Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arah Perubahan, Semau-maunya atau Bersungguh-sunnguh?

7 September 2020   16:12 Diperbarui: 7 September 2020   16:11 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita selalu mencoba untuk membuat orang tidak resah dan cemas, namun kita kurang memacu diri dan memilih bermalas-malasan. Banyak sekali kata-kata yang terucap namun tidak menghasilkan korelasi perbuatan yang sama.

Aku yang menulis seperti ini pun sebenarnya telah menyombongkan diri karena tidak memiliki dasar ilmiah tentang apa yang tertuliskan. Tidak pandai menuliskan catatan-catatan kaki atau mungkin karena terlalu malas membuatnya. 

Kita dikepung oleh sanad-sanad keilmuan yang memberikan batas atas kemandirian, inisiasi, dan kreasi kita. Kita seperti gembala yang dituntut agar tidak ceroboh, meski sebenarnya hanya agar mudah diatur. Jadi, semua ini salah, tidak valid, dan tidak berdasar apapun.

 Jadi anggap saja, semua itu hanya omong kosong. Toh, jika orang berilmu dan pintar bersandiwara, sekaligus memiliki koalisi yang kuat hanya nampak seolah-olah melakukan perbaikan. 

Akhirnya kentara dengan sendirinya, baik atau buruk, tergantung Dia yang masih selalu saja tidak memperlihatkan aib-aib kedholiman para hambaNya, karena terlalu Maha Mencintanya.

Biar hal-hal seperti itu menjadi pelajaran dan tonggak estafet perjuangan dari generasi ke generasi. Dari dulu sampai sekarang juga akar permasalahannya tak jauh-jauh dari masalah moral dan akhlak yang selalu menjadi poin utama dalam output pembelajaran agama/spiritual.

Tentu saja, jangan muluk-muluk dengan perubahan andai belum memiliki kesiapan akan datangnya sebuah ujian. Jangan muluk-muluk menyatakan perang terhadap sesuatu kalau mengidentifikasi musuh pun masih tidak sanggup.

Betul jika semuanya memiliki latar belakang dan profesi yang berbeda-beda. Dengan banyaknya proses intelektualisasi dalam berbagai macam ilmu berhari-hari. Dengan hasil aktualisasi takwa yang tentu tidak bisa disamaratakan.

Kita mungkin sering mendengar "ittaqullah haqqo tuqotihi" (3:102), kita diminta untuk bersungguh-sungguh dalam bertakwa. Begitupun dengan "fattaqullaha famastatho'tum" (64:16), bertakwa dengan semampu-mampunya. Maksudnya bukan bertentangan, melainkan untuk menciptakan ruang untuk memfaslitasi kapasitas tiap individu yang berbeda-beda.

Dengan tujuan utama perubahan untuk bersama-sama mencapai kaaffah. Namun, sudahkah kita bersungguh-sungguh menjalani peran? Atau jangan-jangan belum mengetahui peran otentisitas diri sendiri? 

Jadi jangan salahkan perubahan jika tidak berjalan sebagaimana mestinya, tanyakan kepada diri sendiri dahulu, "sudikah memaksimalkan peran dalam sebuah sistem perubahan secara maksimal dan bersungguh-sungguh, tanpa tendensi apapun?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun