Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Burung-burung yang Menari dan Tertawa

2 Juni 2020   15:52 Diperbarui: 2 Juni 2020   18:23 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Burung-burung beterbangan di bawah mega nan mendung tatkala terik kehangatannya seharusnya sudah menyelimuti pagi. Kicauannya seolah menertawakan pandangan atas apa yang mereka lihat dari atas, yakni geliat para manusia yang berhamburan di hamparan tanah-Nya.

Sementara kesejukan ini, semakin menambah keriangan mereka dengan tak henti-hentinya mementaskan tarian mungilnya melayang di ruang tak berbatas.

Sementara geliat pergerakan di tanah lapang yang subur nan luas ini diolah oleh para abdi yang menghamba. Para cendekia yang merancang kemajuan zaman.

Para politikus yang mendamba perjuangan dan perubahan. Para agamawan yang tek henti mengingatkan kesemberonoan tingkah laku manusia. Para ahli ekonomi yang jeli dengan perhitungannya dalam mencari laba dalam rangka kesejahteraan.

Dan masih banyak lagi peranan ahli sebaran manusia itu yang saling menyokong kehidupan demi kebersamaan. Asalkan, kita memilih untuk berprasangka baik daripada sebaliknya.

Dalam satu wilayah khusus, suatu masyarakat bersepakat telah menjadikan sebuah asas dan landasan hidup bersama menggunakan Pancasila. Dengan lambang Burung Garuda nan membawa gagasan lima asas sakti sebagai pondasi berbangsa dan bernegara.

Akan tetapi, burung itu nampak tak bebas dan bahagia layaknya burung-burung tadi. Dalam hari lahirnya kemarin, frasa idiom "Hari Kebangkitan Pancasila" seolah menandakan bahwa sebelum hari itu tiba, ada yang tersungkur, jatuh, lemah, tersakiti, terkhianati, sehingga memerlukan kebangkitan untuk menegaskan kekohonnya kembali.

Atau justru ada yang selama ini belum lahir, hingga disebut sebagai "Hari Lahir Pancasila". Kelahiran Sang Garuda dibutuhkan tiap tahun menandakan ketidakpercayaan diri untuk menjadi benteng pertahanan kehidupan bersama.

Jika diperlukan kelahiran baru setiap tahun, lantas bisakah tumbuh kedewasaan? Atau sengaja dibiarkan terkekang karena kerakusan dan ketamakan kaum-kaum tertentu yang hobi menimbun harta atau kekayaan demi terjaminnya masa depan dirinya atau setidaknya golongannya.

Burung gagah nan perkasa itu hanya sanggup melihat burung-burung gereja menari dengan riang di atas tanah Garuda yang tersungkur, dikhianati oleh kaum-kaum tertentu yang hanya mencari keuntungan. Keadaan semakin diperparah dengan wabah virus yang sedang merajalela di seantero penjuru bumi. Yang mengancam keselamatan dan keamanan para penduduk yang mesti menjadi prioritas utama untuk dijamin perlindungannya.

Hari lahir yang setidaknya bisa dijadikan momentum akhirnya tak lebih dari sekedar kiasan halu sebuah kemesraan akan kejayaan masa lalu. Kecintaan terbalaskan dengan janji palsu kesetiaan, kelaparan terbalaskan dengan nasihat tentang kesabaran disaat dirinya sudah kenyang, kepercayaan terbalaskan himbauan dengan kata-kata yang menyakitkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun