Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gus Welly, "Bolehkah Aku Mencintaimu Saja"

26 Maret 2019   11:41 Diperbarui: 26 Maret 2019   11:43 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah saya telusuri lorong yang menjenuhkan ini, hanya terdapat satu kepastian yang sudah kutemukan. Rindu. Bukan rindu akan keramaian atau belaian perhatian, begitupun kebutuhan kasih sayang, melainkan kepada entah. Cangkrukan senja kala itu terkesan galau  bagi para jomblo-jomblo yang lebih sering menghabiskan waktu dengan secangkir waktu daripada melakukan pekerjaan pada umumnya.

"Lha 'entah' itu seharusnya dapat kamu deskripsikan dong seperti apa, maksudnya apa?" tanya Welly.

"aku sendiri pun masih bingung untuk menjelaskannya, karena menurutku ini tergantung pada sikap kepada pengalaman yang pernah dialami masing-masing individu. Yang pasti, aku masih  bertanya-tanya darimana rasa rindu itu sendiri berasal?" jawab Bewol. "Aku tidak bisa begitu saja menciptakan perasaan rindu. Segala instrumen yang ada pada tubuhku ini tidak ada yang bisa meramunya. Kecuali hanya nafsu. Sedang rindu ini tidak bermula dari nafsu untuk mewujudkannya. Makanya aku bilang 'entah'." Lanjut Bewol, seorang pemuda Desa yatim piatu yang sering terlihat menyendiri di rumahnya yang kosong.

"Apa maksudmu Tuhan?" Welly menyahut.

"Hahaha, ngawur aja kamu, itu kan persepsimu. Diriku masih terlalu busuk untuk mengemban cinta suci kepada Tuhan. Syarat dan  ketentuan untuk mencintaiNya masih terlalu tinggi untuk kita maklumi."

Pertemuan pun berlanjut pada malam hari karena mungkin belum ada kejelasan arah rindu seperti apa yang dimaksud. Meskipun, pada akhirnya nanti semakin dibahas, semakin bertambah pula ketidakjelasan yang ditemui. Perihal rasa yang anak SD zaman sekarang mampu untuk mengungkapkannya, tapi kenapa bagi mereka kemampuan itu terasa sangat janggal. Dimana usia Welly dan Bewol mulai mendekati usia kepala tiga. Toh, tidak ada hukum yang mengatur larangan untuk merasakan rindu atau cinta. Hanya saja, belum ada yang mampu menjelaskannya.

"Kamu tahu tidak syarat dari mencintai itu apa?" tanya Welly yang memiliki skill mengajukan pertanyaan diatas rata-rata. Karena kualitas pertanyaannya terlihat sangat sederhana untuk dijawab, tapi mengandung makna yang mungkin banyak disalahpahami. Terutama di zaman yang baginya terlihat semakin ngawur ini.

"Setahuku, kalau kita mencintai biasanya meski berawal dari sebuah rasa tulus dan tanggung awab kepada apa yang kita cintai." Bewol berusaha menjawab pertanyaan yang dia sendiri jarang mengalaminya. Terlihat sok tahu, bahkan absurd.

Tiba-tiba datang Si Rohmat dari arah kegelapan sambil berkata, "mencintai itu ibarat rindu yang tak bercelah. Kita mesti memiliki apa yang kita cintai dengan segenap pengorbanan yang harus pula diimbangi dengan sikap ketegasan dan konsistensi."

"Tegas? Konsistensi piye? Lha kamu sama istri saja takut, Mat!" sahut Welly dibarengi tawa Bewol.

"Lha kalian ini gimana to, sifat-sifat seperti itu apa ya mesti aku tunjukkan di hadapan kalian. Tegas dan konsistensi itu sangat perlu, hukumnya fardhu 'ain. Terutama disaat aku sama istriku ngandang." Bisik Rohmat. "Makanya kalian tuh nikah, biar gak melulu bahas rindu-rindu itu tadi!"

"Anggap saja Tuhan masih eman sama kita, Mat. Masih ingin bermesraan. Bukan tidak mungkin  kalau kita menikah sekarang akan kuat menahan segala resah sepertimu. Yang mampu menjaga ketegasan dan konsistensi kepadaNya tanpa mesti beralih ke istrimu, kecuali di kandang. Tidak ada seorang pun yang tidak ingin merasakan cinta dan kasih sayang dalam ikatan suatu pernikahan. Hanya saja orang-orang seperti kami yang belum mampu melaksanakan mungkin lebih dikarenakan dari kami sendiri yang masih rewel." Jawab Bewol.

"Setuju!" Welly memotong. "Atau bisa juga, kita masih sibuk mencari rasa agar bagaimana kasih, perhatian, dan cinta kepada pasangan kelak adalah suatu wujud manifestasi dari satu rasa cinta kita kepada Tuhan."

"Begini lho, Mat. Maksud dari aku dan Welly dari tadi adalah bagaimana dengan keadaan para remaja zaman sekarang yang sering mengobral perasaan-perasaan semudah itu? Mereka terlalu sibuk bercinta daripada mencinta. Story media sosial mereka penuh dengan kisah asmara dengan kata-kata yang begitu romantis."

"Tapi ketika putus, story-nya juga mendadak dramatis." Sahut Welly.

"Nah, apakah hal semacam itu bisa dikatakan cinta? Bukankah cinta itu sendiri adalah syarat awal ketika kita menyapa Tuhan dengan 'bismillahirrahmanirrahim'Nya lewat setiap doa?" tegas Bewol.

Selama ini, prasangka kita terhadap cinta hanya dijejali dengan hal-hal indah. Romantisme perjuangan untuk mendapatkan cinta itu sendiri. Tentang makna ketulusan atau kejujuran. Atau bahkan tentang rindu yang tak bisa diungkapkan seperti apa yang dirasakan Bewol. Andai saja setiap balasan dari cinta itu sendiri sesuai seperti harapan para pencandunya, angan pencandu tersebut tentu akan mengarah kepada kenyamanan akan kebersamaan. Sampai akhirnya muncul salah satu istilah 'dunia serasa milik bersama'. Kepedulian pencandu itu kepada yang lain akan teralihkan oleh karena cinta yang dirasakan sampai memabukkan dirinya.

Anggap saja semua manusia lolos dari jeratan nafsu untuk mencintai. Hingga setiap apa yang mereka cintai pasti mengandung ketulusan dan kejujuran. Namun, tiba-tiba Tuhan mengatakan jika Dia akan mengambil sesuatu yang kita cintai melebihi cinta kita kepadaNya. Bukankah apa yang ada disisiNya akan kekal dan apa yang ada disisi kita akan lenyap?

"Matiiiihhh... . Tapi kan Tuhan menciptakan manusia untuk berpasang-pasangan?"

"Berpasang-pasangan itu jangan disamakan dengan persepsi umum yang menyatakan kalau berpasanag itu pasti hidup berdua (sepasang) dan melakukan segala hal yang menyedihkan ataupun menyenangkan bersama. Apakah pasangan itu pasti dalam satu kebersamaan dan berdampingan?" Bewol berkelakar seolah dia tahu segalanya. "Yang kita angankan dari berpasang-pasangan kan kebanyakan hanya sebatas nikmat dan kenyamanan." Lanjutnya.

"Kalau begitu, cinta tidak berarti nyaman maksudmu?"

"Nyaman pun bukan berarti nampak bahagia. Bahkan, kesedihan pun jika kita tak lupa menikmatinya bisa juga memiliki potensi nyaman. Dan yang bisa membuat seperti itu hanyalah jika kita cukup memiliki bekal rasa rindu dan cinta."

"Boleh gak sih, kalau begitu aku mencintaimu saja... ." kata Welly meniru gaya Bewol ketika mengatakan hal yang sama beberapa waktu yang lalu. Dengan mimik seolah menemukan cinta dengan menatap mata Si Bewol. Disertai maksud menyindir Bewol yang kelihatannya sangat nyaman bercinta dengan seseorang di dalam angannya.

"DASAR KALIAN HOMO!!!" terang Si Rohmat sambil beranjak pergi karena mendadak muncul kode dari istrinya untuk lekas pulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun