Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tangis Penyucian

2 November 2021   16:16 Diperbarui: 2 November 2021   16:46 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nampak tarian dan juga tangisan yang berhamburan bagai debu yang terhembus angin di teriknya siang. Sekalipun menyejukkan, namun keadaan itu mungkin bisa menyakitkan pandangan bagi yang sedang menikmatinya. Pencarianku kepadamu mungkin saja penderitaan bagiku. 

Meskipun begitu, aku tidak akan menyangkal dan hanya akan terduduk dengan tenang, sebab aku hanya meyakini engkau akan kembali untuk mendekapku tanpa kesulitan. Engkau adalah penopang yang menghapus segala derita yang menyapaku.

Jika kita fokus terhadap 1 urusan di antara 10 perhatian, maka kesembilan perhatian yang lain akan mengikutinya. Ketika aku merawat akar yang nampak sekarat, maka akan ada yang menghidupkannya, menumbuhkannya, menjadikan batang, daun dan bunga-bunga baru, dll. Hingga menciptakan nikmat akan keindahan seiring berjalannya waktu, meski pandangan kita hanya tertuju pada yang satu.

Kita harus bisa menemukan satu keutamaan yang nantinya segala perhatian akan menyusul pergerakanmu. Sekalipun engkau mengetahui segala cakrawala keilmuan dalam kehidupan, hal itu bukan berarti engkau mampu untuk mengetahui segala aturan Tuhan.  

Kita tidak akan pernah bisa mengetahui sebab pintu pengetahuan itu hanya akan menjadikan diri semakin kecil. Kita tidak akan pernah lagi bisa memastikan sebab yang ditemui hanyalah kekerdilan dan kerendahan.

Seorang pecinta tidak akan menghendaki kemegahan ataupun kemasyhuran, namun ia akan tetap mencari cara tentang bagaimana untuk tetap memesrai nikmat yang datang kepada dirinya. 

Percayakah engkau pada kalimat, "Aku akan duduk di samping orang-orang yang mengingatku."? Apabila aku tidak duduk denganmu, tentu saja tidak akan ada kata-kata yang selalu menyapamu. Tidak akan ada hasrat tentangmu yang tumbuh dalam hatiku apabila aku tidak mengingatmu. Tanpa adanya anggur, tentu tidak akan pernah tercium aroma anggur kenikmatan itu.

Malam-malam ini akan berlalu, tangisan itu akan segera berakhir tak berbekas. Bahkan mungkin hilang dan tergantikan dengan bahagia-bahagia yang mungkin akan segera mendekapmu. 

Di sisi yang lain, kata-kata ini sungguh membosankan sekalipun ia selalu berupaya memberimu terang setiap saat. Menjadi suatu penegasan bahwasanya dalam ketidakpedulianmu pun ia akan selalu ada.

Adakah kecantikan itu tidak menarik bagi banyak para lelaki? Pun dengan ketampanan. Tentu saja tidak adil jika keistimewaan itu sanggup memantik lebih banyak hasrat orang-orang. Meskipun waktu akan tetap mengoyak-ngoyak keistimewaan itu menjadi biasa-biasa saja. Oleh karena itu, temukanlah cinta di antara hasrat yang sudah sampai dalam perhatianmu. 

Sebuah cinta yang ketika engkau berada di dalamnya akan menemukan tempat bersandar dan kebahagiaan, yang tak akan terkoyak oleh belati sang waktu.

Ketika engkau terbangun, biarkan saja tangisan itu tetap membekas. Biarkan luka itu menganga dan mengakibatkan luka di hati. Sebab, keadaan itu mungkin bisa menjadi salah satu cara membuka hijab-hijab yang selama ini menutupi hati. Atau biarkan lubang itu menjadi jalan bagi rahmat untuk masuk dan memberikan ketenangan di hatimu. Tidak ada penawar yang lebih ampuh kecuali engkau menemukannya sendiri di dalam hati.

Apabila engkau mencari penawar ataupun penghibur di luar diri, layaknya wangi bunga mawar yag kau kira menjadi bagianmu, maka usaha itu akan terasa melelahkan bahkan mungkin merendahkan dirimu. Jadikanlah semesta adalah bagian darimu, bukan sebaliknya. 

Apakah engkau pernah melihatku terluka ataupun lelah? Sementara yang aku lakukan hanya duduk dengan sabar dan diam di tempatku.

Dan jika merasakan rindu ini termasuk bagian dari meminta sebagian darimu. Disaat engkau tertawa atau menangis, saat bahagia ataupun duka, adakah yang aku tunggu selain melihat senyum semesta itu? Sekalipun ini sebatas mimpi, atau ketika aku sadar kelak masih mendapati rasa ketenangan darimu, bolehkah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun