Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Negara "Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur"

17 Agustus 2019   15:30 Diperbarui: 17 Agustus 2019   15:34 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan saya disini adalah salah satu penduduk bangsa ini yang gagal, karena saya tidak mempunyai gaji, saya seorang gelandangan, dan saya hanya mempunyai kedua kaki ini untuk menopang saya untuk berpindah tempat. Seorang yang tidak pernah menghiraukan dan eman jika harus hartanya habis hari ini. Sudahlaah!

Di hari kemerdekaan ini, mungkin hanya di Indonesia yang perayaannya paling meriah. Dimana-mana ada bendera, ada syukuran, ada lomba-lomba yang sangat kultural. Banyak sekali kekayaan bangsa ini dalam hal budaya. 

Akan tetapi sekali lagi, para radikalisme itu menggerogoti rasa nasionalisme kita dengan mengatasnamakan agama. Sehingga ada yang ingin sekali menegakkan keadilan atas nama satu agama.

Iya, walaupun saya termasuk dalam agama yang radikalis itu, saya merasa tidak tau harus berbuat apa. Kenapa agamaku menjadi keras? Sejak kapan agamaku menjadi suatu pemaksaan masal? Sejak kapan agamaku jadi ingin menguasai sebuah wilayah? Sejak kapan agamaku mempunyai ego dan nafsu untuk menegakkan keadilan? Kalau saya mengerti ada Yang Maha Adil.

Aneh, mungkin aku yang masih terlalu bodoh dan tidak mengerti apa-apa tentang agamaku, aku hanya orang baru dalam hal agama dibanding para pemuka radikalis itu yang telah banyak belajar di tempat asal agamaku bermula. 

Atau mungkin benar adanya kalau di negaraku Tuhan dan Rasulullah kalah sama peraturan adat bangsa yang menjunjung tinggi Pancasila? Atau sebetulnya justru keterbatasan kita untuk memahami nilai-nilai tersebut?

Ketika saya menulis ini pun mungkin semua ini hanya pembelaan atas dasar pemikiran saya tentang arti kemerdekaan. Tentang cara pandang saya mengenai sudah hebat seperti ini bangsaku, tetapi mayoritas masyarakat sangat ingin negara ini menjadi nomer satu. Yang di dalam benak saya, bangsa ini selalu menjadi nomer satu.

Masyarakat kita selalu menjadi yang tersibuk, tidak hanya untuk sekedar memberi perut mereka yg lapar, tidak hanya memberi minum pikiran mereka yang haus akan kekayaan, tetapi masih ada sedikit ketakutan dalam diri mereka untuk mencari ketenangan. Siang hari mereka kerja, malam hari masih ada sholawatan, kenduri, kosidahan, atau pengajian-pengajian lain yang selalu mengurangi waktu istirahat mereka.

Bayangkan di negara-negara maju, sehabis mereka lelah setelah bekerja, mereka selalu kebingungan akan melakukan apa, sehingga kebiasaan mereka adalah minum air kehangatan untuk melepas stress yang menghinggapi mereka seharian. Mau menjadi seperti mereka?

Tapi mari kita berpiki positif aja, jangan bandingkan negara kita dengan negara maju, negara kita tidak akan bisa mengejar teknologi dan kemajuan infrastruktur mereka. Akan tetapi, mereka juga tidak akan pernah bisa mengejar keragaman budaya kita dan kekayaan alam kita. 

Yang bisa mereka lakukan hanyalah menggerogoti kekayaan bangsa kita. Karena negara kita merupakan prospek ekonomi yang sangat menjanjikan bagi mereka untuk meraup keuntungan. Tapi, keuntungan seperti apa yang didapatkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun