Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Essai | Manusia Saklek

25 September 2018   15:52 Diperbarui: 26 September 2018   01:36 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita sebagai manusia dianugerahi akal, tetapi kenapa dalam beragama tidak boleh berdasarkan akal? Lha kamu kira kalau saya beragama itu hanya untuk mencari benar? Kalau memang begitu maka saya hanya men-Tuhan-kan kebenaran.

Padahal apa yang saya kira benar belum tentu benar di mata Tuhan, bukan begitu? Untuk mengikuti hukum-hukum Allah yang hanya kamu lihat dalam bentuk literasi dan harus seperti itu?

Dengan ilmu apa kamu membaca literasi hukum-hukum Allah? Kalau hanya baca saja berarti kamu hanya mengikuti hukum si penafsir, bukan hukum Tuhan.

Inilah mengapa di zaman ini sangat rentan. Mereka hanya membaca ilmu, tetapi tidak memahami ilmu. Mereka merasa mengamalkan, akan tetapi hal tersebut seakan membatasi.

Semua sekolah hanya dihadapkan dengan literasi-literasi konyol yang tidak dapat menghubungkan pemikiran si penulis dengan dengan tingkat pemahaman si pembaca. Anatara guru dan murid tidak ada kasih sayang melainkan hanya sebatas formalitas.

Rasul pernah mengingatkan, kalau kita berhijrah tergantung sampai dimana kita meniatkan hijrah itu. Kalau sampe surga ya hijrahmu akan kesana, kalau hijrah mentaati hukum-hukum, ya akan nurut juga kamu akan hukum.

Kenapa tidak ada hijrah yang betul-betul karena ingin berpulang kepada Tuhan. Mereka hijrah hanya merubah penampilannya, mereka hanya menutupi mukanya, mereka memposting sesuatu yang bersifat agamis. Mereka berhijrah, akan tetapi dibarengi dengan membenci saudaranya sendiri.

Padahal saudaranya itu juga manusia, masih seagama, masih ciptaan Tuhan juga. Akan tetapi karena ia tidak sepaham, ditendanglah ia. Karena ia merasa telah mengetahui mana yang benar.

Mereka menghilangkan perasaan dan akal untuk saling mencintai demi yang katanya mengikuti hukum-hukum Allah. Padahal ia hanya mengikuti hukum-hukum si penafsir yang ia sangka itu Tuhan. Pantas.

Mungkin hanya saya yang selalu disesatkan dalam mencari jalan pulang menuju Tuhan. Saya akan selalu peduli kepada orang lain tidak memandang ia aliran apa, suku apa, agama apa. Sekalipun orang yahudi butuh pertolonganku, akan aku bantu mereka.

Tidak akan kubatasi perasaan  dan akalku demi memahami dan membaca kalamulllah yang tertuang tidak hanya pada literasi mushaf-mushaf yang sering kita kira itu adalah Al-Qur'an. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun