Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cahaya Pengabdian dan Integritas Kemendikbud

16 April 2019   11:46 Diperbarui: 16 April 2019   11:49 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mana yang lebih tinggi maqom-nya? Tentu beberapa diantara kita pasti mempunyai versi yang berbeda dengan kebenaran versi dirinya. Cuma premis tersebut setidaknya membuka sedikit tentang mana yang mesti diutamakan antara budaya dan pendidikan.

Budaya dan pendidikan adalah sesuatu yang sangat sulit dipisahkan. Suatu proses mentransfer ilmu butuh pengaplikasian budaya yang sesuai agar tercipta situasi yang kondusif dan nyaman. Karena ilmu tersebut akan sampai jika kondisi si penerima ilmu siap dengan keranjang ilmu merk kebahagiaan yang dia bawa. 

Bayangkan jika kebudayaan tidak berperan disitu, setiap merk keranjang, misalnya kesedihan, kecemasan, atau kemalasan berfikir akan menjadi penghalang ilmu ketika akan dimasukkan ke keranjang. Budaya memiliki peran penting dalam pendidikan untuk menciptakan suasana kebersamaan dalam proses pembelajaran. 

Oleh sebab itu pula, hal-hal yang membuat kebersamaan ataupun kebahagiaan diaplikasikan dan dilakukan simbah-simbah kita dalam melakukan proses pembelajaran melalui kebudayaan, seperti wayang atau lagu. Tentu untuk memudahkan membuat keranjang sehingga mampu memuat ilmu yang disampaikan.

Ini yang sangat jarang sekali ruang pembelajaran formal lakukan sekarang. Semua murid ibarat diterjang oleh bulir-bulir ilmu setiap hari. Kalau diibaratkan seperti hujan, kita tidak akan bisa mampu menampung sebegitu banyak tetes air yang menyentuh tubuh hingga akhirnya tubuh kita sulit memaknai tetes-tetes tersebut. 

Ilmu pun demikian, tidak akan seluruh ilmu yang mesti dilahap setiap hari tak kurang dari 8 jam, akan masuk ke dalam muatan keranjang yang disediakan seadanya. 

Bahkan jika kita sudah tidak mengalami ruang lingkup formalitas pembelajaran (lulus), kalau kita perhatikan pasti apa yang kita kenang selama 10 tahun pembelajaran adalah proses-proses atau suasanya daripada materi/ ilmunya. 

Seperti bagaimana percintaan masa remaja, rasanya bolos jam pelajaran, atau ketika terkena hukuman oleh Guru pasti akan lebih membekas dan terkenang.

Apakah hal tersebut yang mungkin dicari oleh Kemendikbud hingga menjadi tema 'Pengabdian dan Integritas'? Atau jangan-jangan ketika masalah tersebut masih belum terselesaikan, Kemendikbud berupaya untuk melangkah menerobos masa depan dengan pengabdian dan integritasnya? Lha siapa yang mengabdi? 

Tujuan pengabdian kemana? Lantas integritas seperti apa yang diinginkan? Jangan menyebut 'kawulo' atau 'sahaya' sebagai seorang pengabdi, jika dalam setiap ilmu yang disampaikan sangat jarang sekali melibatkan Tuhan disitu. Disaat Dia adalah sumber dari segala ilmu, Sang Maha Mengetahui.

Jadi wajar saja jika pendidikan sangatlah semrawut seperti ini. Sangat banyak orang berpendidikan akan tetapi moral yang dihasilkan sangat tidak mencerminkan jenjang pendidikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun