Mulanya, Mbah Nun mengajak kita untuk menyatukan persepsi, bahwa apa yang telah dilakukan oleh Pak Jujuk dan Pak Eko itu tergolong dalam bagian give your hand atau take my hand.Â
Mana yang sifatnya memberi atau menerima? Apa yang membuat kita bertambah ilmu, bertemu dengan yang belum diketahui atau yang sudah diketahui?
Jadi apa yang dilakukan oleh Pak Jujuk dan Pak Eko dalam pementasan seni tadi termasuk dalam bagian take my hand, sebab posisi Pak Jujuk dan Pak Eko sedang bersedekah kepada kita memberikan sesuatu yang sedikit banyak belum kita ketahui.
Tapi, bukan berarti dengan meraih tangan itu lantas kita pasrah atau berdiam diri. Mbah Nun juga mengajak kita untuk memiliki kemerdekaan dalam menafsirkan. Jadi terjalin suatu hubungan timbal balik dan memungkinkan kita yang menonton pementasan tersebut juga dalam keadaan memberi.Â
Mbah Nun juga memberikan contoh dengan menyodorkan suatu pertanyaan, Nabi Adam as. dalam segala sesuatunya yang ditemui selama perjalanan, banyak yang mengidentifikasi sendiri nama-nama/simbol-simbol atau diberi tahu oleh Allah?
Dalam hidup kita akan banyak mengalami kematian, maka dari itu Mbah Nun menasihatkan kita untuk siap mati, untuk kelahiran baru. Misalnya saja dalam hal ekonomi, kebanyakan dari manusia tidak rela untuk mengeluarkan uangnya begitu saja, tanpa mendapat apapun. Padahal itu bisa saja kita mengalami kematian (kehilangan uang) untuk menemui atau diganti dengan sesuatu (kelahiran) yang baru.
Kita lantas diingatkan oleh Mbah Nun untuk mengidentifikasi sifat-sifat yang yang menghancurkan manusia, seperti pelit, rakus/serakah, dan juga malas.Â
Apalagi Allah menurut Mbah Nun juga telah sangat jelas memberi peringatan, "lahum qulubun la yafqahuna bihaa (mereka mempunyai hati, tapi tidak digunakan untuk berpikir)".
"Soyo kowe akeh ngekei, soyo akeh rejekimu (semakin kamu banyak memberi, semakin banyak rejekimu)." tegas Mbah Nun. "Sebab kekayaan dan keberkahan itu berasal dari kemurahan hatimu." lanjut beliau. Jangan sampai kita menjadi seperti supir yang tidak mau ada kondekturnya, apa-apa maunya dimiliki oleh dan hanya dirinya sendiri.
Kalau pada saatnya kita menyadari peran dan juga maqom kita, maka pada wilayah itulah Mbah Nun mengajak jamaah semua harus berani nggetih. Namun, juga tidak kehilangan sikap kewaspadaan terhadap apapun saja sifat yang berpotensi membuat diri hancur. "Soyo kowe loman, awakmu juga soyo dilomani Gusti Allah (semakin kamu bermurah hati, maka dirimu juga semakin mendapat kemurahan dari Allah)."
"Saya Tidak Akan Menyerah, Sebab Saya Pasrah"