Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bergembiralah dalam Ketersesatan

17 September 2019   16:19 Diperbarui: 17 September 2019   16:28 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bapak ini lebih menyukai segala yang tertulis merupakan sebuah ketersesatan daripada kebenaran. Bukan sebuah kefahaman, justru semuanya adalah ketidaktahuan. Sebuah jalan pencarian diri, bukan sebuah kebutuhan akan pengakuan diri. Bapak tidak berharap sama sekali ada yang mengonsumsi segala ketidakjelasan (tulisan) ini. Tidak ada faedahnya sama sekali. Jadi, Bapak biarkan semisal ada yang mau memplagiasi. Toh, Bapak tidak mencari apa-apa dalam untaian segala kata ini." Terang Gus Welly di dalam sebuah kelas ketika memberikan pembelajaran kepada murid-muridnya.

Salah seorang muridnya kemudian bertanya," terus apa gunanya Bapak menyuruh kami untuk menulis? Rasanya percuma Pak, kalau tidak ada tujuannya sama sekali?"

Atas keberanian salah seorang murid tadi untuk bertanya, kemudian yang lain menimpalinya lagi dengan pertanyaan," Lantas buat apa kami mengikuti ketersesatan, ketidaktahuan yang oleh penulisnya sendiri dianggap seperti itu?"

Memang sebuah metode pembelajaran yang diajarkan oleh Gus Welly sangat bertolak belakang dengan pendidikan di zaman sekarang yang selalu memastikan sebuah kebenaran. Padahal, bukankah sebuah kebenaran itu sendiri merupakan sesuatu hal yang bisa benar, terkadang benar, dan pada satu waktu yang benar bisa menjadi salah.

Segala kebenaran yang kita lakukan di masa lampau bisa jadi menjadi sebuah kesalahan yang belum kita temukan di masa yang akan datang. Terutama dalam pembelajaran lika-liku kehidupan. Gus Welly mencoba untuk melatih anak didiknya agar tidak terlalu mepnjolkan sebuah pengetahuan yang dimilikinya, sekalipun hal tersebut bernilai kebenaran

"Apakah menurutmu menulis itu mesti berguna? Banyak yang membaca, banyak yang merasakan manfaatnya? Terus semisal kebetulan tidak ada yang membaca karena tidak ada manfaatnya, lantas kamu akan berhenti untuk menulis?" Gus Welly mencoba menegaskan tentang sebuah niat dalam menulis. "Kalau kamu masih  banyak tendensi dalam menulis,Atau mungkin karena tidak ada hasil yang pasti. Bapak mungkin akan ragu kamu akan terus menulis. Tidak usah membahas tujuan menulis jika awal keberangkatan dalam menulis pun masih belum mengetahui." Lanjut Gus Welly.

Dari penjelasan tersebut, murid-murid diharapkan memiliki ghunyah yang lebih dalam ketika melakukan sesuatu. Sebenarnya hal ini merupakan dasar sebelum kita akan menekuni suatu aktivitas. Lepaskan segala niat dari harapan yang sudah pasti mengandung rasa takut. Kita tidak membutuhkan motivasi, karena permasalahannya adalah ketulusan serta kecintaan kita dalam melakukan sesuatu.

Segala prasangka yang nantinya mengarah pada kita, menandakan bahwa hal tersebut adalah sebuah kewajaran dalam kehidupan. Terlepas dari segala prasangka yang baik maupun yang buruk.

"Lalu bagaimana jika apa yang kamu sangka tentang hal tersebut (ketersesatan, ketidaktahuan, dan pencarian jalan) merupakan sebuah bentuk keimanan Bapak kepada Tuhan?" tanya Gus Welly mencoba menerka maksud dari segala kata-katanya sembari menyajikan senyumannya.

"Mungkin saya tidak akan memiliki iman yang seperti itu, Pak! Karena keimanan bagi saya bukanlah suatu hal untuk dipermainkan." Jawab muridnya dengan penuh kemantapan dan ketegasan.

"Karena rasa ketersesatan Bapak akan terus berusaha mencari jalan yang lurus selama hidup. Dan oleh karena  rasa ketidaktahuan, Bapak akan terus berusaha mencari ilmu. Bolehkah Bapak belajar mengenai keimanan yang kamu miliki itu, Nak?" terang Gus Welly justru begitu merendah terhadap muridnya.

Keadaan kelas pun menjadi sedikit tegang melihat muatan makna yang ditunggu oleh para murid-murid. Karena sebuah senyuman yang tadi dilontarkan oleh Gus Welly tadi menjadi sebuah pertanda bahwa ada maksud dari apa yang disampaikan. Tanpa menyalahkan jalan pemikiran murid yang bertanya menjadikan Gus Welly menjadi salah seorang pengajar yang begitu digemari oleh murid-muridnya.

Bahkan murid yang dibilang nakal pun seolah begitu sungkan ketika mesti membolos pelajaran guru dengan ketidakjelasannya ini. Bahkan sebagai orang tua, justru sikap ketawadhu'annya tetap dijunjung tinggi oleh Gus Welly.

"Bapak mungkin termasuk ke dalam golongan 'Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk' yang tertulis dalam surat Al-Baqarah ayat 16. Tapi siapakah 'mereka'?" Gus Welly mencoba untuk meluruskan sembari membuka slide beberapa ayat sebelumnya di ayat ke-13.

"Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman". Mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu."

Namun hal tersebut disampaikan sebagaimana tempatnya serta porsinya. Gus Welly tetap menekankan pada konteks sebab-akibat ketika mencoba untuk menafsirkan ayat-ayat yang tertulis. Karena satu ayat saja sangat mungkin memiliki bermacam-macam tafsir. Tergantung, pada hal apa kita membutuhkannya. Dan yang pasti, ayat-ayat itu bisa menjadi obat bagi yang membutuhkan, namun disisi lain, ayat-ayat itu sanggup menjadi racun jika dosisnya tidak sesuai.

"Bapak hanya tidak ingin diikuti olehmu, Nak. Makanya anggap saja Bapak ini belum baik dan jadilah dirimu sendiri. Kalian harus bisa menikmati jalan ketersesatan pengembaraan di dunia. Dan berhati-hatilah jika kalian merasa berada di jalan yang dianggap lurus." Pungkas Gus Welly mengakhiri kelas pembelajaran malam itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun