Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Essai | Langit dan Bumi

13 November 2018   15:18 Diperbarui: 13 November 2018   15:45 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pos 3 Merbabu via Wekas

Samaa' dalam bahasa Indonesia memiliki arti langit. Kata ini menjadi kata benda yang sering dijumpai dalam Al-Qur'an. Selain itu, kata ini juga sering disandingkan dengan kata ardhi atau bumi. Jadi langit dan bumi menjadi sebuah perbedaan yang meliputi satu kesatuan atau bisa diperumpamakan dengan sebuah pasangan yang telah disatukan dengan pernikahan. Untuk saling melengkapi, tidak mungkin ada langit tanpa bumi, begitupun sebaliknya. Hanya mungkin kita tidak sering memperhatikan lebih dalam mengenai langit dan bumi tersebut.

Dimana ada kata langit, disitu pasti mengikuti kata bumi, walaupun secara langsung maupun dipisahkan dengan beberapa kata keterangan. Entah kenapa kita selalu dihadapkan dengan langit dan berpijak di bumi, kalau memang kita mulia mengapa kita tidak ditempatkan di langit sehingga kita selalu bisa melihat apa yang ada di bumi dari atas? Lantas mengapa kita ditempatkan di bumi?

Kalau memang langit dan bumi memang merupakan sebuah jodoh, lantas siapa yang mempunyai gen sebagai pria atau wanita? Lantas mengapa Tuhan memberi kebebasan kepada kita untuk menembus langit dan bumi dengan sulthon atau ilmu? Disini apa hubungan antara langit, bumi dan ilmu? Apakah ilmu disini bisa diibaratkan dengan anak dari sebuah perjodohan langit dan bumi? Sehingga hanya dengan ilmu manusia dan jin yang memiliki ilmu yang hanya mampu menembusnya?

Tentu begitu banyak pertanyaan yang akan teruai untuk mengungkap hubungan semuanya. Apa yang manusia selama ini hanyalah sangkaan dengan tesis-tesis yang telah mereka buktikan tanpa melibatkan Tuhan. Karena tiada ilmu itu tercurah tanpa adanya kasih sayang Tuhan yang telah dicurahkan melalui langit dan bumi. Itulah mengapa kita ditempatkan di bumi, kita ditempatkan dalam keindahan refleksi surga. Karena kita tidak tahu surga ada dimana dan perspektif manusia kepada langit dan bumi mengarah kepada bumi yang lebih mirip seperti surga. Karena pandangan kita yang terbatas, cukup kita mengarahkan pandangan ke langit dari bawah untuk mensyukuri nikmat Tuhan. Supaya kita tetap merendah dan menghormati kepada semua ciptaan Tuhan

Naluri kita untuk menyebut pria atau wanita secara tidak langsung telah tertata dalam ucapan kita sehari-hari. Kepada bapak dan ibu, laki-laki dan perempuan, para pria dan wanita, lalu samaawaati wal 'ardhi. Sampai sini kita sudah sedikit meraba pengetahuan tentang langit yang lebih memiliki sifat sebagai bapak, sedang bumi ini memiliki sifat yang lebih keibuan. Bagaimana langit menahan panas matahari, lalu meneruskan cahaya itu kepada bumi sehingga memberi penghidupan kepada keberlangsungan bumi. Tidak hanya cahaya, langit juga memberi oksigen, air, angin, bahkan petir kepada bumi. Itu semua diberikan tanpa perhitungan.

Langit juga memberikan bumi pemandangan yang begitu indah. Langit memberi gambaran yang indah dengan bintang-bintangnya, auroranya, dengan siang dan malamnya. Sungguh rasa cinta yang sangat romantis selalu diberikan langit kepada bumi. Langit selalu melindungi bumi tanpa pernah mengeluh merasakan sakit. Sedang bumi selalu memberi kenikmatan kepada langit atas keindahan dan kecantikan yang dimilikinya.

Romantisme hubungan yang dirusak oleh manusia

                "Wahai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan." (Ar-Rahman:33)

Tuhan memberikan kita dan jin kebebasan untuk "menembus" langit dan bumi hanya dengan satu alat yaitu ilmu/kekuatan. Menembus disini berarti mengungkap keindahan dan rahasia yang tersembunyi dalam langit dan bumi. Sehingga kita dapat menemukan hakikat, atau bahkan ruh dari langit dan bumi tersebut. Dan ilmu yang dipakai tentunya bukan ilmu biasa, bukan ilmu yang dapat dengan mudah didapatkan di sebuah perguruan tinggi. Tolak ukur ilmu ini bukan seberapa jauh jenjang pendidikan kita, akan tetapi seberapa besar ketaqwaan dan kecintaan kita kepada Sang Maha Pencipta. Seberapa besar kita mengenal daya dan kekuatan Tuhan dengan af'al-Nya yang menggerakkan segala aktivitas di langit maupun bumi.

Kita pasti merasakan bagaimana rasa menjadi seorang anak. Bagaimana anak itu merefleksikan kasih sayang orang tuanya. Dengan berbagai macam variabel sifat baik maupun kurang baik, senakal-nakalnya anak pasti ada perasaan untuk membalas kasih sayang orang tuanya. Itulah rahman dan rahim yang pasti tertanam dalam lubuk hati setiap insan  seperti chip yang telah terprogram secara sistematis. 

Jadi sulthon atau kekuatan yang hanya bisa dipakai untuk menembus langit dan bumi bisa diibaratkan seperti pengorbanan, kebahagiaan, kesedihan, kejujuran, kebohongan, kemarahan, kewelas asihan yang terungkap dalam kasih sayang yang selalu diberikan tanpa hitungan oleh langit dan bumi. Sehingga kita lebih dekat untuk mencari jalan untuk bertemu sapa kepada Sang Maha Pencipta.

Hanya saja kita selalu diingatkan tentang langit, begitupun dengan bumi. Kita selalu dikenalkan dengan ilmu. Hanya saja kita selalu terhijab dan tertipu untuk merasakan yang sejati. Kita selalu mendefinisikan sakit sebagai suatu musibah, bukan mengartikan itu sebagai salah satu kasih sayang Sang Khaliq. Kita terlalu tertuju pada ciptaanNya serta pahalaNya yang akan memberikan nikmat di dalam dunia maupun surga. Kalaupun kita dibukakan hatinya, sudah cukup kenikmatan yang kita rasakan di bumi ini. Kita tidak akan butuh kenikmatan yang ada di surga. Neraka pun sudah sering kita rasakan disini.

Jika kita seorang anak yang selalu bersama orang tuanya, sewajarnya kita rela lakukan apapun demi keselamatannya, untuk membalas kasih sayangnya. Tak peduli seberapa sakit, pedih, dan perih jalan yang harus kita lalui. Begitupun untuk berjumpa denganMu, untuk sedikit saja membalas pelukanMu, sudah sepatutnya kita tidak peduli dengan surga ataupun nerakaMu. Kalaupun ada sedikit pahala, akan kujual semua pahala itu demi penyembah kenikmatan surgaMu.

Demi langit dan bumi yang selalu Engkau sebut hampir dalam setiap surat yang Engkau turunkan. Demi langit dan bumi yang melindungi dan merawat hamba-hambaMu ini. Demi langit dan bumi yang merahasiakan segala urusan daya dan kekuatanMu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun