Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Bergerak Mengendarai Angin, Bergerak Melalui Cahaya Kesunyian"

15 Agustus 2019   16:17 Diperbarui: 15 Agustus 2019   16:29 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbedaan budaya hingga perpolitikan juga turut dilontarkan oleh para Jamaah untuk menilisik 'apa ada angin' di Jerman. Tak ketinggalan, para santri-satri pondok yang hadir ini pun menanyakan tentang bagaimana cara untuk memilih jurusan yang tepat kepada Mba Nafis. 

Para jamaah terlihat begitu memperhatikan secara detil terhadap setiap penjelasan maupun jawaban yang dipaparkan oleh Mba Nafis. Meskipun tidak ada yang tahu, 'perhatian' itu memang tertuju pada ilmu apa yang disampaikan atau kagum terhadap kelihaian Mba Nafis dalam memberikan penjelasan.

dokpri
dokpri
Selanjutnya giliran Mba Rizki untuk berpuisi ria. Dilanjutkan spesial performance kolaborasi antara Mas Cuwil dan Mas Piyu (Jodhokemil) menjadikan temaram malam minggu itu memberikan kesan tersendiri pada di bulan Agustus ini. Yang penuh dengan agenda spirit dan perjuangan untuk mengingat kembali kemerdekaan lewat cinta yang tersyirat dalam puisi-puisi yang ditampilkan. Tentang gejolak pejuangan seorang ibu yang dibawakan oleh Mba Rizki atau air kehidupan para pencinta dalam kekekalan kutukan ataupun asih yang dibawakan oleh Mas Cuwil.

Selain berpuisi, Mba Rizki juga menyampaikan beberapa pesan tentang sudut pandang terhadap seorang wanita. Perempuan juga serasa memiliki hak untuk berjuang demi kemerdekaannya. Tapi apa yang menjadi landasan atas kemerdekaan itu sendiri mesti tepat. 

Kita mesti merdeka terutama dari hawa nafsu yang selalu menjerat. Mba Rizki menyampaikan jika kita mesti memiliki keseimbangan antara intelektualitas, spiritualitas, dan mentalitas seperti apa yang dipaparkan oleh dalam buku Kitab Ketentraman, Manusia dan Pemimpin Sepertiga.

Tawadhu' terhadap Ilmu

Kita telah melihat zaman dimana banyak sekali para pemuda milenial memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Tapi dari hal tersebut, apakah kita melihat moral bangsa yang semakin baik, atau justru malah sebaliknya? Tapi, ini bukan berarti kita mesti mengesampingkan pendidikan. 

Kita dituntut mencari sulthon untuk menembus langit yang berlapis-lapis. Atau mungkin menyingkap rahasia cahaya di atas cahaya. Setidaknya kita mesti memegang spirit walaa tansa nafsibaka minad-dunya. Kita tetap masih dan harus berjuang terhadap nasib kita masing-masing selama masih di dunia menuju tujuan yang sama. Akhirat.

Seperti apa yang telah dipelajari bersama di Mocopat Syafaat edisi Juli bahwa kita mesti belajar mendalami fadhillah serta mengenal otentisitas diri masing-masing. Bukankah untuk menemukan fadhillah, kita mesti belajar mencintai diri sendiri agar bisa istiqomah terhadap apa yang akan ditekuni? Namun, apakah kita bisa mencintai tanpa terebih dahulu berusaha untuk mengenali? 

Hal ini coba digali oleh moderator untuk menanyakannya kepada Mba Nafis yang telah merantau sangat jauh ke Deutschland. Dan "kesepian" menjadi sebuah kata kunci dari Mba Nafis yang perlu digarisbawahi bagi mereka, para pejalan yang sedang mencari jati dirinya. Di era milenial ini, kebutuhan akan sebuah perhatian sering bersembunyi dibalik eksistensi kebenaran pribadi.

dokpri
dokpri
Angin-angin yang berhembus lirih nan sunyi itu seolah menjadi suatu hal bertolak belakang di zaman digital. Orang-orang menjadi sangat angkuh terhadap kesepian dan berlari meninggalkannya demi sebuah keriuhan. Adakah yang berniat mengendarai angin dan bergerak melalui cahaya kesunyian membagi-bagikan makanan keabadian, seperti sepenggal bait dalam puisi Kado Muhammad?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun