Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mrajani

12 Maret 2019   11:29 Diperbarui: 12 Maret 2019   11:42 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram/manegesqudroh

Si pelayan pun tak memandang apakah tamu itu tua atau lebih muda sekalipun, akan dilayani semestinya sebagaimana seorang raja.

Narasumber yang didatangkan pun tak seperti acara-acara pada umumnya. Bukan soerang fuqaha, bukan pejabat pemerintah,bukan motivator ulung. Maaf, tidak ada maksud menyinggung sebelumnya, beliau adalah seorang tukang parkir di depan sebuah Toko Mas di Muntilan. 

Tapi, malam itu kami sangat belajar banyak kepada Pak Dar dan beliau adalah seorang ulama bagi kami pada malam itu. Dalam khasanah Jawa, semakin tinggi kualitas bahasa seseorang, akan semakin menunjukkan kematangan jiwa seseorang. Karena lewat tutur bahasa itulah kita bisa mengangkat derajat orang lain atau menunjukkan sikap hormat kita. 

Terlebih sebagai orang jawa, jangan sampai kita kehilangan 'Jawa'nya kita. Jangan sampai lupa atau bahkan dibikin enggan untuk belajar budaya sendiri.

Namun, apa yang terjadi di zaman sekarang orang-orang justru berusaha ingin terlihat tinggi dibanding yang lain. Mereka berlomba, bertanding untuk memacu kepintaran intelektualitasnya yang dianggap mampu membawanya ke tangga kesuksesan. Nilai andhap ashor mulai hilang, sikap tawadhu'-nya ketlingsut entah kemana. 

Padahal dalam ilmu jawa, untuk mengukur kehebatan seseorang bukanlah dari sisi kepintarannya berorasi atau seberapa banyak material yang telah tertumpuk, melainkan bagaimana sikap bijaksana dan nilai-nilai sosial yang terwujud dalam perilakunya sehari-hari. Sugih tanpo bondo, digjoyo tanpo aji, dan menang tanpo ngasorake.

Bahkan manusia sekaliber Kanjeng Rasul, Sang Kekasih Allah, diutus bukan untuk mengajarkan Islam. Melainkan untuk menunjukkan akhlak yang mulia seperti apa. Karena islam bukan sebatas identitas, tapi mencakup keseluruhan perilaku yang mewujud ke akhlak seseorang. 

Banyak fenomena zaman sekarang, orang begitu rajin sembahyang, tapi sangat minim tumbuh sikap bisa menghormati orang lain. Padahal masih seagama, apalagi kalau beda agama, label 'kafir' begitu mudah lantang terucap. 

Menghormati saja masih ragu apalagi mau tumbuh sikap memuliakan orang lain. Lantas dimana asma cinta dan asih yang diagung-agungkan, yang selalu terucap di setiap awal doa Ar-Rahman dan Ar-Rahim?

Pak Dar mulai mengejawantahkan aturan dilanjutkan dengan mempratikkan cara atur-atur/melayani para tamu. Untuk mengangkat baki yang benar pun terdapat nilainya dalam melayani tamu. 

Belum lagi cara menyuguhkan juga disesuaikan dengan kondisi tamu yang duduk di kursi atau duduk lesehan, itu juga berbeda cara melayaninya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun