Meskipun telah ribuan kali Sang Fajar telah membawa dekapannya, diiringi kicauan semesta yang terdengar riang gembira. Tetap saja, tak mampu menghangatkan hatinya yang terlanjur beku oleh luka kala itu. Hari-hari selalu Layla hias dengan tawa,dimana kegembiraan itu begitu mudah menular ke lingkungannya. Tanpa ada yang mengerti tentang rasa yang ia jaga.
"Laa....! Itu lho Rendi sudah daritadi nunggu di depan." panggil ibunya.
Layla lekas bangun dari lamunannya kemudian menatap jam di HP-nya. Layla lupa jika pagi ini Rendi ingin mengajaknya keliling pedesaan. Lupa memang sudah menjadi kebiasaan yang cukup buruk bagi Layla. Disamping terlalu banyak orang yang menginginkan kehadirannya. Dengan dandan apa adanya, Layla pun lekas menyapa Rendi.
"Maaf, Ren. Aku lupa kalau itu hari ini."
"Santai aja, udah biasa juga kamu seperti itu." jawab Rendi riang. "Gimana, udah siap? Jangan lupa senjata utamanya." Lanjutnya.
"Sudah siap, Bos. Ayok!"
***
Sementara di sisi lain, Tama sedang menikmati pemandangan bersama karibnya, Antok, di lereng Gunung Andong. Memang perjalanan yang tak terencana setelah pendakian ini baru direncanakan pada saat nongkrong tadi malam di kafe dengan yang lainnya. Akan tetapi, di antara banyak kawan-kawannya yang lain, hanya Tama dan Antok saja yang berani untuk berangkat.
Di antara teman-temannya di kota, memang hanya mereka berdua yang nampak berbeda dengan teman yang lain yang lebih suka untuk memanjakan diri. Disamping tentu banyak faktor yang membentuk karakter masing-masing personal. Karena sudah pasti, semua sedag mengalami proses kebenarannya masing-masing.
"Kamu baru pertama kali ini ya, Tok, naik gunung terus nanti siang langsung turun lagi?"
"Iya, makanya aku mau kalau hanya Andong, soalnya tidak terlalu tinggi." Kata Antok.