Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berjumpa Malam di Dalam Malam

3 Desember 2019   16:33 Diperbarui: 3 Desember 2019   16:48 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua perjalanan sebisa mungkin jangan lupa membawa bekal cinta. Mengapa? Karena kita tidak akan pernah tahu apa yang harus kita hadapi dalam perjalanan menuju suatu tujuan. Kamu akan lebih banyak menemukan kegembiraan daripada berkeluh-kesah.

Setiap hari, pertemuan-pertemuan itu hanya menunggu para manusia itu hendak dituju. Adam dan Hawa pun membutuhkan beratus-ratus tahun sebelum akhirnya saling menemukan. Bayangkan, dalam rentang waktu tersebut, kesunyian seperti apa yang dilalui? Kita masih beruntung berada di zaman serba mudah berkomunikasi. Tapi masih saja mempermasalahkan jika pesan virtualnya tak kunjung dibalas, atau hanya sekedar dibaca. Apakah rindu mesti dituntaskan dengan pertemuan?

Lantas, apa yang membuat kita ragu?

Kita sering bertemu dengan siang, namun hanya mendapati terang. Kita sering bertemu dengan malam, namun hanya menemukan kegelapan. Namun, dalam terang sudah pasti akan menemukan kegelapan bayang. Sebaliknya, beberapa yang tersesat dalam kegelapan pun berhasil menemukan cahaya.

Kelelahan dalam pencarian selalu menjadi batas diri jika kehilangan iman. Dahaga yang dirasa dalam perjalanan hanya akan dirasa jika sabar lupa dibawa menjadi bekal. Dan ketidakjelasan arah yang dituju pun akan selalu menanti mereka yang berjalan penuh dengan kegelisahan dan kehilangan kendali ikhtiar.

Adakah tempat beresembunyi bagimu dari penglihatan Sang Maha Cinta? Adakah perlindungan itu menurutmu hanya sementara? Sementara sesuatu yang sering kita anggap sebagai buah kesialan, justru menyelamatan kesialan lain yang lebih besar. Karena Yang Tercinta selalu ingin menjadikan hambaNya menyatu sesuai dengan kehendakNya. Namun seperti ada yang pemalu diantaranya karena manusia yang selalu memamerkan romantisme kemesraan denganNya, pada akhirnya sering terjebak dengan kebenaran akal pemikirannya sendiri. Merasa seolah-olah Tuhan selalu membelanya.

Dan apakah ikatan itu adalah janji?

Jangankan sebuah pertemuan yang sudah pasti terjadi atas dasar ijin Sang Maha Rindu, tiap helai rasa yang mengendap lalu tumbuh itu pun apakah mampu kita ciptakan? Lalu bagaimana lagi aku sanggup berterima kasih, jika kasih itu datang dariMu, dan bagaimana aku mencinta jika ternyata rasa cinta itu sendiri dapat mendekap juga oleh karena-Mu.

Sekalipun banyak dusta-dusta yang berperangai bak malaikat penyampai wahyu. Demi kenikmatan dirinya sendiri yang selalu tak pernah merasa puas. Demi bahagianya yang kadang kala bersembunyi di bilik-bilik kesenduan nista. Demi kenyamanannya yang selalu enggan untuk menambah laju panah asmaranya, sekalipun cinta selalu sedepa lebih cepat. Malas selalu saja berhasil mengelabuhi akal.

Padahal manusia hanya menanti perjumpaan-perjumpaan yang telah menunggu di tengah perjalanan itu sendiri. Menanti sapa yang enggan berkata, dan kata yang terkadang memilih diam. Tapi, apakah sanggup mencipta sapa, jika rasa pun tak mampu mereka ciptakan. Hingga antara manusia menjadi mengikat dan saling terikat.

Hingga ikatan berbuah janji, karena laku dusta-dusta yang berperangai tadi. Karena takut akan dongeng-dongeng kehilangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun