilih untuk menjadikan hak guru sebagai korban atas realisasi perencanaan pembangunan, rasanya juga kurang begitu tepat." jawab Gus Bewol bijak.

"Kalau memang bijak seperti itu, saya juga sudah mengatakan berulang kali terhadap istriku, Gus. Bahwasanya kalau menjadi seorang pendidik itu jadilah menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Yang tulus membimbing dan mengajar murid-murid dengan penuh welas asih, tulus, dan ikhlas. Terkait hasil, sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang suami untuk menafkahimu." jelas Rahmat.

"Tapi, aku bilang begitu malah justru tambah diperenguti sama istriku, sembari mengatakan bahwa yang merasakan itu aku mas, bukan kamu." lanjut Rahmat disambut gelak tawa dari Gus Welly dan Bewol.

"Gini aja, Mat. Sepulang dari sini kamu bilang ke istrimu untuk lebih tenang, sembari mengatakan bahwa menjadi guru-guru dhuafa doanya mungkin saja lebih diijabah daripada doa kyai-kyai disana. Sebab sedang menjadi golongan orang-orang yang sedang dianiyaya." ketus Bewol.

"Ngawur kamu, Wol!" kata Rahmat sembari bergegas untuk pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun