"Aku tahu, diantara yang lain mungkin hanya kamu yang suka menikmati alam meskipun dalam keadaan capek sekalipun. Tapi, tak terlalu banyak mengeluh karena mengerti cara bermesraan dengan alam." Kata Tama dengan gaya sok bijak dan memuji Antok.
"Harusnya kamu bilang gitu sama perempuan, Tam. Bukannya ke aku! Kalau sama cewek mungkin kamu bakal dipeluk atau setidaknya dipukul mesra. Kalau sama aku, ya, edyaaaan!"
"Eh tapi liat, perasaan daritadi memang hanya kita yang aneh." Lanjut Antok sembari mengamati puncak gunung yang begitu ramai dengan kelompoknya.
Mereka lekas memesan kopi dan memang hanya di puncak Andong terdapat warung sederhana seperti ini dengan harga yang masih normal. Tapi kopi itu hanya mengingatkan Tama akan sebuah janji dengan Layla. Tapi sudah menjadi itikad bagi Tama untuk memaksakan sebuah pertemuan.
Pergi bukan berarti meninggalkan, dan sunyi yang lekas datang menyapa bukan berarti sendiri. Perjumpaan bukan hanya masalah sebuah tatapan. Bahkan rindu pun tidak selalu mesti terucap dan tersurat. Sesekali ajaklah rindu memaknai segala rasa yang tersirat.
"Semesta, tidakkah engkau muak? Ataukah ini yang hendak kau nikmati dari aku? "Menari diatas dikotomi kebenaran-kebenaran Sang Angan. Apa ini pengakuan, atau sebatas eksistensi dar rasa itu sendiri yang selalu ingin kau tujukan kepadanya? Sedang para pertapa itu selalu merindumu. Sengaja membodohkan dirinya di depan keramaian."
"Hey, Tam! Malah ngelamun lho!" getak Antok.
Tama hanya melemparkan senyumannya yang memang sedang sangat menikmati suasana ini. Seakan keramain ini tak mengganggunya sama sekali. Bahkan terik matahari yang semakin meninggi tak membuatnya berlari mencari keteduhan.
"Cinta, mengapa engkau tinggal terlalu dalam. Terasa mustahil kosong ini mencampakkanmu dalam seribu bahkan berjuta diam sekalipun. Sisa-sisa angan kini telah berserak dan kukembalikan padamu. Mengerak. Sekaligus tersusun menjadi ruang dimana aku bersandar." Terdengar lirih suara Tama sembari memegang kelopak bunga mungil yang belum sepenuhnya mekar.
"Ngomong apa sih kamu, Tam! Udah ayo turun aja." Ajak Antok yang nampak sudah mulai bosan.
Namun, ketika perjalanan pulang, tiba-tiba... .