Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kajian Tadabbur Maiyah di ITS: "Apabila Menguatkan Iman, Ambillah!"

23 September 2021   23:43 Diperbarui: 23 September 2021   23:48 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Acara Kajian Mushaf Tadabbur Maiyah dibuka dengan lagu-lagu sholawat. Lalu pembacaan ayat Al-Hasyr 21-22 dibawakan oleh Mas Iqbal dengan merdu. Sambutan awal dari Bapak Rektor M. Ashari terkait acara yang menjadi serangkaian agenda ulang tahun ITS ke-61. Selain untuk mengevaluasi diri selama setahun tidak hanya secara ilmiah-ilmiah, namun dengan acara kajian seperti ini juga ditujukan agar evaluasi juga dilakukan secara secara spiritual.

Berikutnya ketua panita Bapak Sigit Darmawan menyampaikan bahwa semoga acara yang berlangsung menandai bangkitnya kegiatan-kegiatan kajian seperti ini. Acara ini sendiri dilaksanakan di Masjid Manarul Ilmi ITS, dengan tema umum Dies Natalis-nya "Advancing Humanity".

Bapak Darmaji sebagai moderator memberikan pengantar dengan menjelaskan teknis turunnya Al-Qur'an, serta penjabaran tasfir dan tadabbur. ITS sebagai sebuah institute kalau dalam kurikulum lebih banyak memanjakan kepala, sedang kajian seperti ini lebih ke memanjakan hati. "Dan ujungnya kami sangat ingin sekali agar kepala dan hati tersambung. Kepala menjadi bagian dari hati", kata Bapak Darmaji.

Acara kajian ini diselenggarakan secara terbatas dengan mengundang narasumber utama, yakni Muhammad Ainun Nadjib (Mbah Nun), KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie, dan Ahmad Fuad Effendi (Cak Fuad). Kesempatan pertama diberikan kepada Cak Fuad, yang banyak menyampaikan tentang latar belakang sebelum adanya Mushaf Tadabbur Maiyah.

Tidak lepas dari sejarah Padhangmbulan sejak 1992 yang semula merupakan pengajian keluarga dan tetangga saja. Cak Fuad bercerita bahwa awalnya acara di rumahnya itu diberi nama Pengajian Tafsir Padhangmbulan. Hingga sekitar tahun 97 ketika terjadi krisis, wacana politik mencadi dominan sehingga jamaah yang hadir ikut membludak. Kata "Maiyah" sendiri baru banyak digunakan pada medio 2001-an.

Singkat cerita, sekitar tahun 2011, jamaah Maiyah mulai diarahkan menuju bentuk tadabbur. Cak Fuad berpendapat bahwa kalau tafsir banyak melibatkan otak dan pikiran, sedang tadabbur banyak melibatkan hati. Tujuannya adalah transformasi diri, pembangunan akhlak dan karakter, akhlakul karimah, semangat berbuat baik, altruisme, hidup yang bermakna, mengembangkan potensi diri, dsb.

Apa bedanya tafsir, takwil, dan tadabbur? Banyak yang menyamakan arti ketiga istilah tersebut karena saling berkaitan. Takwil adalah salah satu metode dalam penafsiran. Tadabbur juga merupakan bagian dari tafsir. Namun yang dibedakan secara epistemologis, tafsir itu penjelasan makna, takwil itu pemaknaan baru menggantikan makna asal, sedangkan tadabbur itu mengambil pelajaran dari ayat Al-Qur'an.

Tafsir menurut Cak Fuad memiliki cakupan yang sangat luas, baik secara bahasa, sastra, sejarah, dsb. sehingga memerlukan keahlian khusus. Tafsir hanya bisa ditangani oleh orang yang memiliki kompetensi tertentu. Sedang takwil lebih banyak fokus kepada ayat mutasyabihat, yang masih mengandung beberapa kemungkinan makna. Namun Cak Fuad menekankan bahwa orang-orang yang mendalam ilmunya saja yang bisa melakukan takwil

Tadabbur, melihat dubur atau bagian belakang dari sesuatu. Cak Fuad menyampaikan bahwa tadabbur merenungkan akibat dari sesuatu. Yang memungkinkan hal-hal yang terjadi di belakang.memahami suatu ayat lalu menghubungkan dengan diri dan masyarakat umum. Lantas mengambil mauidhoh dari suatu ayat.

Tadabbur yaitu merespon makna ayat, tentu setelah memahami dan merenungkannya. Tadabbur adalah amalan hati. Tadabbur adalah membaca ayat seolah-olah khusus ditujukan kepadanya. Cak Fuad kemudian menyampaikan ayat Al-Jumu'ah 62, "Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka (kitab suci) Taurat, kemudian mereka tiada menunaikannya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab besar lagi tebal." Menurut Cak Fuad ayat tersebut secara tadabbur seolah-olah ditujukan kepada kita.

Tadabbur bisa melahirkan rasa, senang sedih, marah, takut, optimis, yang berujung pada kesadaran untuk melakukan perubahan kepada diri sendiri. Tadabbur tidak dilakukan secara detail, sebab ayat-ayat yang muhkamat lebih banyak, sedang yang banyak dipertentangkan yang berkaitan dengan ibadah. 

Misalkan Al-Qur'an ada 60 bagian, maka ayat yang mencakup tentang ibadah hanya 2 bagian saja. Yang menyangkut hubungan manusia, perkembangan ilmu, dan yang lainnya jauh lebih banyak,

Membaca ada 3 tingkatan, namun sebelumnya di dalam memcaca ada makna secara eksplisit dan implisit. Tadabbur sendiri terang  Cak Fuad lebih mencari makna secara  implisit. Maka dijelaskan 3 tingkatan tersebut, yakni reading in the lines, between the lines, dan behind atau beyond the lines. Tadabbur lebih kepada tingkatan yang ketiga.

Tadabbur tergantung keluasan wawasan, kepekaan intuisi, dan kemampuan imajinasi. Kalau di wilayah tafsir hanya dilakukan oleh orang-orang alim. Di wilayah takwil dilakukan oleh orang yang memiliki kedalaman ilmu. Maka di wilayah tadabbur bisa dilakukan oleh siapa saja. Orang muslim, mukmin, yang awam juga, bahkan non-muslim juga boleh ketika membacakan ayat Al-Qur'an.

Berhubung waktunya terbatas, Cak Fuad terakhir memberikan contoh kisah tentang tadabbur. Dari seorang Syaikh muda di daerah Mesir yang ditutup jalan rizkinya oleh pemerintah, seorang pandai besi di daerah Nigeria, seorang perampok yang mencintai seorang wanita, hingga seorang non-muslim, yang diantaranya mendapat kebaikan dari tadabbur ayat-ayat tertentu.

Jangan Sampai Al-Qur'an Menutup Dirinya

Di sesi kedua menjadi giliran KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie (seorang mufasir dari Tebuireng) untuk mengemukakan pendapatnya. Awalnya beliau mengutarakan suatu anekdot, bahwa dunia pernah mempertanyakan, apakah Al-Qur'an masih dibutuhkan? Pertanyaan ini menurut beliau tidak mungkin muncul di kalangan santri? 

Namun di kalangan modern, hal ini bisa ditunjukkan realitasnya. Jawabannya menurut Bapak Musta'in hal ini terserah user-nya. Jika ingin bahagia di dunia saja, sangat mungkin bisa tanpa Al-Qur'an. Tapi kalau ingin memproyeksikan dunia dan akhirat, maka keniscayaan mutlak memakai Al-Qur'an. "Guide"-nya jelas dan sudah bolak-balik ke akhirat.

Cara membaca ummat islam terhadap kitab Al-Qur'an itu sendiri. Kalau diperhatikan lebih dalam lagi, seperti kurang pendalaman atau kurang tadabbur. "Setidak-tidaknya nyemprot aku sendiri" kata Pak Musta'in. 

Banyak pembaca Al-Qur'an ternyata justru Al-Quran menutup dirinya terhadap pembacanya. Maka dari itu tafakkur, tadzdzakkur, zikir, olah spiritual dan intelektual harus menyatu. Sekalipun semuanya olah akal, tapi Al-Qur'an tidak pernah menyebut satu kalipun kata akal, kecuali yang disebut hanya kata kerjanya.

Pemaknaan ini sangat mendukung gerakan tadabbur Al-Qur'ran yang substansi, bukan yang di filsafatkan. Orang yang menempuh tadabbur menurut Bapak Musta'in orang ini akan naik, seolah sedang download situs Allah. Orang ini bisa suluk, seolah merambah jalan yang halus, utamanya kepada orang-orang yang mempunyai kebiasaan tadabbur yang tinggi.

Berkaitan dengan maiyah yang memiliki makna umum kebersamaan, Bapak Musta'in menyampaikan bahwa Allah akan menjaga orang yang melakukan kebersamaan, terlebih dengan Tuhan. "Mudah-mudahan saya ikut bersama orang-orang yang betadabbur dan dirahmati Allah", pungkas beliau.

Berani Untuk Dekat dengan al-Qur'an

Sesi terakhir menjadi giliran dari Mbah Nun. Tadabbur untuk mengartikannya antara tafsir jangan diperdebatkan. "Tidak mungkin tadabbur dilakukan tanpa fungsi tafsir. 

Dan tidak mungkin tafsir dilakukan oleh mufassir tanpa psikologi tadabbur. Jadi di antara keduanya seperti simbiosis mutualisme." kata Mbah Nun. Pokoknya, asalkan persentuhanmu dengan Al-Qur'an itu membuat hidupmu lebih baik, akhlakmu lebih mulia, pikiranmu lebih hernih, hatimu lebih lembut, dan ibadahmu lebih meningkat.

Maka tadabbur itu dilihat apa yang keluar dari dubur. Hasil perenungan yang akhirnya membuatmu lebih baik. Yang gak boleh putus asa itu terhadap pertolongan Allah. Yang bisa bikin Mbah Nun kerasan di dunia karena Al-Qur'an. Al-Qur'an bagi Mbah Nun merupakan zona sangat aman.

Yang jadi permasalahan menurut Mbah Nun yakni selama ini Al-Qur'an kurang dekat sama manusia. Terkadang ditakut-takuti jangan berani-berani menafsirkan, nahwu shorof saja tidak bisa.  Padahal Al- Qur'an itu untuk seluruh manusia. "Wong iku rodo kendel idek quran, biasane kan digusah", kata Mbah Nun. Kita harus rajin mengamati dan membaca sesuatu, membaca kehidupan, sampai saatnya mendapati fadhillah.

Al-Qur'an itu untuk seluruh manusia, bukan hanya untuk orang pintar saja. Ayat-ayatnya akses-able, untuk siapa saja. Tadabbur itu supaya tidak takut untuk dekat dengan Al-Qur'an. Dan mudah-mudahan anda semua akrab dengan Al-Qur'an. Yang tekstual itu Al-Qur'an, tapi semua yang di semesta itu ayat Allah semua. Allah akan memaparkan kepada kalian semua ayat-ayatnya, bahkan di dalam diri kita dan alam semesta.

Secara tadabbur, Mbah Nun menyatakan bahwa mosok sifat Allah hanya 99? Allah Maha Tidak Terhitung. Mbah nun kemudian menyampaikan salah satu firman Allah, "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah". Tadabbur bisa membuat lebih merdeka tapi Mbah Nun juga menasihatkan untuk tetap berhati-hati, dan juga perlu bertanya pada mursyid, agar tidak keblabasen.

***

Yang terakhir ada sesi tanya jawab, salah satunya dari Mas Iqbal yang mengajukan 2 pertanyaan. Terkait muththaharah terhadap mushaf tadabbur; dan kedua kriteria mushaf tadabbur apa yang bias kita pelajari agar tidak mudah tersesat?

Mbah Nun memberikan jawaban bahwa kita harus membiasakan diri untuk tidak hanya berpikir secara teknis, melainkan juga secara esensial substansial. Yang nomer satu itu hatimu bersih. Hanya saja Mbah Nun balik bertanya, "menurut sampean sing sopan iku wudhu apa tidak?" Itu kalimat untuk bersuci merupakan kalimat informasi apa kalimat perintah? ini kan informasi, kalau pikiran kita tidak tercerahkan, kita tidak akan akses-able dengan Al-Qur'an.

Sedangkan untuk menjawab potensi ketersesatan, Mbah Nun menjelaskan bahwa semua itu potensial untuk sesat, yang tidak hanya nabi saja. Dengan terus-menerus istiqomah dan waspada supaya jangan sampai tersesat. Sebagai penutup, Cak Fuad mengutarakan tadabbur itu digunakan apabila menguatkan iman, ambillah. Sedangkan kalau membuat anda ragu terhadap iman atau melemahkan, maka berhentilah.

***

22 September 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun