Manusia sudah pasti menjadi tempatnya salah, kecuali orang-orang yang telah dipilih menjadi kekasih-Nya. Seharusnya kita pun tidak kaget atau gumunan terhadap hal-hal yang melenceng dari norma dan aturan adab yang berlaku.Â
Membenci juga tidak menambah nikmat, justru akan semakin menambah sesak diri sendiri. Jangan lupa kalau opsi memaafkan juga selalu ada dalam dunia yang penuh akan kesalahan dan itu normal. Yang tidak normal itu ketika suatu saat tidak ada lagi pemberitaan terkait kriminal atau semua tiba-tiba menjadi baik.
Kalau pesan seseorang yang sudah seperti kakak, bahwa kita tidak akan pernah bisa lepas dari sesuatu yang bernama anggapan, asumsi, dan kata-kata sekerabatnya. Tapi di sisi lain, kita juga memiliki pilihan untuk tidak percaya kepada sesuatu anggapan atau asumsi yang berasal dari luar diri kita.
Semisal kehidupan ini ibarat sebuah pertandingan kesebelasan antara klub yang dilatih oleh Kanjeng Nabi dengan klub yang dilatih oleh Iblis. Sanggupkah kita memprediksi ada di menit ke berapa pertandingan ini sudah berlangsung? Terus berapa skor sementara yang tertera di papan skor? Unggul mana? Mengapa harus ada pertandingan kalau yang tercipta hanya situasi kompetisi atau unggul-unggulan?
Padahal sponsor utama yang menyelenggarakan pertandingan dan membuat semua itu tercipta, hingga bisa kita nikmati permainan dan segala citra keindahann yang ditunjukkan. Ia hanya menjawab, "sesuka-sukaku!" Kalian bisa mengutuk, bahkan menjadi ahli kutuk juga karena perkenaan-Ku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H