Tadabbur bisa melahirkan rasa, senang sedih, marah, takut, optimis, yang berujung pada kesadaran untuk melakukan perubahan kepada diri sendiri. Tadabbur tidak dilakukan secara detail, sebab ayat-ayat yang muhkamat lebih banyak, sedang yang banyak dipertentangkan yang berkaitan dengan ibadah.Â
Misalkan Al-Qur'an ada 60 bagian, maka ayat yang mencakup tentang ibadah hanya 2 bagian saja. Yang menyangkut hubungan manusia, perkembangan ilmu, dan yang lainnya jauh lebih banyak,
Membaca ada 3 tingkatan, namun sebelumnya di dalam memcaca ada makna secara eksplisit dan implisit. Tadabbur sendiri terang  Cak Fuad lebih mencari makna secara  implisit. Maka dijelaskan 3 tingkatan tersebut, yakni reading in the lines, between the lines, dan behind atau beyond the lines. Tadabbur lebih kepada tingkatan yang ketiga.
Tadabbur tergantung keluasan wawasan, kepekaan intuisi, dan kemampuan imajinasi. Kalau di wilayah tafsir hanya dilakukan oleh orang-orang alim. Di wilayah takwil dilakukan oleh orang yang memiliki kedalaman ilmu. Maka di wilayah tadabbur bisa dilakukan oleh siapa saja. Orang muslim, mukmin, yang awam juga, bahkan non-muslim juga boleh ketika membacakan ayat Al-Qur'an.
Berhubung waktunya terbatas, Cak Fuad terakhir memberikan contoh kisah tentang tadabbur. Dari seorang Syaikh muda di daerah Mesir yang ditutup jalan rizkinya oleh pemerintah, seorang pandai besi di daerah Nigeria, seorang perampok yang mencintai seorang wanita, hingga seorang non-muslim, yang diantaranya mendapat kebaikan dari tadabbur ayat-ayat tertentu.
Jangan Sampai Al-Qur'an Menutup Dirinya
Di sesi kedua menjadi giliran KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie (seorang mufasir dari Tebuireng) untuk mengemukakan pendapatnya. Awalnya beliau mengutarakan suatu anekdot, bahwa dunia pernah mempertanyakan, apakah Al-Qur'an masih dibutuhkan? Pertanyaan ini menurut beliau tidak mungkin muncul di kalangan santri?Â
Namun di kalangan modern, hal ini bisa ditunjukkan realitasnya. Jawabannya menurut Bapak Musta'in hal ini terserah user-nya. Jika ingin bahagia di dunia saja, sangat mungkin bisa tanpa Al-Qur'an. Tapi kalau ingin memproyeksikan dunia dan akhirat, maka keniscayaan mutlak memakai Al-Qur'an. "Guide"-nya jelas dan sudah bolak-balik ke akhirat.
Cara membaca ummat islam terhadap kitab Al-Qur'an itu sendiri. Kalau diperhatikan lebih dalam lagi, seperti kurang pendalaman atau kurang tadabbur. "Setidak-tidaknya nyemprot aku sendiri" kata Pak Musta'in.Â
Banyak pembaca Al-Qur'an ternyata justru Al-Quran menutup dirinya terhadap pembacanya. Maka dari itu tafakkur, tadzdzakkur, zikir, olah spiritual dan intelektual harus menyatu. Sekalipun semuanya olah akal, tapi Al-Qur'an tidak pernah menyebut satu kalipun kata akal, kecuali yang disebut hanya kata kerjanya.
Pemaknaan ini sangat mendukung gerakan tadabbur Al-Qur'ran yang substansi, bukan yang di filsafatkan. Orang yang menempuh tadabbur menurut Bapak Musta'in orang ini akan naik, seolah sedang download situs Allah. Orang ini bisa suluk, seolah merambah jalan yang halus, utamanya kepada orang-orang yang mempunyai kebiasaan tadabbur yang tinggi.