Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Lupa akan Keindahan Ketika Menatap Langit

22 Juni 2021   15:15 Diperbarui: 22 Juni 2021   15:25 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash/joshua-earle

Mereka sudah memiliki keyakinan terhadap segala ketentuan dari Allah Swt. Dalam lapisan keyakinan, kita sudah selesai dengan urusan dualisme benar-salah, baik-buruk, hitam-putih, karena keyakinan akan menuntun diri untuk dapat lepas dari segala bentuk dualisme. 

Lalu mengambil hikmah dan pelajaran dari segala sesuatu yang terjadi. Mendapati segala bentuk nikmat, sekalipun harus didapat dari hal-hal yang tidak membuat diri sendiri nyaman.

Namun, segala sesuatu yang berlebihan atau tidak sesuai porsi juga kurang baik, termasuk keyakinan yang dimiliki. Karena nantinya keyakinan akan memiliki kelemahan berbentuk merasa benar dan tepat atas segala bentuk perilaku ataupun olah sikapnya. 

Oleh karena itu dalam keyakinan, kita juga mesti membutuhkan penyeimbang berupa sikap kewaspadaan. Kalau iman adalah ling, maka waspada adalah wujud tawakkal-nya.

Tidak semua hal mampu kita ikhtiarkan. Bahkan, kesadaran akan sikap ikhtiar itu sendiri merupakan sebuah bentuk syukur atas nikmat batin yang diberikan oleh-Nya. 

Dengan sikap kewaspadaan kita diarahkan untuk memahami betul, bahwa segala bentuk keyakinan dan kewaspadaan dalam diri merupakan bagian kecil dari qudroh dan iradah-Nya. Kita tidak akan pernah membebaskan diri dari kedua hal itu. 

Sesakti dan seampuh apapun kita menghias diri, kita tidak akan pernah mengubah sesuatu yang tidak sesuai cetak biru dari qudroh dan iradah-Nya. Di situlah langit kepastian, kita sebagai manusia tidak akan pernah bisa memasuki wilayah Tuhan.

Apabila 3 wilayah itu merupakan lapisan langit, lalu apa kesan pertama kita jika melihat langit? Apakah dengan memandang birunya langit atau bintang yang jatuh, lantas harapan kita akan terkabul? 

Lalu bagaimana jika mendung? Kalau langit memberi keyakinan, lalu mengapa ia silih berganti antara siang dan malam? Dia menjadi peranta cahaya dan hujan. Menjadi ruang bermain bagi angin dan buliran salju. Apa yang kita dapati dari satu kata "langit"?

Ketika mendengar kata langit, saya seolah mendapat tawaran akan keindahan yang tersaji. Kalau boleh dan diijinkan menawar, maka saya akan menambahkan makna keindahan ke dalam 3 lapiasan langit yang diberikan. 

Keindahan yang menyelimuti ketiga lapisan itu. Keindahan yang memberikan warna dan penghibur agar jiwa-jiwa kembali menjadi tenang. Keindahan yang selalu bertaburan tidak hanya berbentuk nikmat, namun juga menyajikan rahmat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun